Perumpamaan tentang Domba yang Hilang adalah kisah inspiratif yang mengilustrasikan pengejaran Allah yang terus-menerus terhadap setiap orang yang menyimpang dari-Nya. Dalam kisah ini, Yesus menceritakan tentang seorang gembala yang memiliki 100 ekor domba, tetapi salah satunya hilang. Dia meninggalkan 99 lainnya di padang pasir dan mengejar domba yang hilang sampai dia menemukannya. Ketika dia menemukannya, dia melemparkannya ke pundaknya, dengan penuh kegembiraan, dan kembali ke rumah. Setibanya di sana, dia memanggil teman dan tetangganya dan berkata, “Bersukacitalah bersamaku, karena aku telah menemukan dombaku yang hilang” (Lukas 15:6).
Perumpamaan ini menyampaikan pesan yang mendalam tentang karakter Allah. Itu menggambarkan kasih Tuhan yang tak bersyarat bagi kita masing-masing, bahkan ketika kita tersesat atau tersesat di sepanjang jalan. Tuhan ditampilkan sebagai gembala yang penuh perhatian, peduli dan rela mengorbankan segalanya untuk menyelamatkan satu orang.
Perumpamaan itu mengajarkan kepada kita bahwa Allah menghargai setiap individu dan bersedia melakukan apa pun yang diperlukan untuk membawa mereka kembali ke dalam persekutuan dengan-Nya. Itu menunjukkan bahwa tidak peduli seberapa tersesat atau jauhnya perasaan kita, Tuhan selalu mencari kita dan tidak pernah menyerah untuk menemukan kita.
Pengejaran Tuhan yang tanpa henti ini adalah contoh yang kuat dari kasih karunia dan belas kasihan-Nya. Bahkan ketika kita melakukan kesalahan, dosa, atau berpaling dari-Nya, Dia tetap mengasihi kita dan ingin memulihkan kita. Dia bersedia mengampuni, menyembuhkan, dan membawa kita kembali ke hadirat-Nya.
Perumpamaan ini juga menantang kita untuk merenungkan sikap kita sendiri terhadap orang lain. Sama seperti gembala yang sangat memperhatikan satu domba yang hilang, kita dipanggil untuk memiliki belas kasih dan cinta bagi mereka yang tersesat, menawarkan dukungan, bimbingan, dan semangat kepada mereka dalam perjalanan mereka kembali kepada Tuhan.
Singkatnya, Perumpamaan tentang Domba yang Hilang mengingatkan kita akan kasih Allah yang sangat besar bagi kita masing-masing. Itu mengundang kita untuk kembali kepada-Nya dan membuat kita menghargai pengejaran Allah yang tanpa henti terhadap para pendosa. Kita harus selalu mengingat pesan yang kuat ini dan membaginya dengan orang lain, menjadi alat kasih dan anugerah Tuhan di dunia ini.
Konteks perumpamaan
Sebelum kita melihat perumpamaan tentang domba yang hilang, penting untuk memahami konteks di mana Yesus menceritakannya. Di awal pasal Lukas 15, kita melihat kerumunan “pemungut cukai dan pendosa” mendekati Yesus untuk mendengarkan Dia. Hal ini menimbulkan persungutan di antara orang Farisi dan ahli Taurat, yang menganggap orang-orang ini tidak layak dan berdosa.
Menyadari penghakiman dan penghinaan dari para pemimpin agama, Yesus memutuskan untuk menceritakan tiga perumpamaan yang mengilustrasikan pentingnya pencarian Allah yang tak kenal lelah terhadap orang-orang berdosa: perumpamaan tentang domba yang hilang, perumpamaan tentang dirham yang hilang, dan perumpamaan tentang anak yang hilang. Perumpamaan ini mengungkapkan hati Allah yang pengasih dan penyayang, yang selalu bersedia menyelamatkan dan mengampuni mereka yang telah tersesat.
Konteks di mana Yesus menceritakan perumpamaan tentang domba yang hilang sangat penting untuk memahami pesannya yang mendalam tentang kasih dan belas kasihan Allah.
