Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Wahyu 11:18

Published On: 28 de September de 2023Categories: Pelajaran Alkitab

Dalam pembelajaran Alkitab ini, kita akan memulai perjalanan spiritual dan ekologi, mengeksplorasi topik perubahan iklim, pemanasan global dan tanggung jawab kita sebagai umat Kristiani dalam merawat ciptaan Tuhan. Ketika dunia menghadapi tantangan lingkungan hidup yang semakin meningkat, penting bagi kita untuk mengacu pada Kitab Suci sebagai panduan, harapan, dan arahan.

Sejak awal Alkitab, kita disuguhkan dengan narasi besar penciptaan, di mana Tuhan membentuk dunia dan segala isinya. Narasi ini menjadi landasan bagi pemahaman kita tentang Bumi sebagai anugerah ilahi, yang dipercayakan kepada kita sebagai pengelola yang bertanggung jawab. Namun, ketika kita menyaksikan dampak pemanasan global dan perubahan iklim, penting bagi kita untuk mempertimbangkan peran kita dalam melestarikan karunia ilahi ini.

Dalam pelajaran ini, kita akan mengkaji ayat-ayat Alkitab, seperti Wahyu 11:18, yang memberi kita wawasan kenabian dan panggilan untuk merenungkan tindakan kita dan keadaan lingkungan. Kita akan membahas dampak kehancuran bumi, baik bagi planet ini maupun bagi sesama manusia, dan bagaimana tanggung jawab ekologis secara intrinsik terkait dengan iman Kristen kita.

Selain itu, kita akan menelusuri janji ciptaan baru, yang memberi kita harapan dan gambaran sekilas tentang masa depan pemulihan yang Allah sediakan. Kita akan mengakhirinya dengan merenungkan tanggung jawab individu dan kolektif yang kita semua miliki, serta seruan untuk bertindak dan memulihkan yang disampaikan Alkitab kepada kita.

Dalam studi ini, kami berupaya memperkuat pemahaman kami tentang tanggung jawab Kristiani dalam merawat ciptaan dan menginspirasi kami untuk bertindak dalam kasih dan tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan untuk generasi mendatang. Semoga kita, sebagai pengikut Kristus, menjadi terang di dunia, memberikan kesaksian melalui tindakan dan pilihan kita akan pentingnya kepedulian terhadap ciptaan Tuhan.

Ciptaan Tuhan dan Tanggung Jawab Manusia: Misi Ekologis Kita

Sejak awal, Alkitab memberi tahu kita narasi besar tentang penciptaan. Dalam Kejadian 1:1 , kita dihadapkan pada kata-kata yang penuh kuasa: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kata-kata pembuka ini meletakkan dasar bagi pemahaman kita tentang Bumi sebagai anugerah ilahi, ciptaan luar biasa yang dipercayakan kepada kita. Namun, kepercayaan ilahi ini bukanlah sebuah cek kosong; Ini adalah tanggung jawab yang sangat besar.

Tuhan sendiri, dengan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, membentuk setiap detail planet kita. Dia menciptakan lautan, membentuk gunung-gunung yang megah, dan memberikan kehidupan kepada makhluk yang paling beragam. Semua ini dinyatakan Allah “sangat baik” (Kejadian 1:31). Setiap unsur alam dirancang dengan tujuan yang sempurna, selaras dan seimbang, mencerminkan keagungan Sang Pencipta.

Tanggung jawab kita, yang diberikan oleh Tuhan sendiri, jelas dan tidak dapat disangkal. Kejadian 2:15 menasihati kita: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di taman Eden untuk mengolah dan memeliharanya.” Ini adalah referensi pertama mengenai tanggung jawab ekologis manusia. Kita dipanggil untuk menjadi “penggarap” Bumi, untuk merawatnya dengan dedikasi yang sama seperti seorang tukang kebun memelihara kebunnya.

Namun, bagian kedua dari tugas ini sering kali diabaikan. Kita dipanggil tidak hanya untuk mengolah bumi, tetapi juga untuk “menjaganya”. “Penjagaan” ini menyiratkan perlindungan aktif terhadap segala kerusakan atau ancaman yang mungkin menimpa ciptaan Tuhan. Hal ini merupakan panggilan untuk melestarikan dan menjaga keutuhan lingkungan hidup yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita.

