Pelajaran Alkitab: 2 Korintus 4 – Hidup dengan Iman dalam Terang Kristus

Published On: 26 de September de 2023Categories: Pelajaran Alkitab

Selamat datang di pembelajaran Alkitab yang mendalam dan transformatif ini, di mana kita akan mempelajari 2 Korintus 4. Dalam pasal ini, rasul Paulus menganugerahi kita kekayaan hikmat rohani, mengeksplorasi tema-tema seperti iman, kemuliaan ilahi, penderitaan, pembaruan batin, berfokus pada hal-hal yang tidak terlihat dan kepastian harapan akan kebangkitan. Setiap ayat dalam bab ini merupakan undangan untuk perjalanan spiritual yang lebih dalam, sebuah eksplorasi kebenaran abadi yang membentuk iman kita dan pemahaman kita tentang Tuhan.

Saat kita melanjutkan pelajaran ini, kita akan dengan cermat memeriksa setiap topik, mengungkap pelajaran dan wahyu yang rasul Paulus bagikan kepada gereja di Korintus dan, lebih jauh lagi, kepada kita. Mari kita merenungkan pentingnya menjadi “bejana tanah liat” yang membawa harta iman, terang Kristus yang bersinar di hati kita, hubungan antara penderitaan dan kemuliaan, perlunya pembaharuan batin manusia setiap hari dan panggilan untuk fokus pada pekerjaan. realitas yang tak kasat mata dan abadi.

Di akhir pembelajaran ini, kami berharap Anda tidak hanya memiliki pemahaman lebih dalam mengenai kebenaran mendasar ini, namun juga Anda akan tertantang dan terinspirasi untuk menghayati iman Anda dengan dedikasi dan semangat yang lebih besar. Semoga terang Kristus bersinar lebih terang di hati Anda dan semoga Anda menjalani kehidupan yang mencerminkan kemuliaan Tuhan bagi dunia.

Bersiaplah untuk perjalanan rohani yang memperkaya saat kita menjelajahi 2 Korintus 4 bersama-sama, menggali kedalaman Firman Tuhan dan membiarkan kebenaran-Nya mengubah hidup kita.

Perbendaharaan Iman dan Kemuliaan: Pandangan Lebih Dalam

Dalam 2 Korintus 4:1 , rasul Paulus menganugerahi kita kekayaan hikmat rohani ketika ia menyatakan bahwa “Sebab itu, dalam pelayanan ini, sesuai dengan belas kasihan yang diberikan kepada kami, kami tidak menjadi lemah;” Di sini, Paulus mengajak kita untuk mengeksplorasi kedalaman pelayanan yang dipercayakan kepada kita oleh belas kasihan ilahi, sebuah pelayanan yang melampaui keterbatasan manusia dan melampaui keadaan buruk.

Kata kunci dalam topik ini, “harta karun”, perlu dianalisis lebih lanjut. Dengan menggunakannya, Paulus membangkitkan gagasan tentang sesuatu yang nilainya tidak ternilai, sesuatu yang dijaga dan dilindungi dengan cermat. Harta kita bukanlah benda duniawi, melainkan iman yang bersemayam di dalam hati kita. Iman ini adalah anugerah ilahi, anugerah kemurahan Tuhan yang menopang kita di saat-saat kesusahan.

Ketika Paulus mendesak kita untuk tidak putus asa, dia mengingatkan kita bahwa meskipun ada tantangan dan rintangan yang kita hadapi, iman kita memampukan kita untuk bertekun. Iman ini bukan sekadar sebuah konsep abstrak; dialah jangkar yang menguatkan kita, cahaya yang menerangi jalan kita dalam kegelapan dunia ini. Melalui iman kita diberdayakan untuk mewartakan Injil dan bersaksi tentang kasih Kristus.

Untuk memperkaya pemahaman kita tentang asal usul iman dan peranan pentingnya dalam kehidupan kita, kita dapat membaca Roma 10:17 , yang mengajarkan kita bahwa “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran akan firman Allah.” Di sini, kita memahami bahwa iman bukanlah prestasi manusia, melainkan anugerah ilahi yang bersumber dari Firman Tuhan. Firmanlah yang memberi makan, menguatkan dan membuat iman kita bertumbuh.