Pada zaman Yesus, pemungut cukai adalah pemungut pajak Yahudi yang bekerja untuk pemerintah Romawi. Mereka sering dipandang sebagai pengkhianat dan pendosa, karena banyak dari mereka memeras rakyat, memungut pajak lebih banyak dari yang diperlukan dan menjadi kaya dengan mengorbankan orang lain. Selain itu, ada juga orang lain yang dianggap berdosa, seperti pelacur dan mereka yang hidup di pinggiran masyarakat.
Sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang adalah para pemimpin agama, terhadap orang-orang ini adalah penghinaan dan penghakiman. Mereka menganggap diri mereka benar dan menganggap pemungut cukai dan pendosa tidak layak dan jauh dari Tuhan. Namun, Yesus memiliki pendekatan yang sama sekali berbeda.
Dengan menceritakan perumpamaan tentang domba yang hilang, Yesus secara langsung menanggapi kritik dan penilaian orang Farisi dan ahli Taurat. Dia ingin menunjukkan kepada mereka bahwa hati Tuhan adalah bagi mereka yang berpaling dari-Nya, bagi para pendosa dan mereka yang dikucilkan dari masyarakat.
Perumpamaan tersebut menggambarkan seorang gembala yang meninggalkan 99 dombanya dengan aman dan pergi mencari satu-satunya yang hilang. Ini menunjukkan bahwa Tuhan menghargai setiap orang secara individu, terlepas dari status sosial, reputasi, atau perilaku mereka di masa lalu. Dia rela meninggalkan segalanya dan mencari yang hilang sampai dia menemukannya.
Dengan menceritakan kisah ini, Yesus mengungkapkan hati Tuhan, yang memperhatikan kita masing-masing dan ingin menyelamatkan kita, tidak peduli seberapa jauh kita telah menyimpang dari-Nya. Dia menantang pola pikir para pemimpin agama saat itu dan mengajak mereka untuk mempertimbangkan kembali sikap mereka terhadap “pendosa”.
Selain itu, Yesus mengajarkan bahwa ada sukacita besar di surga ketika seorang berdosa bertobat dan kembali kepada Allah. Dia ingin orang-orang memahami bahwa pertobatan dan pemulihan rohani berharga di mata Tuhan, dan bahwa kita semua memiliki potensi untuk diperdamaikan dengan-Nya, terlepas dari kegagalan kita di masa lalu.
Oleh karena itu, konteks perumpamaan tentang domba yang hilang membantu kita memahami pesannya tentang kasih, kemurahan, dan pengejaran Allah yang tiada henti terhadap para pendosa. Itu adalah ajakan untuk mengenali kebutuhan kita sendiri akan pertobatan dan untuk menunjukkan belas kasihan serta menyambut mereka yang jauh dari Allah.
Domba yang Hilang dan Pemeliharaan Gembala
Perumpamaan tentang Domba yang Hilang adalah kisah yang kuat yang menggambarkan cinta dan kasih sayang Tuhan bagi mereka yang menyimpang dari-Nya. Dalam Injil Lukas 15:4-7, Yesus menceritakan perumpamaan ini untuk menyampaikan pesan yang mendalam tentang kepedulian dan semangat Allah bagi setiap individu.
Yesus mulai dengan mengajukan pertanyaan retoris: “Siapakah di antara kamu, jika dia memiliki seratus domba dan kehilangan salah satunya, tidak akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan di padang pasir dan pergi mencari yang hilang sampai dia menemukannya?” (Lukas 15:4). Pertanyaan ini menekankan pentingnya setiap orang di mata Tuhan dan kesediaan-Nya untuk mengejar mereka yang menyimpang dari-Nya.
Perumpamaan berlanjut, menggambarkan seorang gembala yang meninggalkan sembilan puluh sembilan domba di ladang dan pergi mencari domba yang hilang. Dia mencari dengan rajin sampai dia menemukannya, dan ketika dia menemukannya, dia merasakan kegembiraan yang luar biasa. Dia meletakkannya di pundaknya dan kembali ke rumah, memanggil teman-teman dan tetangganya untuk berbagi kegembiraannya, berkata, “Bersukacitalah denganku, karena aku telah menemukan dombaku yang hilang!” (Lukas 15:6).
