Yesaya 58:6-12 – Ini bukanlah puasa yang kuinginkan: melepaskan belenggu kejahatan

Published On: 29 de Agustus de 2023Categories: Pelajaran Alkitab

Menurut Alkitab, apakah puasa itu?

Puasa adalah praktik berpantang makanan secara sukarela (dan terkadang kebutuhan lainnya) untuk jangka waktu tertentu. Praktik puasa disebutkan dalam beberapa bagian Alkitab dan dapat memiliki tujuan spiritual yang berbeda, seperti mencari Tuhan dalam doa, pertobatan, pemurnian spiritual, pemahaman atau ibadah ilahi.

Puasa disebutkan di banyak tempat dalam Alkitab, termasuk Perjanjian Lama dan Baru. Misalnya, dalam Perjanjian Lama, dalam kitab Yesaya 58:6, Tuhan bersabda, “Bukankah puasa ini yang Kuinginkan: melepaskan belenggu ketidakadilan, melepaskan tali kuk, membebaskan orang yang tertindas, dan mematahkan setiap kuk?” Di sini Allah menekankan bahwa puasa harus dibarengi dengan amal shaleh dan kebajikan.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus juga berbicara tentang puasa, menekankan bahwa puasa harus dilakukan secara diam-diam dan bukan untuk mengesankan orang lain, tetapi sebagai praktik pencarian spiritual pribadi. Matius 6:16-18 – Dan apabila kamu berpuasa, janganlah kamu bersedih hati seperti orang munafik; sebab mereka merusak wajah mereka, sehingga laki-laki kelihatannya sedang berpuasa. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, mereka telah menerima upahnya. Tetapi ketika kamu berpuasa, kamu mengurapi kepalamu dan membasuh mukamu, supaya kamu tidak kelihatan di hadapan orang yang berpuasa, melainkan di hadapan Bapamu yang sembunyi-sembunyi; dan Ayahmu, yang melihat secara rahasia, akan membalasmu di depan umum.

Jenis Puasa :

Alkitab, sebagai sumber bimbingan rohani yang tidak ada habisnya, menyajikan kepada kita beragam cara puasa telah dilakukan oleh tokoh-tokoh Alkitab sepanjang zaman. Dalam halaman-halaman Kitab Suci, kita menyaksikan transendensi berbagai jenis puasa, yang masing-masing dibentuk oleh tujuan spiritual yang mendorongnya dan keadaan yang melingkupinya. Misalnya, mustahil untuk tidak mengagumi ketekunan dan pengabdian Yesus, yang berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam di padang gurun, mencari hubungan yang mendalam dengan Bapa Surgawi-Nya dan mempersiapkan diri-Nya untuk pelayanan-Nya di dunia.

Pada saat yang sama, kita menemukan contoh puasa parsial, seperti yang dilakukan Daniel, yang memilih untuk tidak mengonsumsi jenis makanan tertentu sebagai bentuk kesetiaannya kepada Tuhan. Ini hanyalah dua dari sekian banyak contoh puasa yang tersebar di seluruh halaman Alkitab, masing-masing memiliki tujuan spesifik dan makna rohaninya sendiri.

Dalam teks ini, kita akan mengeksplorasi secara lebih rinci jenis-jenis puasa ini berdasarkan Kitab Suci. Kita akan menemukan bagaimana praktik transendental ini tidak hanya membentuk kehidupan tokoh-tokoh alkitabiah, namun juga menawarkan wawasan mendalam tentang bagaimana kita dapat mencari hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan melalui disiplin rohani ini. Melalui contoh-contoh ini, kita dapat lebih memahami bagaimana puasa telah menjadi bagian penting dalam perjalanan spiritual umat manusia sepanjang sejarah keagamaan.