Saat kami menjelajahi khazanah iman ini, kami memahami bahwa ini bukan hanya sifat individu, namun warisan yang kami bagikan kepada umat beriman lainnya. Iman mempersatukan kita sebagai anggota tubuh Kristus, memberdayakan kita untuk melayani satu sama lain dan dunia. Iman kita adalah terang di tengah kegelapan, harapan yang melampaui ketidakpastian dunia ini.

Oleh karena itu, dalam topik ini, kita diajak untuk merenungkan nilai tak ternilai dari keimanan yang dipercayakan kepada kita dan menyadari bahwa kita adalah penjaga harta Ilahi ini. Semoga kita, seperti Paulus, tidak menjadi lemah tetapi terus maju dengan berani, mengetahui bahwa kita memiliki harta yang menerangi dunia dan menuntun kita menuju kemuliaan kekal.

Bejana Tanah Liat dan Kekuasaan Tuhan: Kelemahan Kita dan Kehebatan-Nya

Dalam ayat di 2 Korintus 4:7 , rasul Paulus menggunakan metafora yang kuat ketika ia menyatakan, ”Tetapi harta ini kami mempunyai dalam bejana tanah liat, supaya kuasa yang mulia itu berasal dari Allah, dan bukan dari kami.” Gambaran “bejana tanah liat” ini mengajak kita untuk merenungkan kerapuhan kita sebagai manusia dan keagungan kuasa Tuhan yang bekerja di dalam dan melalui kita.

Bejana tanah liat, dalam keadaan alaminya, bersifat rapuh dan rapuh. Ini adalah bagaimana kita berada dalam kemanusiaan kita. Namun, dalam keadaan rapuh ini, Tuhan memilih untuk menitipkan harta berharga-Nya, yaitu pesan Injil. Hal ini mengajarkan kita bahwa efektivitas dan dampak pelayanan bukanlah hasil dari kekuatan pribadi kita, namun dari kuasa ilahi yang memberdayakan kita.

Kebenaran ini dikuatkan dalam 2 Timotius 2:20-21, di mana Paulus membandingkan orang percaya dengan bejana dalam rumah besar, ada yang dihormati dan ada yang tidak terhormat. Kuncinya ada pada kesediaan kita untuk menyucikan diri dan mengabdikan diri kepada Tuhan. Ketika kita tunduk kepada Tuhan, membiarkan Dia membentuk dan menyucikan kita, kita menjadi bejana kehormatan, layak untuk pekerjaan Kerajaan.

Metafora bejana tanah liat juga mengajak kita untuk menyadari bahwa kelemahan kita bukanlah sebuah hambatan melainkan sebuah kesempatan bagi perwujudan kuasa Ilahi. Di saat-saat kita paling lemah, ketika kita merasa hancur, saat itulah Tuhan menyatakan kekuatan-Nya. Seolah-olah Dia bersabda: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, karena dalam kelemahan kuasa-Ku menjadi sempurna. Sebab itu aku akan dengan senang hati bermegah atas kelemahan-kelemahanku, supaya kuasa Kristus berdiam di dalam diriku.” (2 Korintus 12:9).

Kebenaran ini membebaskan kita dari tekanan harus menjadi sempurna, karena kita memahami bahwa keunggulan kekuatan bukan berasal dari diri kita sendiri, melainkan dari Tuhan. Oleh karena itu, kita dapat merangkul kemanusiaan kita dengan kerendahan hati, mengetahui bahwa Tuhan menggunakan keterbatasan kita untuk menggenapi tujuan-Nya.

Dalam topik ini, kita ditantang untuk merefleksikan kerapuhan kita dan mengakui kedaulatan Tuhan dalam hidup kita. Kita harus tunduk pada kehendak-Nya, membiarkan Dia membentuk dan memberdayakan kita sebagai bejana kehormatan. Dengan demikian, kita akan mengungkapkan kepada dunia bahwa kuasa ilahi bersinar melalui kelemahan kita, memberikan kesaksian tentang kebesaran dan kasih penebusan-Nya.

