1 Yohanes 3:1 – Lihatlah kasih yang dianugerahkan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah
Alkitab adalah Firman Allah yang mengungkapkan kepada kita kasih-Nya yang tak bersyarat dan kasih karunia-Nya yang tak terbatas. Itu berisi bagian-bagian yang kuat yang mengundang kita untuk merenungkan kasih Tuhan bagi kita, anak-anak-Nya. Salah satu perikop yang meneguhkan ditemukan dalam 1 Yohanes 3:1 : “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah. Itu sebabnya dunia tidak mengenal kita; karena kamu tidak mengenalnya.” Dalam pendalaman Alkitab ini, kita akan melihat secara mendalam arti dari ayat ini dan bagaimana kita dapat mengalami manifestasi kasih Tuhan dalam hidup kita.
Wahyu Kasih Allah
Rasul Yohanes, penulis surat ini, mengajak para pembaca untuk merenungkan “kasih yang besar” yang telah dianugerahkan Bapa kepada mereka. Ungkapan ini beresonansi dengan pesan mendalam bahwa kasih Allah sangat besar dan tak tertandingi. Allah mengasihi kita melampaui semua ukuran manusia, dan Dia menunjukkan kasih itu kepada kita melalui pengurbanan Putra-Nya, Yesus Kristus. Dia mengutus Yesus ke dunia untuk menebus umat manusia, mendamaikan kita dengan-Nya dan mengadopsi kita sebagai anak-anak-Nya.
(Yohanes 3:16-17) – “Karena Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia memberikan Putra tunggal-Nya, sehingga siapa pun yang percaya kepadanya tidak binasa tetapi memiliki hidup yang kekal. Karena Tuhan mengutus Putranya ke dunia, bukan untuk mengutuk dunia, tetapi agar dunia dapat diselamatkan melalui dia.
Ayat di atas adalah pernyataan mendasar dari pesan Injil Kristen. Itu menggambarkan kasih Tuhan bagi umat manusia dan rencana keselamatan Tuhan. Menurut perikop itu, Allah mengutus Putra-Nya Yesus Kristus ke dunia sebagai tindakan kasih tertinggi. Yesus datang untuk tujuan menebus umat manusia, mendamaikan mereka dengan Allah dan memungkinkan adopsi semua orang yang percaya kepada-Nya sebagai anak-anak-Nya.
Bagian pertama dari ayat ini menggarisbawahi kasih Allah yang tak bersyarat bagi umat manusia. Dia begitu mencintai dunia sehingga Dia rela memberikan Putra Tunggal-Nya untuk menyelamatkan mereka yang percaya kepada-Nya. Persembahan Yesus adalah pemberian yang murah hati dan ekspresi tertinggi dari kasih ilahi.
Bagian kedua dari ayat ini menekankan tujuan kedatangan Yesus. Dia tidak dikirim ke dunia untuk mengutuknya, tetapi untuk menyelamatkan umat manusia. Rencana Tuhan adalah memberikan solusi untuk masalah dosa dan pemisahan antara Tuhan dan manusia. Melalui iman kepada Yesus Kristus, orang dapat menemukan rekonsiliasi dengan Allah dan janji kehidupan kekal.
Pengungkapan kasih Allah ini merupakan undangan untuk mengetahui sifat-Nya yang penuh kasih dan belas kasihan. Kita dipanggil untuk memahami dan menerima bahwa kita dikasihi oleh Tuhan dengan cara yang melampaui pemahaman kita. Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa kita telah disebut sebagai anak-anak Allah, sebuah identitas yang menghubungkan kita secara langsung dengan Bapa surgawi kita. Itu memisahkan kita dari dunia dan mengingatkan kita bahwa sebagai anak-anak Allah kita harus hidup sesuai dengan prinsip dan nilai Kerajaan.
Implikasi Yang Mendalam dari Kasih Allah
Kasih Tuhan bagi kita memiliki implikasi yang mendalam dan mengubah hidup. Ketika kita menerima kebenaran ini dan mengakui fakta bahwa kita adalah anak-anak terkasih Allah, itu secara radikal mengubah cara kita melihat diri kita sendiri dan cara kita melihat orang lain. Itu adalah cinta yang memungkinkan kita untuk mencintai tanpa syarat dan pengorbanan.
