1 Petrus 2:9 – Tetapi kamu adalah generasi yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat yang istimewa
Bagian dari 1 Petrus 2:9 adalah harta karun kebenaran yang mendalam tentang identitas orang percaya di dalam Kristus. Dalam pelajaran ini, kita akan mendalami setiap bagian dari ayat ini, menemukan implikasi spiritual yang kaya di dalamnya. Petrus, sang penulis, menggarisbawahi hak istimewa dan tanggung jawab dari mereka yang menjadi milik Allah, dengan menggunakan kata-kata yang menginspirasi yang membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang posisi kita di dalam Kristus.
Generasi Terpilih
Pernyataan yang terkandung dalam 1 Petrus 2:9, “Tetapi kamu adalah angkatan yang terpilih”, mengungkapkan makna yang sangat penting. Pernyataan ini melampaui alam biasa dan membawa kita ke inti kebenaran transendental. Tuhan, dengan besarnya kasih dan hikmat-Nya, dengan sengaja membedakan kita, menguduskan kita sebagai umat-Nya sendiri. Seolah-olah kita dipilih dengan hati-hati oleh seorang pemimpin yang cerdas untuk suatu usaha besar. Dalam paralel ini, Tuhan, Konduktor Tertinggi kita, tidak memilih kita berdasarkan penampilan fana, kecakapan fana, atau jasa sementara; sebaliknya, kriteria pilihan-Nya bersandar pada kasih karunia dan kehendak ilahi-Nya. Ini menggemakan konsep bahwa, terlepas dari perasaan kita yang kadang-kadang tidak mampu atau berkurang, Tuhan melihat kita melalui perspektif yang tidak dapat dilakukan oleh makhluk lain. Dia memilih kami untuk membentuk komunitas pilihannya.
Dalam Efesus 1:4-5 , Paulus menyoroti fenomena ilahi ini: “Sama seperti Dia telah memilih kita di dalam Dia sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercela di hadapan-Nya dalam kasih; dan menakdirkan kita untuk diangkat menjadi anak-anak melalui Yesus Kristus bagi diri-Nya sendiri, menurut kehendak-Nya yang berkenan.” Hal ini menegaskan bahwa pemilihan Tuhan bukanlah tindakan yang dilakukan secara terburu-buru, melainkan konsepsi yang dirancang dengan cermat bahkan sebelum munculnya kosmos.
Pernahkah Anda mengalami perasaan tidak memiliki di mana pun? Realitas luhur terletak pada kenyataan bahwa, dalam persatuan dengan Kristus, Anda bukan sekadar komponen konglomerat, tetapi bagian dari “generasi terpilih”. Wawasan ini membangkitkan Roma 8:30, yang mengilustrasikan bagaimana Allah menentukan kita untuk menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya, Yesus. Akibatnya, bahkan ketika perubahan hidup tampak besar dan ketidakpastian mengelilingi kita, kita dapat dengan teguh percaya bahwa kita adalah bagian penting dari rencana yang lebih luas, yang dipilih oleh Allah dengan rencana yang unik.
Sama seperti seorang ahli strategi yang dengan cermat memilih anak-anaknya, Tuhan telah memilih kita dengan cermat untuk memainkan peran penting dalam menceritakan kisah-Nya. Pemilihan ini bergema dengan gagasan bahwa kita membawa panggilan yang unik, sebuah tujuan yang telah dipercayakan kepada kita. Ungkapan “generasi terpilih” melampaui peran gelar belaka; itu membangkitkan tanggung jawab. Kami dipilih untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan keagungan dan cinta Ilahi. Oleh karena itu, ingatlah, ketika perasaan kecil atau tidak terekspresikan muncul dengan sendirinya, bahwa Anda, tanpa keraguan, adalah bagian dari generasi yang dipilih oleh Tuhan, yang ditakdirkan untuk memancarkan cahaya-Nya ke mana pun Anda berjalan.
