Injil Yohanes, yang dikenal karena kedalaman teologisnya dan narasinya yang kaya, memberi kita kisah yang mengesankan dalam pasal 5, ayat 1 sampai 15. Kutipan ini menggambarkan penyembuhan Yesus terhadap seorang lumpuh, sebuah mukjizat yang tidak hanya mengungkapkan kasih sayang dan kuasa Kristus. , namun juga memberikan kesempatan untuk merenungkan iman, kepatuhan, dan transformasi. Dalam pelajaran ini, kita akan mengkaji setiap ayat secara detail, melengkapinya dengan teks alkitabiah lainnya dan penjelasannya yang membantu memperdalam pemahaman tentang mukjizat ini.
Yohanes 5:1 “Setelah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem.”
Yesus sering berpartisipasi dalam perayaan Yahudi, memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajar dan melakukan mukjizat. Yerusalem, pusat keagamaan dan spiritual Israel, adalah tempat berlangsungnya festival-festival ini. Kehadiran Yesus di Yerusalem selama perayaan tersebut menunjukkan niatnya untuk menjangkau sebanyak mungkin orang dan memenuhi Hukum Taurat.
Yohanes 5:2 “Di Yerusalem, dekat Gerbang Domba, ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Bethesda, yang mempunyai lima serambi.”
Kolam Bethesda adalah tempat yang terkenal dengan khasiat penyembuhannya, tempat berkumpulnya orang-orang dengan berbagai penyakit dengan harapan dapat disembuhkan.
Yohanes 5:3 “Di serambi ini terbaring banyak sekali orang sakit, buta, timpang, dan lumpuh, menunggu air mengalir.”
Ayat ini menyoroti kondisi umat manusia yang putus asa dihadapan campur tangan Tuhan. Penyakit jasmani mencerminkan kondisi rohani manusia tanpa Tuhan. Semua orang mengharapkan keajaiban, mengungkapkan harapan dan keyakinan yang gigih akan kemungkinan kesembuhan.
Yohanes 5:4 “Sebab pada waktu tertentu seorang malaikat turun ke dalam kolam dan mengaduk air; dan orang pertama yang turun ke sana, setelah air mengalir, sembuh dari penyakit apa pun yang dideritanya.”
Menurut Alkitab, guncangan air disebabkan oleh malaikat dan memiliki kekuatan penyembuhan. Keyakinan ini mencerminkan pencarian manusia akan campur tangan ilahi dan harapan akan keajaiban.
Yohanes 5:5 “Di situ ada seorang laki-laki yang sudah tiga puluh delapan tahun menderita sakit.”
Tiga puluh delapan tahun adalah waktu yang lama untuk menderita suatu penyakit. Masa penderitaan yang berkepanjangan ini melambangkan penantian panjang umat manusia untuk mendapatkan penebusan. Sebagaimana manusia menantikan kesembuhan, demikian pula umat manusia menantikan Mesias.
Yohanes 5:6 “Ketika Yesus melihat dia terbaring dan mengetahui bahwa dia sudah lama berbohong seperti itu, bertanyalah kepadanya: Apakah kamu mau disembuhkan?”
Pertanyaan Yesus, “Apakah kamu ingin disembuhkan?” tampak jelas, tetapi ini lebih dari sekedar penyembuhan fisik. Yesus menawarkan pria itu kesempatan untuk merenungkan kondisinya dan menyatakan imannya. Hal ini juga menantang kita untuk merefleksikan keinginan kita untuk penyembuhan dan transformasi spiritual.
Yohanes 5:7 “Orang sakit itu menjawab kepadanya, Tuhan, tidak ada seorang pun yang mau memasukkan aku ke dalam kolam ketika air diaduk; dan ketika aku pergi, yang lain turun di depanku.”
Pria tersebut mengungkapkan rasa frustrasi dan impotensinya, mengungkapkan ketergantungannya pada bantuan manusia untuk mencapai kesembuhan. Hal ini menyoroti perlunya menyadari bahwa penyembuhan dan penebusan sejati berasal dari Tuhan, bukan upaya manusia.
Yohanes 5:8 “Kata Yesus kepadanya: Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan berjalanlah.”
Perintah Yesus bersifat langsung dan berwibawa, menunjukkan kuasa ilahi-Nya. Perintah “Bangkit” melambangkan kebangkitan rohani dan kehidupan baru yang Yesus tawarkan. “Angkat tempat tidurmu dan berjalanlah” menunjukkan bahwa pria tersebut kini memiliki kehidupan dan tujuan baru.
Yohanes 5:9 “Saat itu juga orang itu sembuh, lalu ia mengangkat tempat tidurnya dan mulai berjalan. Sekarang hari itu adalah hari Sabtu.”
Kesembuhan langsung yang dialami pria tersebut menggarisbawahi kuasa mutlak Yesus atas penyakit dan alam. Penyebutan bahwa hari itu adalah hari Sabtu menimbulkan konflik dengan para pemimpin agama, yang akan kita lihat dalam ayat-ayat berikutnya, yang menyoroti perbedaan antara hukum yang tersurat dan semangat kasih dan belas kasihan Tuhan.
Yohanes 5:10 “Oleh karena itu berkatalah orang Yahudi kepada orang yang disembuhkan itu: Hari ini adalah hari Sabat dan tidak halal bagimu membawa tempat tidurmu.”