Cahaya yang Bersinar dalam Kegelapan: Wahyu Kemuliaan Ilahi

2 Korintus 4:6 , rasul Paulus menyajikan kepada kita gambaran yang puitis dan sangat rohani ketika ia menyatakan: “ Sebab Allah, yang mengatakan bahwa terang harus bersinar dari kegelapan, telah bersinar di dalam hati kita untuk memberikan terang pengetahuan tentang kemuliaan Allah, di hadapan Yesus Kristus.” Bagian ini mengajak kita untuk merenungkan karya Allah yang penuh kuasa dalam membawa terang ke dunia rohani kita, menghilangkan kegelapan ketidaktahuan, dan menyatakan kemuliaan-Nya melalui Yesus Kristus.

Paulus memulai dengan menekankan bahwa Allahlah yang mengatakan bahwa terang harus bersinar dari kegelapan. Ini adalah pengingat penting bahwa cahaya ilahi bukan sekadar konsekuensi alami, namun merupakan manifestasi kehendak dan kuasa Tuhan. Sejak awal, Allah menginginkan terang bersinar dalam kegelapan, dan keinginan ini diwujudkan dalam karya penebusan Kristus.

Ungkapan “dialah yang bersinar di hati kita” mengingatkan kita bahwa cahaya bukanlah cahaya eksternal, melainkan sesuatu yang menembus jauh ke dalam esensi kita. Ini adalah pencerahan batin yang terjadi ketika Roh Kudus menyatakan kebenaran Kristus kepada kita. Hal ini memampukan kita untuk mengetahui kemuliaan Tuhan, bukan secara teoritis, namun pada tingkat pribadi dan spiritual.

Ungkapan “pencerahan pengetahuan tentang kemuliaan Allah” sungguh luar biasa. Ia memberitahu kita tentang pengetahuan yang melampaui intelek; itu adalah pemahaman spiritual yang melampaui keterbatasan manusia. Melalui wahyu ilahi, kita dapat merenungkan kemuliaan Tuhan, keagungan dan kesempurnaan-Nya, yang tercermin dalam wajah Yesus Kristus.

Kebenaran ini dikuatkan oleh Yohanes 1:14 , di mana penginjil menulis: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, penuh kasih karunia dan kebenaran, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, sebagai kemuliaan Anak Tunggal Bapa.” Yesus, Sang Sabda yang Menjelma, adalah inkarnasi kemuliaan Allah. Dengan mengenal Dia, kita tercerahkan dan diberdayakan untuk melihat kemuliaan itu secara pribadi dan transformatif.

Oleh karena itu, topik ini menantang kita untuk mengenali karya ilahi berupa pencerahan spiritual yang terjadi di dalam hati kita. Kita harus mencari terang ini, membiarkannya menyingkapkan kemuliaan Allah dalam hidup kita dan menerangi jalan orang lain yang masih berada dalam kegelapan rohani. Melalui cahaya inilah kita menemukan pengetahuan dan harapan sejati yang mengubah hidup kita.

Penderitaan dan Kemuliaan: Hubungan yang Mendalam – Perjalanan Kesengsaraan dan Harapan Kita

Paulus, dalam 2 Korintus 4:8-9 , membawa kita pada aspek mendasar dari pengalaman Kristen: hubungan antara penderitaan dan kemuliaan. Dia memberi tahu kita: “ Kami disusahkan dalam segala hal, namun tidak tertekan; bingung, tapi tidak patah semangat; dianiaya, namun bukannya tidak berdaya; disembelih, tetapi tidak dimusnahkan.” Kata-kata ini mengajak kita untuk mengeksplorasi keterhubungan yang mendalam antara tantangan hidup dan harapan akan kemuliaan kekal.

Istilah “bermasalah” membangkitkan gagasan menghadapi tekanan dan kesulitan. Paulus menyadari bahwa sebagai pengikut Kristus, kita akan menghadapi kesengsaraan dalam perjalanan kita. Namun, ia menekankan bahwa meskipun ada kesengsaraan, kami tidak “tertekan.” Ini berarti bahwa meskipun kita mungkin menderita, iman dan harapan kita kepada Tuhan mencegah kita agar tidak terbebani oleh kesusahan.

Kata “bingung” mengingatkan kita bahwa, pada saat-saat tertentu, kita bisa saja berada dalam situasi yang rumit dan membingungkan, dimana kita tidak tahu jalan mana yang harus kita tempuh. Namun, Paulus meyakinkan kita bahwa meskipun kita bingung, kita tidak “berkecil hati”. Iman membuat kita tetap teguh saat kita percaya bahwa Tuhan memegang kendali, bahkan ketika kita tidak sepenuhnya memahami peristiwa yang terjadi di sekitar kita.