Imamat Kerajaan
Ketika kita membaca dalam 1 Petrus 2:9 bahwa kita adalah “imamat rajani,” itu memberi kita gambaran yang kuat tentang kedekatan dengan Allah. Bayangkan menjadi bagian dari sekelompok orang khusus yang memiliki akses langsung ke Raja, yang dapat memasuki hadirat-Nya kapan saja. Inilah tepatnya arti “imamat rajani” bagi kita yang percaya kepada Kristus. Di masa lalu, hanya beberapa orang terpilih yang bisa mendekati Tuhan, dan ini dilakukan melalui para pendeta. Namun, di dalam Kristus, kita semua dipanggil untuk peran imamat ini.
Dalam Keluaran 19:6 , Tuhan berbicara kepada Israel, “Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” Di sini, Tuhan sudah menunjukkan apa yang akan digenapi di dalam Kristus. Sekarang, sebagai orang percaya, kita memiliki imamat yang tidak terbatas pada kelompok tertentu tetapi dimiliki oleh kita semua. Ibrani 4:16 mendorong kita, “Karena itu marilah kita mendekat dengan keyakinan kepada takhta kasih karunia, supaya kita beroleh kemurahan dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan pada waktunya.” Artinya, di dalam Kristus, kita tidak lagi membutuhkan perantara untuk mendekati Tuhan; kita bisa langsung datang kepada-Nya dalam doa.
Tetapi peran imamat kita lebih dari sekadar memiliki akses. Sebagai imam, kita memiliki hak istimewa untuk mempersembahkan korban rohani kepada Tuhan. Roma 12:1 menasihati kita, “ Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus, yang berkenan kepada Allah, yang merupakan pelayananmu yang wajar.” Hidup kita, tindakan kita, ibadah kita semua menjadi kurban rohani yang berkenan kepada Tuhan yang dipersembahkan melalui peran keimaman kita.
Oleh karena itu, menjadi bagian dari “imamat rajani” bukan sekedar gelar kehormatan, tetapi panggilan untuk keintiman dengan Tuhan. Sama seperti seorang imam Perjanjian Lama memiliki akses langsung ke tempat maha kudus, kita sekarang memiliki akses langsung ke Allah sendiri melalui Yesus. Ini adalah kebenaran yang luar biasa yang mengingatkan kita akan pentingnya persekutuan kita dengan Tuhan dan peran kita dalam membawa hidup kita sebagai persembahan yang menyenangkan di hadapan-Nya.
Bangsa Suci
Ketika 1 Petrus 2:9 menyebut kita sebagai “bangsa yang kudus”, itu mengundang kita untuk hidup secara khusus dan dikhususkan untuk Tuhan. Ini seperti menjadi bagian dari bangsa yang unik, di mana warga negara kita adalah Tuhan sendiri. Di masa lalu, penunjukan itu adalah untuk Israel, tetapi sekarang, melalui Kristus, kita semua yang percaya kepada Yesus dipanggil untuk kekudusan dan pengudusan itu.
Menjadi “bangsa yang kudus” berarti kita dipisahkan dari dosa dan keduniawian. Tuhan memanggil kita untuk hidup sesuai dengan standar-Nya, dalam ketaatan pada Firman-Nya. Dalam 1 Tesalonika 4:7, Paulus memberi tahu kita, “ Sebab Allah memanggil kita bukan dalam kenajisan, tetapi dalam kekudusan.” Ini mengingatkan kita bahwa kekudusan bukanlah suatu pilihan, tetapi bagian penting dari identitas kita sebagai orang percaya.
Dalam Imamat 20:26, Tuhan berkata kepada Israel, “Kuduslah kamu, karena Aku, TUHAN, kudus.” Allah itu kudus, dan sebagai anak-anak-Nya kita dipanggil untuk mencerminkan sifat-Nya. Kekudusan kita tidak didasarkan pada usaha kita sendiri, tetapi pada karya Kristus di dalam kita. Efesus 2:10 memberi tahu kita bahwa kita diciptakan dalam Kristus untuk pekerjaan baik. Artinya, kekudusan bukanlah sesuatu yang kita capai sendiri, melainkan hasil karya Roh Kudus di dalam diri kita.
Hidup sebagai “bangsa yang suci” juga melibatkan pemisahan dari dunia dan nilai-nilai anti-Tuhannya. Dalam Roma 12:2, kita dinasihati, “Dan janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi ubahlah oleh pembaharuan budimu.” Artinya pola pikir dan tindakan kita harus berbeda dengan orang yang tidak mengenal Tuhan.
