Kemampuan mendengar suara Tuhan merupakan anugerah luar biasa yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan. Di tengah kesulitan hidup sehari-hari, kita sering kali mendapati diri kita mencari bimbingan dan arahan. Dan justru di saat-saat ketidakpastian ini, sangatlah penting untuk menyelaraskan hati dan pikiran kita untuk mengenali suara Tuhan kita yang penuh kasih dan bijaksana. Tujuan dari pembelajaran Alkitab ini adalah untuk belajar tentang pentingnya mendengarkan suara Tuhan dalam hidup kita dan bagaimana kita dapat memupuk hubungan yang intim dengan-Nya melalui persekutuan rohani.
Panggilan untuk Ketaatan
Dalam buku Yesaya 30:21, kami menemukan janji yang menghibur:“Dan telingamu akan mendengar firman di belakangmu yang mengatakan: Inilah jalan, berjalanlah di sana tanpa membelok ke kanan atau ke kiri.”. Kata-kata ini terdengar seperti permohonan penuh kasih dari Tuhan untuk mempercayai bimbingan-Nya dan mengikuti jejak Nya. Namun, kita sering tergoda untuk mengikuti rencana dan keinginan kita sendiri, mengabaikan suara tenang Roh Kudus yang mengarahkan kita menuju kebahagiaan dan kepuasan sejati.
Di seluruh Alkitab, kita menemukan banyak contoh nyata tentang orang-orang yang mendengar dan menaati suara Tuhan, meskipun hal itu tampaknya bertentangan dengan logika manusia. Abraham, yang dikenal sebagai bapak orang beriman, menunjukkan keyakinan yang tak tergoyahkan dalam mengikuti instruksi ilahi untuk meninggalkan tanah airnya menuju tanah yang tidak dikenal (Kejadian 12:1-4). Ketaatannya dibalas dengan berkat yang melimpah dan perjanjian kekal dengan Tuhan.
Demikian pula Musa dipanggil Tuhan untuk memimpin umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Meskipun awalnya enggan karena rasa tidak aman dan keterbatasannya, Musa percaya pada janji Tuhan bahwa Dia akan menyertai setiap langkahnya (Keluaran 3:10-12). Ketaatannya mengakibatkan pembebasan bangsa Israel secara ajaib dan wahyu perintah ilahi di Gunung Sinai.
Contoh-contoh inspiratif ini mengingatkan kita bahwa Saudara-saudara kita di masa lalu juga manusia seperti kita, mengajarkan kita pentingnya menyerahkan kehendak kita pada kehendak Tuhan, percaya bahwa rencana-Nya selalu demi kebaikan kita (Yeremia 29:11). Meskipun dunia di sekitar kita menawarkan beragam pilihan dan pendapat, hanya dengan tekun mengejar kehendak Tuhan kita akan menemukan kedamaian dan tujuan sejati.
Memupuk Persatuan yang Mendalam
Mendengar suara Tuhan tidak hanya terkait dengan pertanyaan tentang ketaatan, namun juga tentang keintiman dan hubungan. Sama seperti persahabatan atau kemitraan apa pun, komunikasi adalah hal mendasar untuk memperkuat ikatan antara kita dan Tuhan kita. Dalam Mazmur 46:10 kita diminta untuk diam“Tenanglah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah; Aku akan ditinggikan di antara bangsa-bangsa lain; Aku akan ditinggikan di bumi.”. Ajakan untuk hening dan merenung ini penting untuk menyelaraskan hati kita dengan suara tenang Roh Kudus.
Tuhan Yesus Kristus sendiri adalah model persekutuan kita yang tertinggi dengan Bapa, kita dapat mengamati bahwa Yesus sering kali menyendiri ke tempat terpencil untuk berdoa dan mencari bimbingan ilahi seperti yang dapat kita lihat dalam (Lukas 5:16) “Tetapi dia mengasingkan diri ke padang pasir, dan di sana dia berdoa.”Di tengah tuntutan dan gangguan kehidupan duniawi, Dia memprioritaskan momen persekutuan intim dengan Bapa surgawi-Nya, menemukan kekuatan dan arahan untuk menggenapi tujuan penebusan-Nya.
Demikian pula, kita didorong untuk memupuk kehidupan berdoa dan merenungkan Kitab Suci sebagai sarana memperkuat persekutuan kita dengan Tuhan. Dalam buku Filipi 4:6-7, kami didorong untuk melakukannya“Janganlah kamu kuatir akan apa pun, tetapi dalam segala hal, dengan berdoa dan memohon, dengan mengucap syukur, sampaikan permohonanmu kepada Tuhan. Dan damai sejahtera Tuhan, yang melampaui segala akal, akan menjaga hati dan pikiranmu di dalam Yesus Kristus”. Praktik berserah diri dan percaya ini memampukan kita untuk mengenali suara Tuhan di tengah kebisingan dunia dan menemukan ketenangan di hadirat-Nya.
