Lukas 17:10 – Perumpamaan tentang Hamba yang Tidak Menguntungkan

Published On: 13 de Juni de 2023Categories: Pelajaran Alkitab

Dalam teks Lukas 17:7-10, Yesus membagikan perumpamaan kepada para murid-Nya untuk mengajar mereka tentang pentingnya pelayanan yang rendah hati dan ketaatan. Ini menggambarkan hubungan antara tuan dan pelayannya, menggambarkan bagaimana pelayan melakukan tugas sehari-hari tanpa mengharapkan pujian atau imbalan. Perikop ini mengajak kita untuk merenungkan sikap kita terhadap pelayanan Kristen dan bagaimana kita dapat mengungkapkan rasa syukur atas semua yang telah Allah lakukan bagi kita.

Yesus memulai perumpamaan itu dengan mengatakan, “Siapakah di antara kamu, yang mempunyai seorang hamba yang sedang membajak atau menggembalakan ternak, akan berkata kepadanya ketika dia kembali dari ladang, ‘Cepatlah datang dan pergi ke meja’?” (Lukas 17:7, NIV). Dalam analogi ini, kita diwakili oleh hamba dan Tuhan adalah Tuhan. Tuan tidak mengundang pelayan untuk duduk di meja dan dilayani, tetapi sebaliknya mengatakan: “Siapkan makan malam saya, kenakan pakaian kerja Anda dan layani saya saat saya makan; setelah itu kamu akan makan dan minum” (Lukas 17: 8, NIV).

Perikop ini mengingatkan kita bahwa panggilan Tuhan bagi kita sebagai pengikut-Nya bukanlah untuk mencari kepentingan atau pengakuan diri sendiri, tetapi untuk melayani Dia dan sesama dengan rendah hati dan taat. Meskipun kita mungkin berpikir bahwa kita pantas mendapatkan semacam imbalan atas pelayanan kita, Yesus mengajarkan kita bahwa rasa syukur yang sejati adalah dalam melayani tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Sikap Pelayanan Yesus

Untuk memahami sepenuhnya ajaran Yesus tentang pelayanan yang rendah hati, penting untuk melihat kehidupan Yesus sendiri sebagai contoh. Dalam beberapa kesempatan, Yesus menunjukkan sikap pelayanan kepada para murid-Nya dan kepada umat manusia secara keseluruhan. Ia membasuh kaki para murid, suatu tugas yang biasanya dilakukan oleh para pelayan, dan berkata kepada mereka, “Jika Aku, Tuhan dan Gurumu, telah membasuh kakimu, kamu juga harus saling membasuh kaki” (Yohanes 13: 14, KJV).

Tampilan pelayanan yang rendah hati dan penuh kasih ini menunjukkan kepada kita bahwa pemimpin sejati adalah orang yang bersedia melayani. Yesus tidak hanya memberi kita contoh ini melalui tindakannya, tetapi dia juga mengajarkan kita bahwa yang terbesar di antara kita adalah dia yang merendahkan diri dan menjadi pelayan semua. Dia menyatakan, “Siapa pun yang ingin menjadi besar di antara kamu harus menjadi pelayanmu, dan siapa yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu harus menjadi pelayanmu” (Matius 20: 26-27, NIV).

Sikap Syukur dan Taat

Kembali ke perumpamaan Lukas 17, Yesus selanjutnya berkata , “Apakah dia akan berterima kasih kepada hamba karena dia melakukan seperti yang diperintahkan?” (Lukas 17:9, NIV). Pertanyaan retoris Yesus menyoroti penantian dan pelayanan tanpa mengharapkan rasa terima kasih atau imbalan. Sebagai hamba Tuhan, kita tidak boleh mencari persetujuan atau pujian atas usaha kita, melainkan melakukan tugas kita dengan rasa syukur karena telah dipanggil untuk melayani.

Dengan menyadari bahwa semua yang kita miliki dan siapa kita berasal dari Tuhan, kita mengembangkan sikap bersyukur dan rendah hati. Setiap tugas yang kita lakukan atas nama Tuhan adalah kesempatan untuk menunjukkan rasa syukur kita atas anugerah dan kebaikan-Nya dalam hidup kita. Sekalipun kita menemui kesulitan atau tantangan dalam pelayanan, sikap kita harus tetap teguh dalam ketaatan dan rasa syukur.