Oleh karena itu, menjadi bagian dari “bangsa yang kudus” adalah sebuah panggilan untuk hidup dalam kekudusan dan pengabdian kepada Tuhan. Ini melibatkan hidup menurut standar Allah, mencerminkan sifat-Nya, dan memisahkan diri Anda dari dosa dan dunia. Sebagai anggota bangsa ini, kita ditantang untuk terus mengupayakan perubahan melalui kuasa Roh Kudus agar kita dapat menjadi penerang terang di dunia yang membutuhkan kasih dan kebenaran Tuhan.
Mengumumkan Kebesaran Allah
Ketika 1 Petrus 2:9 menyebut kita “orang-orang yang diperoleh”, di sini kita diingatkan bahwa kita telah dibeli dengan darah Kristus. Ini membangkitkan konsep penyelamatan dan penebusan. Melalui kematian pengorbanan-Nya, Kristus membeli kita dari dosa dan penghukuman. Hal ini mengingatkan kita pada 1 Korintus 6:19-20, dimana Paulus menekankan bahwa kita telah dibeli dengan harga tertentu, oleh karena itu kita harus memuliakan Tuhan dengan tubuh kita. Bayangkan seseorang membeli sesuatu yang sangat berharga dan berharga, membayarnya dengan harga tinggi. Begitu pula dengan kita: Tuhan membeli kita dengan harga yang paling berharga dari semuanya, darah Anak-Nya sendiri, Yesus Kristus.
Memang, kita semua seperti permata yang berharga di mata Tuhan. Dalam Keluaran 19:5, Tuhan berbicara kepada Israel, “Sekarang jika kamu menuruti suara-Ku dan menepati perjanjian-Ku, kamu akan menjadi milikku di antara semua bangsa.” Ini menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan selalu memandang umat-Nya sebagai sesuatu yang istimewa, sesuatu yang ingin Dia miliki.
Gagasan menjadi “orang yang diperoleh” juga terkait dengan penebusan kita. Dalam Efesus 1:7 kita membaca: “Di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.” Ini berarti bahwa kita telah diselamatkan dari kuasa dosa dan penghukuman oleh kasih karunia Allah. Yesus membeli kita agar kita bisa dibebaskan dari belenggu dosa.
Ketika kita melihat salib, kita melihat harga yang sangat tinggi yang Tuhan bayarkan untuk kita. Roma 5:8 mengingatkan kita: “Tetapi Allah membuktikan kasih-Nya kepada kita dengan fakta bahwa ketika kita masih berdosa Kristus telah mati untuk kita.” Tuhan sangat mengasihi kita sehingga Dia rela mengorbankan Anak-Nya untuk menyelamatkan kita. Itulah kedalaman kasih-Nya bagi kita, umat yang dibeli-Nya.
Oleh karena itu, menjadi “orang yang diperoleh” adalah ungkapan kasih Tuhan yang luar biasa bagi kita. Kita berharga di mata-Nya, ditebus dengan harga darah Kristus. Realitas ini seharusnya mengisi kita dengan rasa syukur dan memotivasi kita untuk menjalani hidup yang menghargai pengorbanan yang telah dilakukan untuk kita. Sebagai umat yang diperoleh, kita dipanggil untuk mencerminkan kasih Allah kepada dunia di sekitar kita dengan membagikan kabar baik keselamatan yang Dia tawarkan kepada semua orang.
Dari Kegelapan ke Cahaya
Ketika kita membaca dalam 1 Petrus 2:9 tentang dipanggil “keluar dari kegelapan menuju terangnya yang ajaib,” kita sedang menyaksikan perjalanan rohani yang luar biasa. Ini seperti pergi dari ruangan gelap ke tempat yang penuh cahaya terang. Dalam konteks spiritual, “kegelapan” melambangkan berpaling dari Tuhan, hidup dalam dosa dan tidak mengetahui kebenaran. Tetapi “terang yang ajaib” adalah pengungkapan kasih Allah, kebenaran Injil yang menerangi hati kita dan membebaskan kita.