Meskipun tanggung jawab kita jelas, sejarah menunjukkan bahwa kita sering gagal memenuhi peran kita sebagai pengelola ciptaan ilahi. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan konsekuensi langsung dari tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam secara tidak lestari dan tanpa ampun mencemari lingkungan.

Namun, Alkitab, dalam kebijaksanaannya yang abadi, juga menawarkan jalan pengharapan. Dalam Roma 8:19-21 kita membaca: “Sebab dengan penuh pengharapan seluruh makhluk menantikan kedatangan anak-anak Allah. Sebab ciptaan telah mengalami kesia-siaan, bukan atas kemauannya sendiri, melainkan karena Dia yang menundukkannya, dengan harapan bahwa ciptaan itu sendiri akan terbebas dari belenggu kerusakan menuju kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.”

Ayat ini meyakinkan kita bahwa bahkan di tengah tantangan ekologi yang kita hadapi, masih ada harapan. Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk bertindak selaras dengan ciptaan guna memulihkan keindahan dan keseimbangan aslinya. Memenuhi misi ekologis kita bukan hanya sebuah kewajiban, namun sebuah demonstrasi kasih terhadap Tuhan, sesama kita dan seluruh lingkungan yang telah Dia berikan dengan murah hati kepada kita.

Tanda-Tanda Alam dan Panggilan Refleksi: Gema Wahyu Ilahi

Mencermati ciptaan adalah seperti membuka-buka halaman buku ilahi, yang ditulis oleh tangan Tuhan yang tidak terlihat. Alam, dengan keanekaragaman dan kompleksitasnya yang luar biasa, menyingkapkan keagungan Sang Pencipta dengan cara yang tak tertandingi. Sebagaimana disebutkan dalam Roma 1:20 , “Atribut-atribut Allah yang tidak terlihat, kuasa kekal dan keilahian-Nya, telah terlihat dengan jelas sejak penciptaan dunia dan dirasakan melalui ciptaan.” Dengan demikian, setiap unsur alam merupakan cerminan karakter Tuhan dan kesaksian kebesaran-Nya.

Namun, era modern kita ditandai dengan tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada ekosistem di sekitar kita. Pemanasan global dan perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata bumi, mempengaruhi pola cuaca, mencairnya gletser dan memicu kejadian cuaca ekstrim. Ini adalah tanda-tanda nyata dan tak terbantahkan dari pengaruh kita yang merusak terhadap lingkungan.

Tanda-tanda ini bukan hanya merupakan peringatan bagi komunitas ilmiah, namun juga merupakan gema dari panggilan Tuhan untuk merefleksikan peran kita di Bumi. Saat kita menyaksikan perubahan iklim terjadi di depan mata kita, kita harus bertanya pada diri sendiri tentang dampak tindakan dan keputusan kita terhadap planet ini. Dalam Yakobus 1:23-24 , kita menemukan sebuah analogi yang mengingatkan kita akan pentingnya refleksi: “Sebab siapa pun yang mendengar firman dan tidak melakukan, ia sama seperti orang yang memandang muka aslinya di cermin. ; karena dia merenungkan dirinya sendiri, tetapi ketika dia pergi, dia segera lupa bagaimana rasanya.”

Sama seperti seseorang yang bercermin perlu merenungkan penampilannya dan melakukan perubahan yang diperlukan, kita juga harus merenungkan apa yang kita lihat terjadi pada lingkungan dan mengambil tindakan untuk melestarikannya. Ini bukan sekadar tanggung jawab, namun merupakan demonstrasi praktis kasih kita kepada Tuhan dan sesama.

