Injil Yohanes adalah salah satu kitab paling mendalam dan teologis dalam Perjanjian Baru, yang menawarkan wawasan unik mengenai keilahian Yesus Kristus. Dalam Yohanes 5:16-47, kita menemukan salah satu khotbah Yesus yang paling penting, di mana Ia mengaku sebagai Anak Allah dan setara dengan Bapa seperti hubungan-Nya dengan Tuhan Bapa.
Dalam pelajaran ini, kita akan menelusuri ayat demi ayat, menganalisis pernyataan Yesus dan implikasinya. Kita akan melihat bagaimana Yesus dengan jelas dan tegas memposisikan diri-Nya sebagai Anak Allah, setara dengan Bapa, dan konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ini bagi para pendengar-Nya dan bagi kita saat ini. Kami akan menggunakan ayat-ayat Alkitab lainnya untuk melengkapi pemahaman kami dan memperdalam refleksi kami tentang keilahian Yesus.
Yohanes 5:16 “Dan itulah sebabnya orang-orang Yahudi menganiaya Yesus dan berusaha membunuh Dia, karena Dia melakukan hal-hal ini pada hari Sabat.”
Orang-orang Yahudi menganiaya Yesus karena Dia menyembuhkan seseorang pada hari Sabat , menurut mereka melanggar hukum istirahat hari Sabat. Tindakan Yesus ini menantang penafsiran legalistik terhadap hukum Yahudi. Yesus menunjukkan bahwa belas kasihan dan kesejahteraan manusia berada di atas batasan hukum (Matius 12:7-8). Penyembuhan pada hari Sabat mengungkapkan otoritas Yesus atas hukum, yang menunjukkan keilahian-Nya.
Yohanes 5:17 “Dan Yesus menjawab mereka, Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, dan Aku juga bekerja.”
Di sini, Yesus mengungkapkan kebenaran teologis yang mendalam: Allah terus memelihara ciptaan bahkan pada hari Sabat, dan Dia, sebagai Anak, berpartisipasi dalam pekerjaan yang berkelanjutan ini. Ayat ini menunjukkan bahwa pekerjaan Yesus merupakan perpanjangan dari pekerjaan Bapa, yang menunjukkan adanya kesatuan esensial di antara keduanya (Ibrani 1:3). Yesus tidak hanya mengklaim otoritas ilahi tetapi juga keintiman yang unik dengan Allah Bapa.
Yohanes 5:18 “Oleh karena itu, orang-orang Yahudi semakin berusaha untuk membunuh dia, karena dia tidak saja melanggar hari Sabat, tetapi juga mengatakan bahwa Allah adalah Bapanya sendiri dan menjadikan dirinya setara dengan Allah.”
Reaksi orang-orang Yahudi menggarisbawahi pentingnya pernyataan Yesus. Mereka memahami bahwa Dia tidak hanya melanggar hukum Sabat tetapi juga mengklaim kesetaraan dengan Tuhan. Pernyataan ini penting dalam Kristologi Yohanes, di mana Yesus diakui sebagai Allah sejati dan manusia sejati (Yohanes 1:1, 14).
Yohanes 5:19 “Tetapi Yesus menjawab dan berkata kepada mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Anak tidak dapat berbuat apa pun dari dirinya sendiri, kecuali Dia melihat Bapa melakukannya; karena apa pun yang dilakukannya, Putra pun melakukan hal yang sama.”
Yesus menjelaskan hubungan fungsional antara diri-Nya dan Bapa. Ketergantungan-Nya pada Bapa tidak mengurangi keilahian-Nya, namun meningkatkan keselarasan dan kesatuan sempurna dalam pekerjaan-Nya. Kerja sama ilahi ini merupakan teladan ketaatan dan ketundukan yang sempurna, yang menunjukkan bahwa otoritas Yesus berasal dari Bapa dan mengungkapkan kehendak-Nya dengan sempurna (Filipi 2:6-8) – “Dia yang dalam rupa Allah tidak memperhitungkannya. adalah suatu perampokan untuk setara dengan Tuhan, tetapi mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, menjadi serupa dengan manusia; Dan dalam rupa manusia, Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.”
Yohanes 5:20 “Sebab Bapa mengasihi Anak dan menunjukkan kepadanya segala sesuatu yang dilakukan-Nya; dan dia akan menunjukkan kepadamu pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari ini, agar kamu takjub.”
Kasih Bapa kepada Putra adalah dasar dari wahyu yang sedang berlangsung dan pekerjaan-pekerjaan besar yang akan datang. Ayat ini menunjuk pada mukjizat di masa depan, dan khususnya kebangkitan Yesus, sebagai tanda terbesar dari keilahian dan misi penebusan-Nya (Yohanes 10:17-18). Hubungan yang penuh kasih dan pengungkapan antara Bapa dan Anak merupakan kesaksian akan kesatuan dan tujuan ilahi.
Yohanes 5:21 “Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang mati dan menghidupkan mereka, demikian pula Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya.”
Di sini, Yesus mengklaim hak prerogatif ilahi untuk memberikan kehidupan, suatu karakteristik unik yang dimiliki Allah dalam Perjanjian Lama (Ulangan 32:39). Dia menegaskan otoritas-Nya atas kehidupan dan kematian, sebuah kuasa yang akan sepenuhnya ditunjukkan dalam kebangkitan-Nya dan janji kehidupan kekal bagi orang-orang percaya (Yohanes 11:25-26).