Puasa Total – Pencarian Spiritual yang Mendalam:

Puasa total, yang ditandai dengan tidak makan sama sekali dan, dalam beberapa kasus, bahkan tidak minum air, adalah praktik yang meresap dalam Kitab Suci pada saat-saat penting pencarian spiritual. Seperti yang Yesus sendiri tunjukkan dalam pelayanan-Nya di dunia ketika Dia berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun. Episode ini dicatat dalam Matius 4:2, yang berbunyi: “Dan setelah ia berpuasa empat puluh hari empat puluh malam, sesudah itu ia merasa lapar.” Tindakan tanpa pamrih yang ekstrem ini menjadi contoh pengabdian mendalam dan persiapan rohani, yang menandai awal misi ilahi-Nya.

Puasa total, seperti yang dilakukan Yesus, adalah tindakan penolakan yang melampaui kebutuhan fisik dengan berfokus pada pencarian Tuhan dalam wujud-Nya yang paling murni. Ini adalah saat refleksi mendalam, persekutuan spiritual yang intens, dan ujian iman. Jenis puasa ini sering kali dilakukan pada saat mencari jawaban surgawi yang bermakna, mencari pemberdayaan spiritual, atau menghadapi tantangan luar biasa.

Puasa Parsial – Pantang Selektif Mencari Tuhan:

Puasa sebagian, berbeda dengan puasa total, berarti tidak mengonsumsi jenis makanan tertentu sementara jenis makanan lainnya tetap diperbolehkan. Sebuah contoh penting ditemukan dalam kisah nabi Daniel. Dalam Daniel 1:12 “Cobalah, aku berdoa kepadamu, hamba-hambamu sepuluh hari, dan berilah kami sayur-sayuran untuk dimakan dan air untuk diminum.” Di sini kita melihat bahwa Daniel mengajukan permintaan kepada atasannya, meminta untuk tidak makan makanan raja, termasuk daging dan anggur, tetapi hanya diberi makan sayur dan air. Puasa makanan tertentu ini merupakan pernyataan kesetiaan kepada Tuhan dan menunjukkan kesediaannya untuk menjaga kemurnian spiritualnya bahkan di lingkungan asing.

Puasa sebagian sering kali dilakukan ketika harus dibuat perbedaan yang jelas antara apa yang dikuduskan dan apa yang tidak. Ini adalah suatu bentuk disiplin spiritual yang memungkinkan adanya fokus baru pada Tuhan dan pada saat yang sama melepaskan kesenangan duniawi tertentu. Teladan Daniel menggambarkan bagaimana praktik ini dapat memperkuat iman dan hubungan dengan Tuhan, sekaligus tetap setia pada prinsip dan keyakinan spiritual.

Daniel Fast – Pilihan yang Bergizi dan Spiritual:

“Puasa Daniel” adalah praktik yang didasarkan pada kitab Daniel di dalam Alkitab. Biasanya melibatkan pantangan jenis makanan tertentu, seperti daging, susu, dan makanan olahan, sambil membiarkan diri Anda mengonsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, dan air. Banyak yang percaya bahwa puasa ini bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani.

Asal usul puasa ini dapat ditelusuri kembali ke pasal 1 kitab Daniel, di mana Daniel dan teman-temannya, di pembuangan Babilonia, menolak untuk makan makanan lezat raja dan malah meminta makanan berupa sayur-sayuran dan air. Setelah masa percobaan, mereka terbukti lebih sehat dibandingkan mereka yang memakan makanan lezat raja.

Puasa Daniel sering dilakukan sebagai cara untuk menyucikan tubuh dan pikiran, meningkatkan rasa pembaruan spiritual. Hal ini dipandang sebagai pilihan nutrisi secara sadar yang tidak hanya memperkuat kesehatan fisik tetapi juga membantu menyelaraskan diri dengan Tuhan lebih dalam dengan berfokus pada makanan yang dianggap lebih dekat dengan ciptaan aslinya. Banyak yang percaya bahwa disiplin spiritual ini dapat membawa kejernihan mental, energi baru, dan rasa kedekatan dengan Tuhan.