Oleh karena itu, ketika kita merenungkan tanda-tanda dan dampak perubahan iklim yang nyata dari alam, kita ditantang untuk melihat ke dalam diri kita sendiri dan memeriksa tindakan kita. Seruan untuk melakukan refleksi, pada saat yang sama, merupakan seruan untuk bertindak. Kita harus bertindak selaras dengan ciptaan, sebagai pengelola yang setia atas apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita. Saat kita peduli terhadap Bumi, kita mengungkapkan kasih kita kepada Tuhan dan menunjukkan komitmen kita terhadap masa depan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Wahyu 11:18 – Visi Nubuat: Penghakiman dan Tanggung Jawab Ekologis

Inti dari kitab Wahyu adalah visi kenabian yang menyoroti permasalahan ekologi yang kita hadapi saat ini. Wahyu 11:18 menyatakan: “Bangsa-bangsa menjadi marah; kemarahanmu telah datang. Waktunya telah tiba bagimu untuk menghakimi orang mati dan memberi pahala kepada hamba-hambamu, para nabi, orang-orang sucimu, dan orang-orang yang takut akan nama-Mu, baik kecil maupun besar, dan untuk membinasakan mereka yang merusak bumi.” Bagian ini adalah nubuatan yang kuat yang berisi pesan-pesan penting bagi pemahaman kita tentang perubahan iklim dan tanggung jawab ekologis kita.

Ayat ini dimulai dengan menyebutkan bahwa “bangsa-bangsa marah” dan “murkamu telah tiba.” Hal ini mengingatkan kita bahwa tindakan dan pilihan kita memiliki konsekuensi, tidak hanya pada tingkat pribadi, namun juga pada tingkat global. Ketika kita mengabaikan ciptaan Tuhan dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan, kita memicu siklus kehancuran yang tidak hanya berdampak pada planet ini, namun juga masa depan generasi mendatang.

Referensi pahala hamba Tuhan dan kehancuran orang yang merusak bumi menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan menghargai orang-orang yang peduli terhadap ciptaan-Nya. Ini merupakan indikasi jelas bahwa tanggung jawab ekologis merupakan bagian penting dari iman kita dan hubungan kita dengan Tuhan. Ketika kita melestarikan dan melindungi lingkungan, kita mematuhi perintah ilahi dan berkontribusi terhadap pemulihan dan keadilan.

Lebih jauh lagi, penglihatan kenabian dalam Wahyu 11:18 juga menunjuk pada tema penghakiman. Tuhan dihadirkan sebagai hakim tertinggi yang akan menilai tindakan kita, termasuk cara kita memperlakukan bumi. Hal ini mengingatkan kita bahwa tanggung jawab ekologis kita bukan sekedar persoalan moral, namun juga persoalan spiritual. Saat kita menghadapi tantangan perubahan iklim, kita harus ingat bahwa kita akan bertanggung jawab kepada Tuhan atas tindakan dan kelalaian kita.

Ringkasnya, Wahyu 11:18 memberi kita visi kenabian yang kuat yang mengingatkan kita akan pentingnya tanggung jawab ekologis dalam hubungan kita dengan Tuhan dan dunia. Kita harus bertindak sebagai pelayan setia ciptaan Tuhan, berupaya melestarikan dan melindungi Bumi untuk generasi mendatang. Saat kita menghadapi kenyataan perubahan iklim, kita bisa terhibur dengan janji bahwa Tuhan akan memberikan pahala bagi mereka yang peduli terhadap ciptaan-Nya dan bahwa suatu hari nanti akan ada keadilan bagi mereka yang merusaknya.

Kehancuran Bumi dan Akibat-akibatnya: Peringatan Hati Nurani

Alkitab, di seluruh halamannya, memberi kita banyak ayat yang memperingatkan kita tentang konsekuensi tindakan kita. Tema kehancuran bumi dan dampaknya tidak luput dari perhatian para dewa. Dalam Wahyu 11:18, kita dihadapkan pada peringatan bahwa Allah akan “membinasakan mereka yang membinasakan bumi.” Ini adalah pengingat yang sungguh-sungguh bahwa tindakan kita memiliki dampak yang melampaui pemahaman kita.

Ketika kita melihat perubahan iklim dan pemanasan global, kita melihat sebuah skenario yang berhubungan langsung dengan aktivitas manusia. Maraknya pembakaran bahan bakar fosil, degradasi ekosistem dan pemborosan sumber daya alam telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kerusakan lingkungan. Bumi, yang Tuhan sebut “sangat baik”, sedang menderita akibat eksploitasi yang berlebihan.