Penyebutan kata “dianiaya” menyoroti bahwa sebagai orang Kristen kita dapat menghadapi perlawanan dan permusuhan karena iman kita. Namun meski menghadapi penganiayaan, kami bukannya “tidak berdaya.” Tuhan menyertai kita, menguatkan kita dan memberi kita keberanian untuk menghadapi kesulitan.

Terakhir, kata “putus asa” menggambarkan saat-saat ketika kita merasa dikalahkan dan putus asa. Namun, Paulus menekankan bahwa meskipun kita merasa terpuruk, kita tidak “hancur”. Harapan kita akan kejayaan di masa depan memperbaharui kita dan memberdayakan kita untuk bertahan, bahkan ketika kita merasa lemah.

Hubungan antara penderitaan dan kemuliaan digaungkan dalam Roma 8:18 , di mana Paulus menulis: “Sebab menurutku penderitaan yang ada sekarang tidak ada bandingannya dengan kemuliaan yang akan dinyatakan di dalam kita.” Di sini kita diingatkan bahwa meskipun pencobaan adalah bagian dari perjalanan kita, kemuliaan kekal yang Tuhan janjikan jauh lebih besar.

Oleh karena itu, topik ini mengajak kita untuk menjalani perjalanan iman kita dengan keberanian dan ketekunan, menyadari bahwa penderitaan bukanlah akhir dari cerita. Ini adalah sarana yang melaluinya kita dimurnikan dan dipersiapkan untuk kejayaan di masa depan. Pengharapan kita akan janji kebangkitan dan kehidupan kekal memampukan kita menghadapi pencobaan dengan kepastian bahwa pada akhirnya kita akan mengalami kepenuhan kemuliaan Allah.

Pembaruan Harian Manusia Batin – Bertumbuh dalam Kristus Setiap Hari

Rasul Paulus mengajak kita untuk merenungkan pentingnya pembaharuan batin manusia setiap hari. Dalam 2 Korintus 4:16 ia menulis: “Sebab itu kami tidak letih lesu; tetapi meskipun manusia lahiriah kita semakin rusak, namun manusia batiniah kita diperbarui dari hari ke hari.” Dalam bagian ini, kita dibimbing untuk memahami bagaimana, bahkan ketika kita menghadapi penuaan dan kerusakan eksternal, esensi batin kita dapat mengalami kelahiran kembali secara terus-menerus atas karunia Tuhan.

Di sini, ungkapan “kami tidak letih” memperkuat gagasan tentang ketekunan rohani. Terlepas dari tantangan dan keterbatasan eksternal yang mungkin dihadapi tubuh fisik kita, keyakinan dan tekad rohani kita tetap tak tergoyahkan. Kekuatan batin yang datang dari Tuhan memampukan kita menghadapi kesulitan dengan keberanian dan harapan.

Paulus terus mengontraskan “manusia lahiriah” dengan “manusia batiniah”. “Manusia lahiriah” mengacu pada tubuh fisik kita, yang dapat mengalami kerusakan seiring berjalannya waktu. Namun, “manusia batiniah” mengacu pada sifat batiniah kita, yang bersifat rohani, yang dapat terus diperbarui. Perbedaan ini menekankan bahwa identitas kita di dalam Kristus tidak terikat pada penampilan fisik kita, namun pada hubungan kita dengan Tuhan.

Gagasan pembaruan harian “manusia batiniah” adalah hal mendasar bagi perjalanan spiritual kita. Beliau mengingatkan kita akan perlunya mencari hadirat Tuhan setiap hari dan tunduk pada kehendak-Nya. Pembaruan ini terjadi melalui pembelajaran Firman, doa, penyembahan dan persekutuan dengan orang percaya lainnya.