Tujuan Puasa :

Puasa, sebuah disiplin spiritual berupa berpantang makanan, air, atau kenyamanan fisik lainnya secara sukarela, memiliki pengaruh yang signifikan dan bertahan lama dalam perjalanan spiritual umat manusia seperti yang digambarkan dalam halaman-halaman Alkitab. Praktik ini lebih dari sekedar berpantang secara fisik; ini adalah bentuk pencarian spiritual yang mendalam dan ekspresi pengabdian kepada Tuhan, seperti yang diajarkan Kitab Suci kepada kita.

Mencari Kehadiran Ilahi :

Salah satu alasan paling menonjol untuk berpuasa, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Suci, adalah pencarian kehadiran ilahi. Ketika individu atau komunitas menginginkan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan, mereka sering kali beralih ke puasa sebagai sarana untuk menyucikan hati mereka dan memberikan ruang bagi wahyu ilahi. Dalam Perjanjian Lama, Mazmur 42:1-2 menceritakan kepada kita, “Seperti rusa merindukan air yang mengalir, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus akan Tuhan, akan Tuhan yang hidup. Kapan aku bisa datang untuk mempersembahkan diriku kepada Tuhan?”

Pertobatan Tulus atas Dosa :

Puasa juga sering dikaitkan dengan taubat. Ketika manusia mengakui dosa-dosa mereka dan mencari pemulihan hubungan mereka dengan Tuhan, mereka berpuasa sebagai bentuk nyata penyesalan mereka. Di dalam Alkitab, nabi Yoel menyerukan orang-orang untuk berpuasa dan berkabung, seperti yang kita lihat dalam Yoel 2:12-13: “Tetapi sekarang pun, firman Tuhan: Kembalilah kepadaku dengan segenap hatimu; dan itu dengan berpuasa, dan dengan menangis, dan dengan berkabung. Dan koyaklah hatimu, bukan pakaianmu, dan bertobatlah kepada Tuhan, Allahmu; karena Dia penyayang, dan penyayang, dan lambat marah, dan besar dalam kebaikan, dan bertobat dari kejahatan.”

Ketajaman dalam Mengambil Keputusan Penting :

Pada saat-saat kritis dalam pengambilan keputusan, puasa juga digunakan sebagai sarana untuk mencari kebijaksanaan dan wawasan ilahi. Individu dan pemimpin mencari bimbingan Tuhan melalui puasa sebelum mengambil keputusan penting. Contoh alkitabiah yang menonjol adalah Ezra, yang berpuasa dan mencari perlindungan ilahi sebelum memulai perjalanan berbahaya bersama umat Tuhan kembali ke Yerusalem, seperti yang diriwayatkan dalam Ezra 8:21: “Aku mengumumkan puasa di tepi sungai Ava, untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan kami, untuk meminta kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami, dan bagi semua milik kami.”

Ekspresi Ibadah kepada Tuhan :

Selain itu, puasa juga bisa menjadi ekspresi ibadah yang mendalam kepada Tuhan. Ini adalah cara untuk menunjukkan pengabdian dan ketergantungan seseorang kepada Tuhan. Perjanjian Baru menyebutkan praktik puasa sebagai bagian integral dari kehidupan rohani umat Kristiani, menekankan pentingnya melakukannya dengan motif yang murni dan hati yang berpaling kepada Tuhan. Yesus mengajarkan kita dalam Matius 6:16-18: “Apabila kamu berpuasa, janganlah bersedih seperti orang munafik; sebab mereka merusak wajah mereka, sehingga laki-laki kelihatannya sedang berpuasa. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, mereka telah menerima upahnya. Tetapi ketika kamu berpuasa, kamu mengurapi kepalamu dan membasuh mukamu, agar kamu tidak kelihatan di hadapan orang bahwa kamu sedang berpuasa, tetapi di hadapan Bapamu yang diam-diam; dan Ayahmu yang melihat secara rahasia akan membalasmu di hadapan umum.”