Implikasi dari hal ini tidak hanya terbatas pada alam saja. Perubahan iklim secara langsung berdampak pada komunitas paling rentan di seluruh dunia. Kekeringan, banjir, angin topan dan kelangkaan sumber daya alam merupakan fenomena yang mempunyai dampak yang tidak proporsional terhadap kelompok masyarakat termiskin dan paling rentan. Dalam Matius 25:40 , Yesus mengajarkan kita bahwa “apa yang kamu lakukan terhadap salah satu dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu juga telah melakukannya terhadap Aku” . Oleh karena itu, mengabaikan konsekuensi ekologis dari tindakan kita berarti mengabaikan penderitaan sesama manusia dan, lebih jauh lagi, mengabaikan tanggung jawab Kristen kita.

Namun, Alkitab juga memberi kita harapan. Dalam 2 Tawarikh 7:14 , Tuhan berkata kepada kita, “Jika umat-Ku, yang dipanggil dengan nama-Ku, mau merendahkan diri dan berdoa serta mencari wajah-Ku dan berbalik dari jalan mereka yang jahat, maka Aku akan mendengar dari surga dan akan mengampuni dosa mereka. .dan Aku akan memulihkan negerimu.” Bagian ini menunjukkan kepada kita bahwa meskipun kita menghadapi konsekuensi destruktif dari tindakan kita, masih ada janji kesembuhan dan pemulihan. Tuhan bersedia mengampuni dan memulihkan, namun hal ini membutuhkan pertobatan dan tindakan.

Oleh karena itu, dalam menghadapi kehancuran bumi dan dampaknya, kita diajak untuk melakukan refleksi mendalam. Kita harus menyadari peran kita dalam melestarikan lingkungan dan memajukan keadilan dan kesetaraan. Tanggung jawab kita bukan hanya persoalan lingkungan hidup, namun juga persoalan moral dan spiritual. Kita harus bertindak dengan cinta terhadap sesama dan menghormati ciptaan Tuhan, berupaya menyembuhkan Bumi dan memulihkan segala sesuatu. Semoga kita menjadi agen transformasi, berupaya membalikkan kerusakan yang ditimbulkan dan memenuhi panggilan kita sebagai penjaga Bumi yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita.

Seruan untuk Bertindak dan Restorasi: Tanggung Jawab Kita sebagai Agen Perubahan Ekologis

Menghadapi krisis lingkungan hidup yang kita hadapi, Alkitab tidak hanya memperingatkan kita tentang konsekuensi dari tindakan kita, namun juga mengajak kita untuk bertindak dan melakukan pemulihan. Di tengah perubahan iklim dan pemanasan global, Firman Tuhan mengajak kita untuk menjadi agen perubahan dan berkontribusi dalam penyembuhan bumi dan pemulihan ciptaan.

Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk mengikuti teladan Yesus, yang menunjukkan kasih dan kepedulian terhadap manusia dan ciptaan Tuhan. Alkitab mengajarkan kita bahwa kita harus mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (Matius 22:39) dan memperhatikan mereka yang membutuhkan (Galatia 6:2). Hal ini termasuk kepedulian terhadap Bumi, yang merupakan rumah bagi banyak orang yang terkena dampak buruk perubahan iklim dan degradasi lingkungan.

Tindakan merupakan hal mendasar dalam restorasi. Hal ini mencakup pengambilan langkah-langkah praktis untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan. Kita dapat membuat pilihan secara sadar, seperti mengurangi konsumsi sumber daya, mendaur ulang, mendukung sumber energi berkelanjutan, dan mendukung kebijakan yang melindungi lingkungan. Selain itu, kita dapat mendidik diri kita sendiri dan orang lain tentang isu-isu ekologi dan dampaknya terhadap masyarakat di seluruh dunia.

Restorasi bukan hanya tugas individu, tapi juga tugas kolektif. Kita harus bekerja sama sebagai komunitas global untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan pemanasan global. Hal ini melibatkan dukungan organisasi dan inisiatif yang berdedikasi untuk melestarikan lingkungan dan mempromosikan praktik berkelanjutan.