Cinta ini juga memberi kita keamanan yang tak tergoyahkan. Ketika kita menghadapi tantangan dan pencobaan, kita dapat menemukan penghiburan dan harapan dalam pengetahuan bahwa kita dikasihi dan diperhatikan oleh Bapa surgawi kita. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari cinta itu, seperti yang kita yakini dalam Roma 8:38-39: “Sebab aku yakin, bahwa baik kematian, maupun kehidupan, maupun malaikat, maupun pemerintah, maupun penguasa, maupun hal-hal yang ada, maupun hal-hal yang tidak tinggi. atau kedalaman maupun makhluk lain mana pun tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Kesalahpahaman Dunia
Ayat yang diteliti menyebutkan bahwa dunia tidak mengenal kita karena tidak mengenal Tuhan. Mereka yang tidak mengenal Allah dan karya penebusan-Nya di dalam Kristus mengalami kesulitan memahami dan mengenali realitas kasih ilahi yang dinyatakan dalam diri kita. Kesalahpahaman ini dapat menyebabkan penganiayaan dan penolakan oleh mereka yang tidak memiliki keyakinan yang sama.
Namun, sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak boleh terkejut atau putus asa dengan penolakan dunia. Yesus berkata dalam Yohanes 15:18-19, “Jika dunia membencimu, ketahuilah bahwa ia telah membenci Aku sebelum ia membencimu. Jika kamu berasal dari dunia, maka dunia akan mengasihi dirinya sendiri, tetapi karena kamu bukan dari dunia, tetapi Aku memilih kamu dari dunia, itulah sebabnya dunia membenci kamu.” Identitas kita sebagai anak Tuhan memisahkan kita dari sistem nilai dunia, dan hal ini tentu saja dapat menimbulkan konflik. Namun, kita dijanjikan kehadiran dan kasih Tuhan untuk menguatkan dan membimbing kita melalui kesulitan.
Pengalaman Kasih Allah
Bagaimana kita dapat sepenuhnya mengalami kasih Allah dalam kehidupan kita sehari-hari? Jawabannya terletak pada berpaling kepada Tuhan, mencari hubungan yang intim dengan-Nya, dan membiarkan kasih-Nya mengubah kita. Sangat penting untuk memupuk kehidupan persekutuan dengan Tuhan melalui doa, membaca Alkitab dan berbagi komunitas.
Selain itu, kita harus mengungkapkan kasih Allah dalam interaksi kita dengan orang lain. Yesus mengajarkan kepada kita perintah terbesar dalam Matius 22:37-39: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Ini adalah perintah pertama dan besar. Dan yang kedua, serupa dengan ini, adalah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kasih Tuhan di dalam diri kita terwujud ketika kita mencintai Tuhan dengan segenap keberadaan kita dan ketika kita mencintai sesama kita seperti diri kita sendiri.
Harapan Kemuliaan Masa Depan
Ayat terakhir dari pelajaran Alkitab membawa harapan bagi masa depan anak-anak Allah: “Saudaraku, sekarang kita adalah anak-anak Allah, dan akan menjadi apa kita belum terungkap. Tapi kami tahu bahwa saat dia muncul, kami akan menjadi seperti dia; karena sebagaimana adanya kita akan melihatnya.” (1 Yohanes 3:2). Janji ini mengarahkan kita pada pengharapan akan pemuliaan di masa depan, ketika kita akan diubah secara keseluruhan menjadi seperti Kristus.
Pengharapan ini menguatkan kita melewati pergumulan dan kesengsaraan hidup ini. Kita tahu bahwa meskipun kita belum mencapai kepenuhan akan menjadi apa kita nantinya, proses pengudusan terus berlanjut di dalam diri kita. Roma 8:29 mengingatkan kita, “Sebab mereka yang telah ditentukan-Nya dari semula juga telah ditentukan-Nya untuk menjadi serupa dengan gambar Putra-Nya, agar Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Pekerjaan Allah di dalam kita bersifat progresif, dan kita dapat yakin bahwa Dia sedang membentuk kita menjadi serupa dengan gambar Kristus sehingga kita dapat mencerminkan kasih-Nya kepada dunia.
Kesimpulan
Ayat 1 Yohanes 3:1 mengajak kita untuk merenungkan besarnya kasih Allah bagi kita dengan memanggil kita anak-anak-Nya. Cinta ini tak tertandingi, dalam dan transformatif. Kita harus hidup sesuai dengan identitas kita sebagai anak-anak Allah, menyatakan kasih itu kepada dunia dan menemukan keamanan dan harapan dalam hubungan kita dengan Bapa surgawi kita.
Pengalaman kita akan kasih Allah adalah proses yang berkelanjutan saat kita berpaling kepada-Nya, mencari persekutuan yang intim, dan membiarkan kasih-Nya mengubah kita. Dan pada akhirnya, kami menantikan pemuliaan di masa depan dengan harapan, ketika kami akan menjadi seperti Kristus dalam kepenuhan-Nya.
Semoga kita terinspirasi dan didorong oleh kasih Allah dalam hidup kita dan semoga kita termotivasi untuk membagikan kasih itu kepada dunia di sekitar kita.
Share this article
Written by : Ministério Veredas Do IDE
Latest articles
Oktober 10, 2024