Kisah ini mengungkapkan dua kebenaran mendasar tentang Allah. Pertama, itu menunjukkan kepedulian dan semangat-Nya untuk setiap individu. Sama seperti gembala meninggalkan sembilan puluh sembilan domba yang aman untuk mencari domba yang hilang, Tuhan secara aktif mengejar mereka yang menyimpang dari-Nya. Seperti yang tertulis dalam kitab nabi Yehezkiel 34-16: “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, dan yang lemah akan Kukuatkan.”
Kedua, perumpamaan tentang domba yang hilang menunjukkan kasih Allah yang tak bersyarat bagi para pendosa. Gembala dalam cerita itu bersukacita ketika dia menemukan domba yang hilang, sama seperti Tuhan bersukacita ketika seorang pendosa bertobat. Rasul Petrus menulis dalam suratnya yang pertama, (1 Petrus 2:25) : “Kamu dahulu seperti domba yang sesat, tetapi sekarang kamu telah berpaling kepada Gembala dan Uskup jiwamu.”
Perumpamaan ini mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita sendiri dengan Tuhan dan panggilan kita untuk saling memperhatikan. Itu menunjukkan kepada kita bahwa sama seperti seorang gembala memperhatikan satu domba yang hilang, kita harus memiliki belas kasihan dan kasih kepada mereka yang jauh. Rasul Paulus menulis dalam suratnya kepada Galatia 6-1: “Saudara-saudara, jika seseorang kedapatan berbuat dosa, kamu yang rohani harus memulihkan dia dengan lemah lembut.”
Singkatnya, Perumpamaan tentang Domba yang Hilang mengajarkan kita tentang perhatian dan pengejaran Tuhan yang tak kenal lelah terhadap setiap orang yang berpaling dari-Nya. Itu mengingatkan kita akan belas kasihan, kasih, dan sukacita-Nya dalam memulihkan mereka yang bertobat. Dan itu juga menantang kita untuk mengikuti teladan pendeta dengan saling memperhatikan dan berbagi kasih dan belas kasihan Tuhan dengan mereka yang terhilang.
Menerapkan Perumpamaan dalam Kehidupan Kita
Perumpamaan tentang domba yang hilang mengajarkan kita beberapa pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Berikut beberapa di antaranya:
- Setiap orang penting bagi Tuhan: Perumpamaan itu mengingatkan kita bahwa betapapun tidak berarti atau hilang perasaan kita, Tuhan sangat menghargai kita. Dia bersedia mencari kita dan membawa kita kembali ke dalam pemeliharaan kasih-Nya.
- Allah adalah Bapa yang pengasih: Sama seperti gembala dalam perumpamaan itu bersukacita ketika dia menemukan domba yang hilang, Allah bersukacita ketika kita bertobat dan berbalik kepada-Nya. Dia menyambut kita dengan tangan terbuka, penuh kasih dan pengampunan.
- Tuhan tidak pernah menyerah pada kita: Pencarian domba yang hilang oleh gembala adalah pengingat yang kuat bahwa Tuhan tidak pernah menyerah pada kita. Bahkan saat kita tersesat, Dia terus berusaha membawa kita kembali ke kandang-Nya.
- Tanggung Jawab Komunitas: Perumpamaan ini juga menyoroti pentingnya komunitas dalam proses restorasi. Gembala memanggil teman dan tetangganya untuk merayakan kembalinya domba yang hilang. Demikian pula, kita harus mendukung dan mendorong mereka yang berpaling kepada Tuhan.
Pelajaran ini menantang kita untuk mengevaluasi bagaimana kita menanggapi kasih Allah dan pengejaran tanpa henti dalam hidup kita. Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah kita rela meninggalkan segalanya dan mengikuti teladan pendeta, menjangkau mereka yang terhilang dan jauh dari Tuhan.