Yesus mengakhiri perumpamaan itu dengan mengatakan: “Demikian juga, ketika kamu telah melakukan semua yang diperintahkan kepadamu, katakan, ‘Kami adalah hamba yang tidak layak! Kami hanya melakukan tugas kami” (Lukas 17:10, NIV). Pernyataan ini mungkin tampak membingungkan pada pandangan pertama, tetapi sebenarnya merupakan pengingat yang kuat bahwa pelayanan kita adalah tanggapan atas kasih karunia Allah dalam hidup kita. Kita hendaknya tidak mengharapkan pujian atau imbalan khusus untuk memenuhi kewajiban Kristiani kita, karena sudah menjadi tugas kita untuk melakukannya.

Belajar dengan Perumpamaan

Perumpamaan dalam Lukas 17:7-10 menantang kita untuk memeriksa sikap kita terhadap pelayanan Kristen. Kita harus ingat bahwa kita dipanggil untuk melayani, bukan untuk dilayani. Motif kita untuk melayani haruslah rasa syukur atas pengorbanan Yesus bagi kita. Ketika kita memahami kasih Allah bagi kita dan apa yang telah Dia lakukan bagi kita, kita diberdayakan untuk melayani orang lain dengan rendah hati dan patuh.

Untuk menerapkan pelajaran ini dalam kehidupan kita, kita dapat mulai dengan memeriksa motif pelayanan kita. Apakah kita mencari pengakuan pribadi atau melayani dari hati yang murni? Apakah kita mengharapkan imbalan duniawi atau apakah kita bersyukur hanya karena memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan? Kita juga harus ingat bahwa pelayanan tidak hanya terbatas pada tugas-tugas di dalam gereja, tetapi meluas ke semua bidang kehidupan kita. Kita dapat melayani dalam keluarga, komunitas, dan tempat kerja kita, selalu berusaha untuk menjadi teladan kasih dan pelayanan Kristus.

Motivasi untuk Pelayanan

Selain memeriksa motif pelayanan kita, penting untuk diingat bahwa motif yang benar datang dari kasih kepada Allah dan sesama. Yesus menekankan pentingnya kasih ketika Ia mengajarkan bahwa perintah terbesar adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, dan mengasihi sesama seperti diri sendiri (Matius 22:37-39). Pelayanan Kristen yang sejati digerakkan oleh kasih ini.

Ketika kita mengasihi Tuhan, kita mengenali kebaikan dan kasih karunia-Nya dalam hidup kita. Kami bersyukur atas keselamatan Anda dan pengampunan yang kami terima melalui Yesus Kristus. Rasa syukur itu tertumpah dalam bentuk pelayanan. Hasilnya, pelayanan kita menjadi ungkapan nyata dari kasih dan rasa syukur kita kepada Tuhan. Dia memberdayakan dan memperkuat kita untuk melayani orang lain dengan membagikan kasih dan kebenaran Kristus kepada mereka.

Selanjutnya, ketika kita mengasihi sesama kita, pelayanan kita menjadi tanggapan atas panggilan Tuhan untuk saling mengasihi dan peduli. Tindakan pelayanan kita bukan hanya untuk keuntungan pribadi kita, tetapi untuk kepentingan mereka yang kita layani. Ini adalah cara praktis untuk menunjukkan kasih Allah dalam tindakan.

Teladan Yesus tentang Seorang Pemimpin dalam Pelayanan

Yesus adalah teladan tertinggi dari kepemimpinan melalui pelayanan. Dia tidak hanya mengajari kami tentang pelayanan yang rendah hati, tetapi dia juga menjalaninya dalam kehidupan duniawinya sendiri. Dia berkata, “Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45, KJV) . Yesus, sebagai inkarnasi Tuhan, memilih untuk merendahkan diri dan melayani umat manusia, mengorbankan hidupnya sendiri untuk mendamaikan kita dengan Tuhan.

Dengan mengamati kehidupan Yesus, kita belajar bahwa pelayanan bukanlah tugas yang rendah, tetapi kesempatan untuk mempengaruhi kehidupan dan mendirikan Kerajaan Allah. Dia menyembuhkan yang sakit, memberi makan yang lapar, menyambut yang terbuang, dan mengajarkan kebenaran Tuhan. Pelayanannya ditandai dengan cinta, kasih sayang, dan kerendahan hati. Yesus menunjukkan kepada kita bahwa bahkan dalam posisi kepemimpinan, kita harus menjadi pelayan bagi semua.

Dalam mengikuti teladan kepemimpinan Yesus dalam pelayanan, kita dipanggil untuk meninggalkan segala rasa superioritas dan merendahkan diri di depan orang lain. Kita harus bersedia melakukan tugas-tugas kasar, membantu mereka yang membutuhkan, dan mencari kesempatan untuk melayani, terlepas dari posisi atau status kita. Seperti Yesus, kepemimpinan pelayanan kita harus didasarkan pada kasih dan kepedulian terhadap orang lain.