Alkitab sering berbicara tentang perubahan radikal ini. Dalam Efesus 5:8, kita membaca: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan; berjalan sebagai anak-anak terang.”Sebelum mengenal Kristus, kita berada dalam kegelapan rohani, tetapi melalui Dia kita telah dibawa ke dalam terang. Itu adalah transformasi yang membawa kita keluar dari kebutaan rohani dan memungkinkan kita untuk melihat kebenaran.
Perubahan ini dimungkinkan karena pengorbanan Yesus. Dalam Yohanes 8:12 , Yesus menyatakan, “Akulah terang dunia; siapa pun yang mengikuti saya tidak akan berjalan dalam kegelapan, tetapi akan memiliki terang kehidupan. Dia adalah terang yang menuntun kita keluar dari kegelapan dosa dan penghukuman. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menawarkan kepada kita kesempatan untuk mengalami transformasi rohani ini.
Bayangkan matahari terbit setelah malam yang gelap. Ini adalah gambaran spiritual dari kegelapan menuju terang. 2 Korintus 4:6 memberi tahu kita, “Sebab Allah, yang memerintahkan terang bersinar dari kegelapan, telah menyinari hati kita, untuk memberikan terang pengetahuan tentang kemuliaan Allah di hadapan Kristus.”Melalui Kristus kita diterangi dengan pengetahuan tentang kemuliaan Allah.
Perjalanan ini bukan hanya perubahan lingkungan spiritual, tetapi transformasi batin. Saat kita bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, terang Kristus menerangi area gelap kehidupan kita, menyingkapkan dosa dan perlunya pertobatan. Ini menuntun kita untuk hidup dengan cara yang memuliakan Tuhan, memantulkan terang-Nya kepada dunia di sekitar kita.
Oleh karena itu, melewati “keluar dari kegelapan menuju cahayanya yang menakjubkan” adalah perjalanan yang transformatif dan berkelanjutan. Itu adalah proses mengenal Tuhan, dibimbing oleh terang-Nya, dan menjalani kehidupan yang benar dan penuh kasih. Sebagai orang yang telah mengalami perubahan ini, kita dipanggil untuk membagikan terang Kristus kepada orang lain sehingga mereka juga dapat mengalami transformasi rohani yang luar biasa yang hanya dapat diberikan oleh Dia.
Perjalanan Transformasi: Dari Kegelapan ke Cahaya
Saat kita melihat 1 Petrus 2:9 dan melihat ungkapan “keluar dari kegelapan menuju terangnya yang ajaib,” kita dibawa dalam perjalanan rohani yang mengasyikkan. Ini seperti kita berada di terowongan gelap dan tiba-tiba cahaya terang mulai bersinar di ujungnya, membimbing kita keluar dari bayang-bayang.
Dalam Alkitab, “kegelapan” sering kali melambangkan ketidaktahuan, dosa, dan keterpisahan dari Tuhan. Sebelum kita mengenal Kristus, kita tersesat secara rohani, tidak memahami tujuan dan kebenaran hidup. Namun, melalui Yesus, kita diundang untuk memulai perjalanan transformasi, keluar dari kegelapan menuju terang pengetahuan Allah yang menakjubkan.
Perjalanan ini seperti diselamatkan dari kapal karam spiritual. Dalam Kolose 1:13-14 , Paulus menulis, “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan Anak-Nya yang terkasih, di mana kita memiliki penebusan, pengampunan dosa.” Pemindahan dari wilayah kegelapan ke kerajaan Allah ini adalah inti dari perjalanan kita.
Bayangkan perasaan melangkah keluar dari tempat gelap menuju sinar matahari. Ini adalah gambaran transformasi spiritual kita. Dalam Yohanes 12:46, Yesus berkata, “Aku datang ke dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku tidak tinggal dalam kegelapan.” Dia adalah terang yang menerangi jalan kita dan membimbing kita keluar dari kegelapan rohani.
Perjalanan itu membutuhkan pilihan aktif untuk mengikuti Kristus. Seperti yang dikatakan Mazmur 119:105 , “Firmanmu itu pelita bagi kakiku, dan terang bagi jalanku.” Firman Tuhan membimbing kita saat kita menjalani perjalanan ini. Saat kita membaca Alkitab, berdoa dan menaati Tuhan, terang rohani bersinar lebih terang dalam hidup kita, menghalau kegelapan.