Saat kita bertindak selaras dengan ciptaan Tuhan, kita memenuhi peran kita sebagai pengelola yang setia dan menunjukkan kasih kita kepada-Nya dan sesama kita. Memulihkan Bumi adalah ekspresi nyata dari keyakinan kami dan kontribusi terhadap masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi generasi mendatang. Semoga kita termotivasi oleh panggilan untuk bertindak dan memulihkan yang diberikan Alkitab kepada kita dan bekerja tanpa kenal lelah untuk melestarikan dan melindungi anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita.

Tanggung Jawab Individu dan Kolektif: Persatuan demi Kebaikan Bumi

Saat kita mendekati isu perubahan iklim dan pemanasan global berdasarkan Alkitab, penting untuk menyadari tanggung jawab individu dan kolektif yang kita semua miliki. Tanggung jawab ekologis bukanlah sebuah beban yang hanya dipikul oleh segelintir orang saja, melainkan sebuah panggilan yang kita emban bersama sebagai anak-anak Allah.

Secara individu, masing-masing dari kita mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan yang berdampak langsung terhadap lingkungan. Perubahan kecil dalam rutinitas sehari-hari, seperti mengurangi konsumsi plastik, menghemat energi dan air, serta menerapkan praktik daur ulang, dapat membawa perbedaan besar. Alkitab mengingatkan kita dalam Galatia 6:5 bahwa “setiap orang akan menanggung bebannya sendiri.” Ini berarti kita secara pribadi bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan kita.

Selain itu, sebagai individu, kita memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menginspirasi orang lain. Dengan hidup sadar lingkungan dan berbagi pilihan dan praktik berkelanjutan dengan orang lain, kita dapat mendorong perubahan positif dalam komunitas dan keluarga kita.

Namun, tanggung jawab ekologis tidak terbatas pada individu saja. Hal ini juga merupakan tanggung jawab kolektif yang melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Kita harus mendesak para pemimpin kita untuk mengadopsi kebijakan yang melindungi lingkungan dan mendorong praktik berkelanjutan. Dunia usaha juga mempunyai peran penting dalam menerapkan praktik-praktik yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam operasi mereka.

Alkitab mengajarkan kita dalam Matius 18:19-20 bahwa “di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situlah Aku berada di antara mereka.” Hal ini menyoroti kekuatan komunitas dan persatuan dalam nama Tuhan. Ketika kita bersatu untuk melestarikan Bumi, upaya kolektif kita dapat memberikan dampak yang signifikan. Kita dapat berpartisipasi dalam proyek konservasi, mendukung organisasi lingkungan hidup dan bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Tanggung jawab individu dan kolektif tidak dapat dipisahkan satu sama lain; saling bergantung. Ketika masing-masing dari kita mengambil tanggung jawab atas tindakan kita dan memberikan pengaruh positif kepada orang-orang di sekitar kita, kita memperkuat tanggung jawab kolektif untuk melindungi ciptaan Tuhan. Bersama-sama, sebagai komunitas agama global, kita dapat menjadi kekuatan yang kuat untuk melestarikan lingkungan dan mendorong dunia yang lebih berkelanjutan. Semoga kita memikul tanggung jawab ini dengan kerendahan hati dan tekad, mengakui bahwa kita adalah rekan penjaga Bumi yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita.

Janji Ciptaan Baru: Harapan Melampaui Perubahan Iklim

Saat kita menyelidiki dampak perubahan iklim dan pemanasan global dari sudut pandang Alkitab, penting bagi kita untuk berpegang teguh pada janji ciptaan baru. Firman Tuhan memberi kita visi harapan dan pemulihan yang melampaui kesulitan lingkungan yang kita hadapi.

Kitab Wahyu, yang telah kami sebutkan sebelumnya, tidak hanya memperingatkan kita tentang konsekuensi dari tindakan kita, namun juga mengungkapkan kepada kita janji akan ciptaan baru. Wahyu 21:1 memberitahu kita: “ Aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, karena langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu dan laut pun tidak ada lagi.” Penglihatan ini menjadi pengingat bahwa pada akhirnya Tuhan akan menjadikan segala sesuatu baru.