Belajar dari Pelayanan Yesus

Ajaran Yesus dalam Lukas 17:7-10 mengajak kita untuk merenungkan secara mendalam sikap dan motivasi kita dalam pelayanan. Sewaktu kita menenggelamkan diri dalam teladan-Nya dan berkomitmen untuk mengikuti-Nya, kita dapat mempelajari pelajaran berharga tentang cara melayani orang lain dengan rendah hati dan patuh.

  1. Kerendahan hati dan rasa syukur: Kita harus menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan keberadaan kita berasal dari Tuhan. Sikap kita harus menjadi salah satu rasa terima kasih yang mendalam, mengetahui bahwa kita tidak pantas mendapatkan apa-apa, tetapi Tuhan telah melimpahkan rahmat dan belas kasihannya kepada kita. Sewaktu kita melayani, kita harus melakukannya dengan kerendahan hati, menyadari bahwa kita adalah alat di tangan Allah untuk memberkati orang lain.
  2. Kasih sebagai Motivasi: Kasih adalah motivasi utama pelayanan Kristen. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama adalah prinsip dasar yang mendorong pelayanan kita. Ketika kita mengasihi, kita rela mengurbankan waktu, sumber daya, dan kenyamanan kita untuk membantu dan memberkati orang lain.
  3. Teladan kepemimpinan: Yesus adalah teladan sempurna kita tentang kepemimpinan melalui pelayanan. Dengan meniru teladan-Nya, kita menjadi pemimpin yang rendah hati dan berbelas kasih, bersedia menyediakan diri kita bagi orang lain. Melayani bukanlah tanda kelemahan, tetapi demonstrasi kekuatan dan karakter.
  4. Pelayanan di semua bidang kehidupan: Pelayanan Kristen tidak terbatas pada kegiatan di dalam gereja. Kita harus bersedia untuk melayani di semua bidang kehidupan kita, baik dalam keluarga, masyarakat atau pekerjaan. Pelayanan adalah cara membagikan kasih Kristus dan memperluas kasih karunia-Nya kepada semua orang di sekitar kita.
  1. Kekuatan Pelayanan yang Transformatif: Pelayanan tidak hanya berdampak pada mereka yang kita layani, tetapi juga mengubah kita. Ketika kita berkomitmen untuk melayani dengan kerendahan hati dan kepatuhan, kita dibentuk dan menjadi dewasa dalam karakter kita. Pelayanan membantu kita mengembangkan kebajikan seperti kesabaran, kasih sayang, empati, dan kemurahan hati, menjadikan kita lebih seperti Kristus.
  2. Pahala Surgawi: Meskipun pelayanan kita harus tanpa pamrih, Tuhan berjanji untuk memberi pahala kepada mereka yang melayani Dia dengan ketulusan dan kesetiaan. Yesus berkata, “Dan setiap orang yang telah meninggalkan rumah, atau saudara laki-laki, atau saudara perempuan, atau ayah, atau ibu, atau anak, atau tanah, demi nama saya, akan menerima seratus kali lipat dan mewarisi hidup yang kekal” (Matius 19: 29, ARC ). Upahnya bukanlah kepuasan langsung atau pengakuan duniawi, tetapi kehidupan kekal dan persekutuan penuh dengan Tuhan.
  3. Ketekunan dalam Pelayanan: Pelayanan Kristen membutuhkan ketekunan dan ketekunan. Akan ada saat-saat kelelahan, keputusasaan, dan bahkan kritik, tetapi kita harus tetap teguh dalam komitmen kita untuk melayani Tuhan dan sesama. Rasul Paulus mendorong kita dengan mengatakan, “Oleh karena itu, saudara-saudaraku yang terkasih, teguhlah, jangan goyah, giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan, ketahuilah bahwa dalam Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Korintus 15:58, KJV ) . Pekerjaan kita dalam pelayanan Tuhan memiliki arti dan dampak yang kekal.

Dengan memahami dan menerapkan pelajaran ini dalam kehidupan kita sehari-hari, kita akan diubah menjadi hamba yang rendah hati, patuh, siap melakukan kehendak Tuhan dalam segala keadaan. Pelayanan Kristiani bukanlah tugas yang berat, tetapi tanggapan yang penuh sukacita atas kasih dan anugerah Allah. Semoga kita merangkul kesempatan untuk melayani, menyadari bahwa kita memiliki hak istimewa untuk dipanggil menjadi hamba Allah, dalam teladan Tuhan kita Yesus Kristus.

Share this article

Written by : Ministério Veredas Do IDE

Leave A Comment