Pesan sentral dari perumpamaan tentang domba yang hilang diperkuat oleh ayat-ayat alkitabiah lainnya yang berbicara tentang kasih dan pengejaran Allah terhadap orang-orang berdosa. Berikut beberapa contohnya:
Yohanes 3:16: “Karena Allah begitu mengasihi dunia, sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal, agar setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Ayat ini menekankan kasih Allah yang tak bersyarat bagi umat manusia dan kesediaan-Nya untuk mengorbankan Anak-Nya demi keselamatan.
Ini tentunya salah satu ayat yang paling terkenal di dalam Alkitab, Yohanes 3:16, mengungkapkan kepada kita kasih Allah yang dalam dan tanpa syarat bagi dunia. Dalam ayat ini, kita diajak untuk merenungkan kasih ilahi yang luar biasa, yang melampaui segala akal manusia. Tuhan mencintai umat manusia dengan cara yang begitu intens dan luar biasa sehingga Dia memutuskan untuk memberikan Putra tunggal-Nya, Yesus Kristus, sebagai korban tertinggi untuk keselamatan.
Saat kita merenungkan perikop suci ini, kita dihadapkan pada keagungan cinta ilahi. Tuhan tidak hanya mencintai dunia, tetapi dia mencintai setiap individu yang menghuninya. Tidak peduli siapa kita, dari mana kita berasal atau apa yang telah kita lakukan, kasih Tuhan diberikan kepada semua orang.
Pengorbanan Yesus Kristus adalah contoh terbesar dari kasih ini. Tuhan mengutus Putra Tunggal-Nya untuk hidup di antara kita, berbagi suka dan duka, mengajari kita jalan kebenaran, dan pada akhirnya memberikan hidup-Nya sendiri untuk menebus umat manusia. Yesus mengambil ke atas diri-Nya dosa dunia, menanggung beban kesalahan kita, sehingga semua orang yang percaya kepada-Nya tidak akan dihukum untuk kebinasaan kekal, tetapi akan memiliki karunia hidup kekal.
Dalam ayat ini kita menemukan janji pengharapan dan keselamatan. Tuhan menawarkan kesempatan untuk kehidupan yang diubah, untuk hubungan yang dipulihkan dengan-Nya. Yang Dia minta dari kita adalah bahwa kita percaya kepada Putra-Nya, bahwa kita menaruh iman dan kepercayaan kita kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi kita. Iman ini membawa kita kepada hidup yang kekal, hidup yang melampaui batas-batas dunia ini, hubungan yang intim dan kekal dengan Tuhan.
Saat kita merenungkan Yohanes 3:16, kita diingatkan akan kasih Allah yang tiada tara dan anugerah besar yang Dia berikan kepada kita. Itu adalah undangan untuk membuka hati kita dan menerima anugerah keselamatan, panggilan untuk menjalani hidup yang penuh dengan harapan, tujuan, dan kepuasan bersama Pencipta kita yang pengasih. Semoga kita merangkul cinta ilahi ini, membiarkannya mengubah hidup kita dan menginspirasi kita untuk berbagi cinta ini dengan orang lain.
Roma 5:8: “Tetapi Allah membuktikan kasih-Nya kepada kita dengan fakta bahwa ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita.” Ayat inspirasi Roma 5:8 mengungkapkan makna mendalam tentang cinta ilahi. Di dalamnya, kita dapat merenungkan bagaimana Tuhan menunjukkan kasih sayang-Nya yang tanpa syarat, bahkan ketika kita tenggelam dalam kesalahan dan dosa kita. Itu adalah pengingat yang kuat bahwa cinta ilahi melampaui ketidaksempurnaan kita.
Dalam perikop Alkitab ini, kita diundang untuk merenungkan tindakan kasih Allah yang tertinggi dalam mengutus Putra-Nya, Yesus Kristus, untuk mati menggantikan kita. Tindakan murah hati ini membuktikan besarnya kasih Allah bagi kita, menunjukkan bahwa Dia rela mengorbankan segalanya untuk mendamaikan kita dengan-Nya.