Penting untuk dipahami bahwa perjalanan ini bukan hanya peristiwa satu kali, tetapi proses yang berkelanjutan. Filipi 1:6 meyakinkan kita, ”Aku yakin sepenuhnya, bahwa Dia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu akan meneruskannya sampai selesai sampai pada Hari Kristus Yesus.” Tuhan terus-menerus mengubah kita menjadi gambar-Nya, memimpin kita dari kegelapan menuju terang.
Saat kita bergerak maju dalam perjalanan ini, kita dipanggil untuk membagikan terang itu kepada orang lain. Yesus memberi tahu kita dalam Matius 5: 14-16 : “ Kamu adalah terang dunia… jadi biarlah terangmu bersinar di depan orang, sehingga mereka dapat melihat perbuatan baikmu dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Sebagai pembawa terang Kristus, kita memiliki tanggung jawab untuk menerangi jalan bagi mereka yang masih berada dalam kegelapan rohani.
Oleh karena itu, perjalanan transformasi, “dari kegelapan menuju terangnya yang mengagumkan”, merupakan perjalanan spiritual yang mengasyikkan. Ini adalah perjalanan penyelamatan, pilihan, pertumbuhan, dan berbagi. Saat kita mengikuti Kristus, kita membiarkan terang-Nya menerangi hidup kita dan memampukan kita untuk menyinari dunia di sekitar kita, menuntun mereka pada pengetahuan tentang kebenaran dan keselamatan.
Menjalani Hidup yang Bermakna sebagai Orang Pilihan
Ketika 1 Petrus 2:9 menyebut kita sebagai “angkatan pilihan”, “imamat rajani”, “bangsa yang kudus”, dan “umat yang istimewa”, kita diundang untuk merangkul identitas unik dan hidup bermakna. Disebut “umat pilihan” bukan sekedar gelar, melainkan panggilan untuk hidup sesuai dengan tujuan Tuhan. Itu mengingatkan kita bahwa Tuhan memilih kita karena suatu alasan, bukan hanya untuk kepuasan kita sendiri.
Hidup kita tidak disengaja, tetapi bertujuan. Dalam Efesus 2:10 , kita diberitahu, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya, agar kita dapat hidup di dalamnya.” Tuhan memiliki rencana khusus untuk kita masing-masing, rencana yang berkontribusi pada kerajaan-Nya dan mengungkapkan kasih-Nya kepada dunia.
Menjalani kehidupan yang bermakna sebagai umat pilihan melibatkan pencerminan kasih Allah dalam tindakan kita sehari-hari. Dalam Yohanes 13:34-35 , Yesus mengajar kita: “Aku memberikan perintah baru kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian juga kamu saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan mengetahui bahwa kamu adalah murid-muridku, jika kamu saling mengasihi.” Cinta kita satu sama lain adalah cara yang ampuh untuk menunjukkan kasih Tuhan kepada dunia.
Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Dalam Matius 5:13-16 , Yesus berkata, “Kamu adalah garam dunia. Tetapi jika garam kehilangan rasanya, bagaimana cara mengembalikannya? Tidak ada gunanya kecuali dibuang dan diinjak-injak orang. “Kamu adalah terang dunia. Kota yang dibangun di atas bukit tidak bisa disembunyikan. Juga, tidak ada yang menyalakan lampu dan meletakkannya di bawah mangkuk. Sebaliknya, ia meletakkannya di tempat yang tepat, dan dengan demikian menerangi semua orang yang ada di dalam rumah itu. Biarlah terangmu bersinar di hadapan manusia, sehingga mereka dapat melihat perbuatan baikmu, dan memuliakan Bapamu yang di surga. ” Sama seperti garam memberi rasa dan terang memberi terang, kita harus memberi pengaruh positif pada dunia kita dengan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Selain itu, menjalani kehidupan yang bermakna sebagai umat pilihan berarti membagikan Injil. Yesus memberi kita Amanat Agung dalam Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku… ajarlah mereka untuk melakukan semua yang telah Aku perintahkan kepadamu.” Ini bukan hanya untuk pendeta atau misionaris, tetapi untuk kita masing-masing. Setiap percakapan dan tindakan bisa menjadi kesempatan untuk berbagi kasih Tuhan.