Membedakan Suara Tuhan
Di dunia yang penuh dengan suara dan pengaruh yang saling bertentangan, kemampuan untuk membedakan adalah alat yang sangat penting dalam kehidupan seorang Kristen, dan jangan khawatir ketika Anda memahami bahwa membedakan suara Tuhan bisa tampak seperti tugas yang menantang. Namun, Alkitab memberi kita prinsip-prinsip yang jelas untuk membedakan antara suara Bapa surgawi kita dan suara musuh dan dunia.
Di dalam Yohanes 10:27, Yesus menyatakan: “Domba-dombaku mendengar suaraku; Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.”Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk memupuk kepekaan rohani yang memungkinkan kita mengenali dan menanggapi suara Gembala yang Baik. Hal ini membutuhkan hati yang rendah hati dan tunduk, siap untuk menaati bimbingan ilahi, bahkan ketika hal itu bertentangan dengan kecenderungan dan keinginan kita sendiri. Ayat ini mengungkapkan betapa dalamnya hubungan antara Allah dan para pengikut-Nya. Ini adalah hubungan yang intim, di mana mereka yang menjadi milik Tuhan memiliki kemampuan untuk membedakan suara-Nya dan sebagai konsekuensinya dibimbing oleh-Nya dalam ketaatan. Itu adalah janji kedekatan dan kepercayaan, sebuah ekspresi cinta kebapakan yang Sang Pencipta miliki terhadap domba-domba-Nya.
Namun, di dunia ini setiap kali kita menemukan suara si jahat, kita menemukan diri kita sendiri Yohanes 8:44 peringatan yang jelas dan langsung dari Yesus:“Ayahmu adalah iblis, dan kamu ingin memenuhi keinginan ayahmu. Dia adalah seorang pembunuh sejak semula, dan tidak berdiri di dalam kebenaran, karena tidak ada kebenaran di dalam dia. Kalau dia berdusta, maka dia berbicara dari miliknya sendiri, sebab dialah pembohong dan bapak segala dusta.”Di sini, Yesus mengidentifikasi iblis sebagai bapak segala kebohongan. Mereka yang memilih untuk menyebarkan kebohongan, penipuan dan kejahatan tidak diragukan lagi mengikuti suara si jahat. Ini adalah seruan untuk kewaspadaan rohani, mengenali tipu muslihat musuh dan menolak pengaruh apa pun yang berupaya memutarbalikkan kebenaran ilahi.
Adapun suara dunia, perkataan dari 1 Yohanes 2:15-17 bergema dengan kuat: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jika seseorang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam dia. Sebab segala sesuatu yang ada di dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan harta benda—bukan berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dunia dan keinginannya sudah lenyap, tetapi siapa yang melakukan kehendak Allah, ia akan tetap hidup selama-lamanya.” Kutipan ini dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa kita tidak boleh memaafkan gagasan dan nilai-nilai dunia. Peringatkan kami terhadap godaan keserakahan, materialisme, dan kesenangan sesaat yang sering ditawarkan dunia. Sementara suara dunia memikat kita ke dalam keinginan egois, suara Tuhan menuntun kita menuju kehidupan yang didasarkan pada kebenaran dan kasih abadi.
Dalam perjalanan rohani kita, kita terus-menerus ditantang untuk mendengarkan telinga rohani kita. Dengan mendengarkan suara Gembala ilahi, kita dibimbing oleh kepercayaan dan keintiman. Dengan mengenali suara si jahat, kita diperingatkan untuk melawan tipu muslihat kebohongan dan godaan. Dan dengan menolak suara dunia, kita dipanggil untuk memeluk nilai-nilai kekal kerajaan Allah.
Lebih jauh lagi, Firman Tuhan berfungsi sebagai panduan yang sempurna untuk membedakan suara-Nya. Ibrani 4:12 mengingatkan kita bahwa “Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun, menembus sampai ke belahan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum, dan mampu membedakan pikiran dan pikiran. niat hati.” Dengan mempelajari Kitab Suci dan membiarkan Firman Tuhan berdiam dengan kaya di dalam diri kita (Kolose 3:16), kita mengembangkan kepekaan rohani yang memungkinkan kita membedakan antara yang benar dan yang salah, yang ilahi dan yang duniawi.
Kesimpulan
Mendengar suara Tuhan adalah perjalanan iman, ketaatan dan persekutuan yang berkelanjutan. Ketika kita berusaha untuk memupuk kepekaan rohani dan tunduk pada kehendak-Nya, kita diberdayakan untuk mengikuti jejak Juruselamat kita dan mengalami kepenuhan kehidupan berkelimpahan yang Dia janjikan (Yohanes 10:10). Semoga kita terus tekun mencari suara Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, yakin bahwa Dia setia membimbing kita di jalan kebenaran dan kasih-Nya.