Kolose 3:10 memberi kita perspektif serupa ketika dikatakan, “Dan kamu telah mengenakan sesuatu yang baru, yaitu pengetahuan yang diperbaharui menurut gambar Dia yang menciptakannya.” Di sini, kita didorong untuk mengenakan “manusia baru”, yang terus-menerus diperbarui, dibentuk menjadi serupa dengan gambar Kristus. Pembaruan ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, namun merupakan proses pertumbuhan rohani yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, topik ini menantang kita untuk tidak sekedar fokus pada penampilan luar atau keadaan yang berlalu, namun mengarahkan perhatian kita pada pembaharuan batin yang Tuhan tawarkan. Kita harus memanfaatkan kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih karunia, kebijaksanaan, dan kekudusan setiap hari, membiarkan Tuhan mengubah “manusia batiniah” kita agar semakin mencerminkan citra Kristus. Saat kita mengupayakan pembaruan setiap hari ini, kita mengalami kehidupan yang berkelimpahan dan bermakna di dalam Kristus.

Berfokus pada Yang Tak Terlihat dan Kekal – Menatap Janji Ilahi

Rasul Paulus menantang kita untuk mengubah perspektif kita dan fokus pada hal-hal yang tidak terlihat dan kekal. Dia menyatakan dalam 2 Korintus 4:18 : “Sebab kami tidak melihat apa yang terlihat, tetapi apa yang tidak terlihat; karena apa yang terlihat adalah sementara, dan apa yang tidak terlihat adalah kekal.” Ayat ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang sifat fana dari realitas yang terlihat dan pentingnya realitas yang tidak terlihat untuk kekal.

Ungkapan “kita tidak memperhatikan hal-hal yang terlihat” memperingatkan kita akan jebakan keterikatan berlebihan pada realitas material dan temporal di dunia ini. Rasul Paulus memperingatkan kita bahwa hal-hal ini bersifat sementara dan dapat berubah. Hal-hal tersebut mungkin memberikan kepuasan sementara, namun tidak dapat mengisi kekosongan rohani dalam hati kita.

Sebaliknya, Paulus mendorong kita untuk mengarahkan pandangan kita “pada apa yang tidak terlihat,” yaitu pada realitas rohani dan kekal. Di sini ia mengingatkan kita bahwa kerajaan Allah, keselamatan dalam Kristus, dan janji-janji ilahi adalah kekal dan tidak berubah. Realitas transendental ini mempunyai nilai yang jauh lebih besar daripada apa pun yang dapat ditawarkan oleh dunia ini.

Penekanan pada hal-hal yang tidak kelihatan dan kekal ini sejalan dengan Ibrani 12:2 , di mana kita didesak untuk “dengan tekun memandang Pencipta dan Penyempurna iman, yaitu Yesus, yang sebagai imbalan atas sukacita yang dianugerahkan di hadapan-Nya, menanggung salib dan mengabaikan rasa malu. , dan duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Yesus Kristus adalah personifikasi dari realitas yang tidak terlihat dan kekal. Ketika kita mengarahkan pandangan kita kepada-Nya, kita dituntun pada kebenaran dan pengharapan kekal.

Perspektif ini menantang kita untuk memikirkan kembali prioritas dan nilai-nilai kita. Kita harus terus-menerus mengevaluasi apakah kita menginvestasikan lebih banyak waktu dan energi pada hal-hal yang bersifat sementara di dunia ini atau pada realitas kekal kerajaan Allah. Berfokus pada hal-hal yang tak kasat mata dan kekal akan membebaskan kita dari jebakan materialisme dan mengarahkan kita menuju kehidupan berkelimpahan yang Tuhan inginkan untuk kita jalani.

Oleh karena itu, topik ini mengajak kita untuk memupuk pola pikir kekal, menyadari bahwa meskipun kita berada di dunia ini, kita bukanlah bagian dari dunia ini. Kita harus mencari terlebih dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, percaya bahwa Dia akan memenuhi semua kebutuhan duniawi kita sementara kita menikmati kekayaan kekal yang Dia janjikan kepada kita.

Kepastian Harapan dalam Kebangkitan – Janji yang Mengubah Segalanya

Paulus memberi kita pernyataan yang kuat dalam 2 Korintus 4:14 : “Karena kita tahu, bahwa Dia yang membangkitkan Tuhan Yesus, juga akan membangkitkan kami melalui Yesus dan akan mempertemukan kami bersama kamu.” Pernyataan ini bersinar seperti bintang harapan di tengah kenyataan hidup Kristiani yang penuh tantangan, menyoroti janji ilahi tentang kebangkitan dan betapa pentingnya hal ini bagi iman kita.