Janji akan ciptaan baru ini merupakan sumber harapan yang tak tergoyahkan. Ia meyakinkan kita bahwa meskipun ada tantangan perubahan iklim dan dampak pemanasan global, masih ada masa depan yang penuh pembaharuan dan pemulihan. Ciptaan baru tidak akan dinodai oleh dosa atau kerusakan lingkungan; itu akan menjadi tempat dengan keindahan dan keselarasan yang sempurna, di mana ciptaan akan memuliakan Tuhan dalam kepenuhannya.

Harapan ini tidak memberi wewenang kepada kita untuk mengabaikan tanggung jawab ekologis kita terhadap bumi saat ini. Sebaliknya, hal ini mengilhami kita untuk bertindak dengan ketekunan dan tekad yang lebih besar. Kami tahu bahwa ciptaan Tuhan patut untuk dijaga dan dihormati, dan komitmen kami untuk melestarikannya merupakan wujud nyata kecintaan kami kepada Tuhan.

Saat kita menghadapi tantangan perubahan iklim dan pemanasan global, kita dapat menemukan kenyamanan dalam janji ciptaan baru. Kita tahu bahwa meskipun keadaan saat ini mungkin sulit, Tuhan memegang kendali dan, pada akhirnya, pemulihan akan terjadi. Janji ini mendorong kita untuk terus bertindak demi lingkungan, bahkan ketika hambatan tampaknya tidak dapat diatasi.

Oleh karena itu, sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk menjaga keseimbangan antara harapan pada ciptaan baru dan tanggung jawab terhadap ciptaan saat ini. Kita harus bertindak sebagai pengelola Bumi yang setia yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita, merawat ciptaan saat ini sambil menantikan pemulihan masa depan yang Tuhan janjikan. Semoga iman kita pada janji ciptaan baru mengilhami kita untuk menjadi agen perubahan dan bekerja tanpa kenal lelah untuk melestarikan lingkungan, selalu percaya bahwa Tuhan adalah pencipta pemulihan akhir segala sesuatu.

Kesimpulan

Saat kita mengakhiri pelajaran Alkitab tentang perubahan iklim, pemanasan global dan tanggung jawab kita sebagai umat Kristiani dalam memelihara ciptaan, penting untuk menyoroti pentingnya topik ini dan relevansinya dengan iman dan tindakan kita sehari-hari.

Alkitab mengajarkan kita bahwa Bumi adalah anugerah ilahi, ciptaan Tuhan yang Dia nyatakan “sangat baik”. Namun, kita dihadapkan pada tantangan lingkungan yang mengancam keutuhan ciptaan. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan realitas nyata yang memerlukan perhatian dan tindakan kita.

Dalam studi ini, kami mengkaji ayat-ayat Alkitab yang memperingatkan kita tentang konsekuensi dari tindakan ekologis kita, mengajak kita untuk melakukan refleksi dan mengingatkan kita akan pentingnya tanggung jawab individu dan kolektif. Alkitab mengundang kita untuk menjadi penjaga Bumi yang penuh perhatian, bertindak dalam kasih kepada Tuhan dan sesama kita.

Selain itu, kita menemukan harapan dalam janji ciptaan baru, yang meyakinkan kita bahwa, pada akhirnya, Allah akan menjadikan segala sesuatu baru. Hal ini memotivasi kami untuk menjadi agen perubahan dan bekerja tanpa lelah untuk melestarikan lingkungan, bahkan ketika menghadapi tantangan.

Oleh karena itu kami menyimpulkan bahwa tanggung jawab ekologis adalah bagian penting dari iman Kristen kita. Kepedulian terhadap ciptaan Tuhan merupakan wujud nyata kecintaan kita terhadap Dia dan sesama. Saat kita menghadapi kompleksitas perubahan iklim, kita ditantang untuk bertindak dengan tekad, kerendahan hati, dan harapan.

Semoga kita ingat bahwa kita adalah rekan penjaga Bumi yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita dan bahwa bersama-sama, sebagai komunitas beriman global, kita dapat menjadi kekuatan yang kuat untuk melestarikan lingkungan dan mendorong dunia yang lebih berkelanjutan dan adil. Semoga tindakan kita menunjukkan komitmen kita untuk merawat ciptaan Tuhan dan iman kita terhadap janji ciptaan baru.

Share this article

Written by : Ministério Veredas Do IDE

Leave A Comment