Ringkasnya, puasa adalah praktik spiritual yang kaya makna dan mendalam sebagaimana diungkapkan dalam Kitab Suci. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa puasa adalah cara untuk mencari hadirat Tuhan, menyatakan pertobatan yang tulus, mempertimbangkan keputusan-keputusan penting, dan beribadah kepada Tuhan dengan pengabdian yang tulus. Saat kita menelusuri tujuan-tujuan ini berdasarkan Alkitab, kita akan lebih memahami pentingnya puasa sebagai ekspresi spiritual yang telah menjadi bagian integral dari perjalanan spiritual banyak orang sepanjang sejarah.

Ajaran Yesus tentang Puasa :

Dalam Injil, kita menemukan ajaran Yesus yang berharga tentang puasa, yang menjelaskan sifat sebenarnya dari latihan spiritual ini. Guru Ilahi tidak hanya menjalankan puasa tetapi juga memberikan instruksi kepada para pengikut-Nya tentang bagaimana melakukan pendekatan terhadap disiplin ini dengan cara yang bermakna dan tulus.

Puasa Pribadi, Bukan Berpura-pura : Dalam Matius 6:16-18, Yesus menekankan pentingnya puasa sebagai praktik pribadi dan pribadi, dibandingkan dengan penampilan yang mencolok untuk mengesankan orang lain. Ia memperingatkan terhadap perilaku orang-orang munafik yang memamerkan puasanya untuk mendapatkan persetujuan publik. Sebaliknya, Yesus memerintahkan para pengikut-Nya untuk berpuasa dengan hati-hati, sehingga hanya Tuhan, yang melihat hati, yang menjadi saksi atas tindakan pengabdian ini. Di sini, Yesus mengajarkan kita bahwa puasa harus menjadi ekspresi sejati dari pencarian spiritual, bukan pencarian pengakuan manusia.

Motivasi yang Benar Itu Penting : Dalam Matius 9:14-17 – “Lalu datanglah murid-murid Yohanes kepadanya dan berkata, Mengapa kami dan orang-orang Farisi sering berpuasa, sedangkan murid-muridmu tidak? Lalu Yesus berkata kepada mereka, Bolehkah anak-anak pengantin perempuan berkabung selama pengantin laki-laki itu bersama mereka? Namun akan tiba saatnya suami mereka diambil dari mereka, dan kemudian mereka akan berpuasa. Tidak ada orang yang menambal kain baru pada pakaian yang lama, karena kain penambal itu akan mengoyak pakaian itu, dan robekannya semakin besar. Anggur baru juga tidak dituangkan ke dalam kantong kulit yang tua; jika tidak, kulitnya akan pecah, dan anggurnya tumpah, dan kulitnya rusak; tetapi anggur baru dituangkan ke dalam kantong kulit anggur yang baru, sehingga keduanya terawetkan.”Yesus mengibaratkan puasa seperti menjahit tambalan pada pakaian yang sudah tua. Beliau mengajarkan bahwa motivasi dibalik puasa sangatlah penting. Sama seperti menambal pakaian lama dengan kain baru yang tidak pantas dan mengakibatkan robekan yang lebih besar, berpuasa karena alasan yang salah atau egois juga bisa menjadi kontraproduktif. Yesus memperingatkan kita agar tidak melakukan puasa yang dimotivasi oleh keinginan untuk tampil saleh di mata orang lain atau untuk mendapatkan harga diri. Sebaliknya, Beliau menekankan bahwa puasa harus dilatarbelakangi oleh keinginan tulus untuk mencari Tuhan, bertumbuh secara spiritual, dan menyucikan diri.

Hati dan Niat Lebih Penting : Berkali-kali dalam ajaran Yesus kita menemukan penekanan pada fakta bahwa hati dan niat di balik puasa lebih penting daripada tindakan fisik itu sendiri. Dalam Matius 15:8, Dia mengutip nubuatan dari Yesaya, yang mengatakan, “Orang-orang ini mendekat kepada-Ku dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, tetapi hatinya jauh dari-Ku.” Yesus ingin kita memahami bahwa puasa bukanlah formula ajaib untuk mendapatkan perkenanan ilahi; melainkan ekspresi pengabdian yang harus datang dari hati yang tulus dan rendah hati.