Menjalani kehidupan yang bermakna sebagai umat pilihan adalah komitmen yang berkelanjutan. Itu berarti memperhatikan kebutuhan orang lain, menunjukkan kasih sayang, rendah hati dan bekerja untuk keadilan. Ketika kita hidup dengan cara ini, kita mencerminkan sifat Allah dan memenuhi tujuan kita dipanggil.
Oleh karena itu, menjadi orang pilihan bukan sekedar kehormatan, melainkan panggilan untuk menjalani hidup yang membuat perbedaan. Ketika kita mengasihi, melayani, dan membagikan pesan Kristus, kita menjalani identitas sejati kita. Semoga kita masing-masing menerima panggilan ini dan, melalui hidup kita, menyebarkan terang dan kasih Allah kepada dunia yang sangat membutuhkannya.
Kesimpulan
Saat kita menelusuri 1 Petrus 2:9 dan mengungkap kebenaran mendalam yang terkandung di dalamnya, kita diingatkan akan identitas kita sebagai umat pilihan Allah. Kami adalah “generasi terpilih”, “imamat kerajaan”, “bangsa suci” dan “orang yang diperoleh”. Kata-kata ini tidak hanya menggambarkan siapa diri kita, tetapi juga mengajak kita untuk hidup sepenuhnya sebagai anak-anak Tuhan.
Perjalanan transformatif kita, “keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib,” adalah bukti kasih penebusan Allah. Kasih itu menyelamatkan kita dari kuasa dosa dan maut, memungkinkan kita menjalani kehidupan yang berkelimpahan di dalam Kristus. Yohanes 10:10 mengingatkan kita: “Aku datang agar mereka memiliki hidup dan memilikinya dengan lebih berkelimpahan.” Sebagai umat pilihan, hidup kita harus mencerminkan kelimpahan ini, hidup sesuai dengan prinsip dan nilai Kerajaan Allah.
Selain itu, sebagai “imamat rajani”, kita dipanggil untuk memiliki keintiman yang mendalam dengan Allah. Melalui Yesus, kita memiliki akses langsung kepada Bapa, mampu mendekati-Nya dalam doa dan persekutuan. Ibrani 7:25 meyakinkan kita, “Oleh karena itu, dia dapat menyelamatkan orang-orang yang mendekat kepada Allah melalui dia, karena dia selalu hidup untuk menjadi perantara bagi mereka.” Ini berarti bahwa kita memiliki Perantara yang selalu menjadi perantara bagi kita, memungkinkan kita untuk memiliki hubungan yang terus-menerus dengan Tuhan.
Menjadi “bangsa yang kudus” berarti hidup dalam kekudusan dan pengabdian. Kekudusan ini bukanlah kewajiban yang memberatkan, melainkan ajakan untuk merasakan nikmatnya hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. 1 Tesalonika 4:3 menasihati kita, “Sebab inilah kehendak Allah, pengudusanmu.” Melalui karya Roh Kudus di dalam kita, kita dapat bertumbuh dalam kekudusan dan memuliakan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan.
Dan sebagai “orang yang diperoleh”, kita dipanggil untuk hidup sebagai saksi hidup dari cinta Tuhan. Matius 5:16 mengingatkan kita, “Biarlah terangmu bersinar di depan manusia, agar mereka melihat perbuatan baikmu dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Hidup kita harus mengarah kepada Tuhan, menginspirasi orang lain untuk mengetahui kasih transformasi yang sama seperti yang kita alami.
Oleh karena itu, sebagai umat pilihan Tuhan, kita memiliki panggilan yang mulia dan tanggung jawab yang luar biasa. Hidup kita hendaknya mencerminkan gambar Kristus, menunjukkan kasih-Nya, dan membagikan pesan Injil. Semoga kita sepenuhnya merangkul identitas ini dan hidup sesuai dengan tujuan ilahi bagi kita. Semoga setiap tindakan, perkataan dan pikiran menjadi ungkapan kasih dan rahmat yang kita terima, memuliakan Tuhan dan mencerahkan dunia di sekitar kita.