Dengan menyatakan bahwa Kristus mati bagi kita ketika kita masih berdosa, Paulus, penulis surat Roma, menuntun kita untuk memahami kedalaman kasih karunia ilahi. Tuhan tidak menunggu kita menjadi sempurna sebelum mengirim Yesus ke dunia, tetapi dalam belas kasih dan belas kasihan-Nya, Dia mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan kita, meskipun Dia tahu kelemahan dan kesalahan kita.
Pesan ini mendorong kita untuk mengenali kebesaran cinta ilahi dan memotivasi kita untuk menerima hadiah yang berharga ini. Dia mengajarkan kita bahwa kita tidak perlu merasa tidak layak atau tidak mampu untuk menerima kasih Tuhan. Sebaliknya, justru dalam ketidaksempurnaan kitalah kasih-Nya terwujud dengan sangat cemerlang.
2 Petrus 3:9: “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, meskipun ada yang menganggap lalai; tetapi dia panjang sabar terhadapmu, tidak ingin ada yang binasa, tetapi semua harus bertobat.” Dengan kata-kata ini, kita dapat melihat kedalaman hati ilahi. Tuhan tidak tunduk pada batasan waktu manusia. Sementara beberapa orang mungkin menganggap janji Tuhan sebagai penundaan, Dia memiliki tujuan yang lebih besar dalam pikirannya. Kesabaran-Nya tak tertandingi, dan itu adalah bukti kasih-Nya yang besar bagi kita.
Tuhan tidak ingin ada yang tersesat. Kehendak-Nya adalah agar semua orang bertobat dan menemukan keselamatan. Dia mengulurkan rahmat-Nya kepada semua orang, dengan sabar menunggu waktu ketika setiap hati akan berpaling kepada-Nya. Bagian ini adalah pengingat yang kuat bahwa tidak peduli berapa lama menunggu, Tuhan tidak pernah menyerah pada kita. Niat-Nya adalah untuk menyelamatkan kita dan mendamaikan kita dengan-Nya.
Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Dia bersedia menyambut kita dengan tangan terbuka, terlepas dari kegagalan dan pelanggaran kita di masa lalu. Dalam kebaikan-Nya yang tak terbatas, Dia menawarkan kepada kita kesempatan untuk transformasi dan pembaruan rohani.
Semoga kita menemukan kenyamanan dan inspirasi dalam perikop Alkitab ini. Semoga kita mengenali kesabaran dan panjang sabar Allah, dan menanggapi panggilan-Nya untuk pertobatan dan keselamatan.
Ayat-ayat ini melengkapi dan memperluas pesan inti dari perumpamaan tentang domba yang hilang, yang menekankan kasih dan anugerah Allah, kesediaan-Nya untuk berkorban, dan pengejaran aktif-Nya atas mereka yang tersesat.
Mengasihi dan Mencari yang Hilang Seperti Yesus
Saat kita merenungkan perumpamaan tentang domba yang hilang dan kebenaran yang diungkapkannya, kita dipanggil untuk mengasihi dan mencari yang hilang seperti yang Yesus lakukan. Sama seperti gembala meninggalkan sembilan puluh sembilan domba untuk menemukan satu yang hilang, kita harus rela berkorban dan melampaui diri kita sendiri untuk menjangkau mereka yang jauh dari Tuhan.
Ini berarti menunjukkan belas kasihan, menawarkan pengampunan, membagikan pesan Injil, dan bersedia mendengarkan serta mendukung mereka yang mencari Tuhan. Sebagai orang Kristiani, kita dipanggil untuk menjadi agen kasih Allah di dunia, yang mencerminkan kasih karunia dan belas kasihan-Nya dalam segala hal yang kita lakukan.
Singkatnya, perumpamaan tentang domba yang hilang mengingatkan kita akan kasih Allah yang sangat besar bagi setiap individu. Dia mendorong kita untuk secara aktif mencari yang terhilang, menawarkan kepada mereka harapan dan keselamatan yang ditemukan di dalam Yesus Kristus. Semoga kita menanggapi panggilan Tuhan dan membagikan pesan kasih-Nya kepada mereka yang terhilang sehingga mereka dapat mengalami sukacita ditemukan dan dibawa kembali ke kandang Tuhan.