Pengetahuan yang Paulus sebutkan bukan sekadar pengetahuan intelektual, melainkan keyakinan yang kokoh dan tak tergoyahkan. Ia mengajak kita untuk “mengetahui” dengan pasti bahwa sama seperti Allah membangkitkan Yesus dari kematian, Dia juga akan membangkitkan kita. Ini bukanlah asumsi yang tidak pasti, namun sebuah kebenaran yang mengubah cara pandang kita terhadap hidup dan mati.

Janji kebangkitan ini bergema di seluruh Kitab Suci. Dalam 1 Korintus 15:20 , Paulus menulis: “Tetapi Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati dan menjadi yang sulung di antara orang-orang yang telah meninggal.” Yesus adalah buah pertama dari kebangkitan, dan kemenangan-Nya atas kematian menjamin kebangkitan kita sendiri. Harapan inilah yang menjiwai iman kita.

Kepastian kebangkitan bukan sekedar doktrin teologis, namun merupakan sumber penghiburan dan dorongan. Beliau meyakinkan kita bahwa kematian bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sebuah perjalanan menuju kehidupan kekal. Saat kita kehilangan orang yang kita kasihi, kita bisa terhibur dengan janji bahwa suatu saat kita akan bertemu kembali dengan mereka di hadirat Tuhan.

Lebih jauh lagi, harapan ini mengubah cara pandang kita terhadap penderitaan dan kesengsaraan hidup ini. Kita tahu bahwa, meski menghadapi kesulitan terbesar, harapan kita terletak pada janji kebangkitan. Hal ini memungkinkan kita menanggung kesulitan dengan keberanian dan iman, mengetahui bahwa kejayaan di masa depan akan jauh lebih besar daripada penderitaan saat ini.

Oleh karena itu, topik ini menantang kita untuk menerima kepastian harapan kebangkitan sebagai landasan yang kokoh bagi iman kita. Kita harus hidup dengan keyakinan bahwa, di dalam Kristus, kematian telah dikalahkan dan kehidupan kekal adalah warisan kita. Harapan ini mengilhami kita untuk hidup dengan tujuan dan sukacita, mengetahui bahwa perjalanan kita di dunia hanyalah awal dari kekekalan yang mulia di hadirat Tuhan.

Kesimpulan:

Dalam pembelajaran mendalam atas 2 Korintus 4 ini, kita menggali kebenaran kaya yang dibagikan rasul Paulus tentang iman, kemuliaan Allah, dan janji kebangkitan. Saat kita menyelesaikan perjalanan kita melalui bab ini, kita diajak untuk merenungkan bagaimana kebenaran ini dapat mengubah kehidupan dan pandangan rohani kita.

Pesan utama dari bab ini jelas: kita adalah bejana tanah liat yang membawa harta ilahi, yaitu iman kepada Kristus. Meskipun kita lemah, kita dikuatkan oleh kuasa Allah yang bekerja di dalam kita dan melalui kita. Kita dipanggil untuk menghadapi kesengsaraan dengan harapan dan memperbarui diri kita setiap hari dalam batin, mencari pengetahuan tentang kemuliaan Allah.

Terang Kristus bersinar di dalam hati kita, menerangi jalan rohani kita dan memampukan kita untuk hidup sesuai dengan realitas yang tak kasat mata dan kekal. Menatap mata kita pada Yesus akan membebaskan kita dari perangkap dunia materialistis dan mengarahkan kita pada kehidupan yang memiliki tujuan dan makna.

Yang terakhir, kepastian harapan akan kebangkitan mendorong kita untuk menghadapi kematian dan penderitaan dengan berani, karena mengetahui bahwa kehidupan kekal menanti mereka yang percaya kepada Kristus.

Semoga penelaahan Alkitab ini menjadi sumber inspirasi dan peneguhan rohani bagi Anda. Semoga dengan menerapkan kebenaran ini dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat hidup dengan iman, mencerminkan kemuliaan Allah, dan menerima harapan kebangkitan dengan sukacita dan keyakinan.

Semoga terang Kristus terus bersinar di hati kita dan menerangi jalan kita saat kita berupaya menjalani kehidupan yang memuliakan Tuhan dan memberkati dunia di sekitar kita. Semoga kita menjadi bejana kehormatan, menyaksikan transformasi yang terjadi ketika kita hidup dengan iman dalam terang Kristus. Amin.

Share this article

Written by : Ministério Veredas Do IDE

Leave A Comment