Pencarian Transformasi Batin : Pada akhirnya, ajaran Yesus tentang puasa menuntun kita pada pencarian transformasi batin. Beliau mendorong kita untuk mencari hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan, mengatasi motivasi kita, dan memupuk pengabdian tulus yang muncul dari hati. Puasa, jika dilakukan dengan pola pikir yang benar, dapat menjadi alat yang ampuh untuk pencarian spiritual, pemurnian, dan pertumbuhan iman.

Singkatnya, ajaran Yesus tentang puasa adalah pengingat berharga bahwa pengabdian sejati tidak hanya sekedar penampilan luar. Beliau mengajak kita untuk berpuasa dengan hati yang tulus, mencari Tuhan dengan motif yang murni, dan menyadari bahwa transformasi batin adalah tujuan sebenarnya dari latihan spiritual ini.

Pentingnya Puasa dalam Umat Kristiani:

Puasa adalah praktik spiritual yang penting dalam komunitas Kristen dan dapat memainkan peran penting dalam memperkuat gereja yang sehat dan hidup secara spiritual.

Pertama, puasa adalah cara mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, mencari kehadiran-Nya lebih dalam. Ketika anggota gereja berpuasa bersama, mereka dapat merasakan kesatuan rohani dan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan.

Selain itu, puasa dapat menjadi alat yang ampuh untuk meruntuhkan benteng rohani dan mengatasi godaan. Yesus berpuasa selama 40 hari sebelum menghadapi godaan Setan di padang gurun, dan praktik ini dapat menginspirasi umat Kristiani untuk menolak dosa.

Puasa juga memerlukan disiplin diri dan pengendalian nafsu fisik, sehingga meningkatkan disiplin spiritual di kalangan umat beriman. Disiplin ini dapat diterapkan pada bidang kehidupan Kristen lainnya. Dikombinasikan dengan doa yang intens, puasa dapat menghasilkan momen syafaat dan persekutuan yang kuat dengan Tuhan ketika gereja yang berpuasa berkumpul bersama. Selain itu, puasa dapat meningkatkan kepekaan rohani, menjadikan umat Kristiani lebih menerima bimbingan Roh Kudus dan lebih sadar akan suara Tuhan dalam kehidupan mereka.

Ketika gereja yang berpuasa berkumpul, hal ini menciptakan peluang bagi para anggota untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung dalam upaya rohani mereka, memperkuat ikatan persekutuan dan solidaritas di dalam gereja.

Puasa juga bisa menjadi sarana pembaharuan rohani, yang memungkinkan umat Kristiani untuk berpaling dari gangguan dunia dan fokus pada Tuhan. Hal ini dapat mengarah pada kebangkitan rohani di dalam gereja.

Penting untuk diperhatikan bahwa puasa harus dilakukan dengan hikmah dan bimbingan spiritual. Tidak semua jenis puasa cocok untuk semua orang, dan mereka yang memiliki kondisi medis atau keadaan khusus harus berkonsultasi sebelum memulai masa puasa. Lebih jauh lagi, puasa hendaknya tidak dilihat sebagai cara untuk memperoleh manfaat spiritual, melainkan sebagai ekspresi mencari Tuhan dan alat untuk bertumbuh dalam iman dan kesalehan. Bila dilakukan dengan tulus dan rendah hati, puasa dapat menjadi bagian berharga dalam kehidupan rohani gereja Kristen.

Singkatnya, puasa dalam Alkitab adalah praktik spiritual yang bermakna dengan berbagai tujuan, mulai dari mencari kehadiran Tuhan hingga pertobatan dan mencari bimbingan ilahi. Namun, penekanannya selalu pada motivasi dan sikap hati di balik puasa tersebut, bukan sekedar mengikuti aturan ketat pantang makan.

Share this article

Written by : Ministério Veredas Do IDE

Leave A Comment