Para pemimpin agama lebih mementingkan pemeliharaan hari Sabat yang ketat daripada sukacita penyembuhan. Hal ini menunjukkan penafsiran legalistik terhadap Undang-undang tersebut, yang mengaburkan tujuan sebenarnya dari Undang-undang tersebut untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan.
Yohanes 5:11 “Tetapi jawabnya kepada mereka: Dia yang menyembuhkan aku, berkata kepadaku: Angkatlah tempat tidurmu dan berjalanlah.”
Orang yang disembuhkan membela tindakannya, dengan menunjuk pada otoritas Yesus. Ini menunjukkan iman dan ketaatan Anda kepada Dia yang menyembuhkan Anda. Dia mengakui Yesus sebagai sumber penyembuhannya, sebuah pelajaran tentang ketaatan dan iman.
Yohanes 5:12 “Maka mereka bertanya kepadanya, Siapakah orang yang berkata kepadamu, Angkatlah tempat tidurmu dan berjalanlah?”
Para pemimpin agama ingin mengetahui siapa yang menentang tradisi Sabat. Hal ini menggambarkan pertentangan yang dihadapi Yesus karena menentang norma-norma agama demi belas kasihan dan kasih sayang. Mereka fokus pada mengidentifikasi pelaku kesalahan daripada merayakan keajaiban.
Yohanes 5:13 “Tetapi orang yang disembuhkan itu tidak mengetahui siapa dia; karena Yesus telah pergi, karena ada banyak orang di tempat itu.”
Kerumunan membuat sulit untuk mengenali Yesus. Ini mungkin melambangkan betapa gangguan dan kekhawatiran dunia sering kali menghalangi kita untuk mengenali pekerjaan Tuhan dalam hidup kita. Namun Yesus bertindak diam-diam, menekankan kerendahan hati dan fokus pada kesejahteraan individu.
Yohanes 5:14 “Kemudian Yesus menemukannya di Bait Suci dan berkata kepadanya: Lihatlah, engkau baik-baik saja; jangan berbuat dosa lagi, jangan sampai hal yang lebih buruk menimpamu.”
Yesus bertemu pria itu di bait suci, menunjukkan ruang syukur dan ibadah. Peringatan Yesus tentang dosa tidak lagi menyiratkan bahwa penyembuhan fisik harus disertai dengan transformasi spiritual dan moral. Hal ini menekankan pentingnya kekudusan dan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan.
Yohanes 5:15 “Orang itu pergi dan memberitahukan kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesuslah yang menyembuhkan dia.”
Dengan memberi tahu orang-orang Yahudi tentang Yesus, pria tersebut memenuhi kesaksian imannya, namun juga memicu pertentangan dari para pemimpin agama. Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya kesaksian pribadi dan pertentangan yang tak terhindarkan yang timbul dalam mengikuti dan mewartakan Kristus.
Kesimpulan Reflektif atas Yohanes 5:1-15
Narasi penyembuhan orang lumpuh di Bethesda, yang dicatat dalam Yohanes 5:1-15, lebih dari sekadar laporan mukjizat belaka. Hal ini memberi kita wawasan mendalam tentang sifat belas kasihan Yesus, yang melihat melampaui keterbatasan fisik kita hingga kebutuhan rohani kita yang terdalam. Dengan menanyakan pria tersebut apakah dia ingin disembuhkan, Yesus tidak hanya menawarkan solusi sementara terhadap masalah yang sudah lama ada, namun dia juga mengundangnya ke dalam kehidupan baru dalam iman dan ketaatan.
Kolam Bethesda, dengan airnya yang berombak dan banyaknya orang sakit, melambangkan kondisi manusia: pencarian kesembuhan dan harapan yang tiada henti di tengah penderitaan. Namun, intervensi Yesus menunjukkan bahwa penyembuhan dan transformasi sejati tidak datang dari tradisi atau upaya manusia, namun dari kuasa ilahi. Respons pria tersebut, ketaatannya dan konfrontasinya dengan para pemimpin agama, menyoroti pentingnya mengakui Yesus sebagai sumber segala kesembuhan dan menjalani kehidupan yang mencerminkan transformasi ini.
Ayat ini juga menantang kita untuk mempertimbangkan kembali jawaban kita terhadap pertanyaan Yesus: “Maukah kamu disembuhkan?” Kita diajak untuk merenungkan kebutuhan penyembuhan kita sendiri, tidak hanya secara fisik, namun juga spiritual dan emosional. Sama seperti orang di Bethesda, kita dipanggil untuk menaati suara Yesus, untuk mengambil “tempat tidur” kita dan berjalan dalam hidup yang baru, percaya pada kuasa Kristus untuk mengubah hidup kita.
Yang terakhir, pertemuan terakhir antara Yesus dan manusia di Bait Suci mengingatkan kita bahwa penyembuhan sejati harus disertai dengan kehidupan yang kudus. Peringatan Yesus untuk tidak berbuat dosa lagi memperkuat gagasan bahwa transformasi rohani harus berkelanjutan dan berdampak pada semua bidang kehidupan kita. Oleh karena itu, kisah ini bukan sekedar kisah kesembuhan fisik, namun sebuah ajakan untuk melakukan perjalanan iman, ketaatan dan kekudusan, hidup sebagai saksi anugerah Tuhan yang mentransformasikan.
Saat kita merenungkan bagian ini, kita ditantang untuk memeriksa kehidupan kita sendiri dalam terang kuasa Yesus yang mentransformasikan, menyadari kebutuhan kita akan kasih karunia-Nya dan hidup sebagai contoh hidup dari karya penebusan-Nya.