Yohanes 5:22 “Dan Bapa juga tidak menghakimi siapa pun, tetapi seluruh penghakiman telah diserahkan kepada Anak,”
Yesus adalah hakim yang ditunjuk oleh Allah, yang menggarisbawahi otoritas tertinggi-Nya. Fungsi penghakiman ini mengungkapkan kepercayaan penuh Bapa kepada Anak dan kedudukan Yesus yang mulia. Dia tidak hanya memberikan kehidupan, tetapi juga penentu akhir nasib manusia (Kisah Para Rasul 10:42; 2 Korintus 5:10).
Yohanes 5:23 “Supaya setiap orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Siapa yang tidak menghormati Anak, tidak menghormati Bapa yang mengutus dia.”
Kehormatan yang menjadi hak Putra sama dengan kehormatan Bapa, memperkuat kesetaraan dan kesejajaran Yesus dengan Tuhan. Menolak penghormatan terhadap Putra, secara implisit, berarti menyangkal Bapa. Saling ketergantungan dalam penghormatan ini menggarisbawahi kesatuan Tritunggal yang tidak dapat dipisahkan (1 Yohanes 2:23).
Yohanes 5:24 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengarkan firman-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak akan dihukum, melainkan telah berpindah dari maut ke dalam hidup.”
Ayat ini menyoroti janji hidup kekal melalui iman kepada Yesus dan Bapa yang mengutus Dia. Peralihan dari kematian menuju kehidupan merupakan transformasi yang terjadi saat ini dan berkelanjutan, yang dijamin melalui penerimaan pesan Yesus (Yohanes 3:16; Roma 8:1). Iman kepada Kristus adalah sarana yang melaluinya seseorang menerima kehidupan kekal dan lolos dari hukuman.
Yohanes 5:25 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba, dan sekarang sudah tiba, ketika orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah; dan siapa pun yang mendengarnya akan hidup.”
Yesus berbicara tentang kebangkitan rohani dan kebangkitan jasmani di masa depan. Waktu “sekarang” mengacu pada pekerjaan Yesus saat ini, yang menghidupkan secara rohani mereka yang percaya. Kebangkitan di masa depan akan menjadi konfirmasi terakhir akan otoritas dan kuasa ilahi-Nya (Efesus 2:1; 1 Tesalonika 4:16).
Yohanes 5:26 “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup di dalam dirinya sendiri, demikian pula Ia telah mengaruniakan kepada Anak untuk mempunyai hidup di dalam dirinya sendiri;”
Bapa mempunyai kehidupan di dalam diri-Nya sendiri dan menganugerahkan kepada Anak kemandirian yang sama. Kemandirian ini merupakan tanda keilahian Yesus, yang menunjukkan bahwa Dia tidak bergantung pada siapa pun untuk hidup atau beroperasi (Yohanes 1:4). Dialah sumber kehidupan kekal bagi semua orang yang beriman.
Yohanes 5:27 “Dan Dialah yang memberikan Dia kuasa untuk melaksanakan penghakiman, karena Dialah Anak Manusia.”
Yesus mendapat wewenang untuk menghakimi karena Dia adalah Anak Manusia, sosok mesianis yang menyatukan keilahian dan kemanusiaan (Daniel 7:13-14). Otoritas ini mencakup penghakiman final dan penebusan, yang mencerminkan misi-Nya untuk menyelamatkan dan memulihkan (Kisah Para Rasul 17:31).
Yohanes 5:28 “Janganlah kamu heran akan hal ini, karena akan tiba saatnya semua orang yang ada di dalam kubur akan mendengar suara-Nya.”
Yesus mengumumkan kebangkitan semua orang mati di masa depan. Suaranya akan memanggil semua orang menuju kehidupan atau penghakiman terakhir. Kepastian eskatologis ini memperkuat kedaulatan dan kuasa Yesus atas kematian dan kehidupan (1 Korintus 15:52; Yohanes 11:43).
Yohanes 5:29 “Dan barangsiapa berbuat baik, ia akan menerima kebangkitan hidup; dan mereka yang melakukan kejahatan, menuju kebangkitan kutukan.”
Kebangkitan melibatkan penghakiman berdasarkan perbuatan. Iman kepada Yesus mengubah kehidupan dan menghasilkan perbuatan baik, membuktikan kebangkitan menuju kehidupan kekal. Mereka yang menolak iman ini akan menghadapi hukuman (Matius 25:31-46; Roma 2:6-8).
Yohanes 5:30 “Saya tidak dapat melakukan apa pun sendiri; seperti yang saya dengar, maka saya menilai; dan penilaianku adil, sebab aku tidak mencari kehendakku sendiri, melainkan kehendak Bapa yang mengutus aku.”
Yesus menegaskan kembali ketergantungan dan keselarasan total-Nya dengan Bapa. Penilaian-Nya adil karena didasarkan pada kehendak Bapa, bukan kepentingan pribadi. Ketundukan pada kehendak ilahi ini merupakan teladan ketaatan dan kebenaran yang sempurna (Yohanes 6:38; Ibrani 5:8-9).
Yohanes 5:31 “Jika aku bersaksi tentang diriku sendiri, maka kesaksianku tidak benar.”
Yesus menyadari perlunya kesaksian eksternal untuk memvalidasi pernyataan-pernyataan-Nya. Kerendahan hati ini menyoroti pentingnya saksi yang menguatkan dalam masalah rohani dan hukum (Ulangan 19:15). Yesus selalu mencari peneguhan misi-Nya melalui Kitab Suci dan kesaksian Bapa.
Yohanes 5:32 “Ada orang lain yang memberi kesaksian tentang Aku, dan aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikannya tentang Aku adalah benar.”
Kata “yang lain” mengacu pada Bapa, yang kesaksiannya sepenuhnya benar. Penegasan ilahi ini mengesahkan misi dan perkataan Yesus, menunjukkan bahwa Dia bertindak dalam persekutuan sempurna dengan Bapa (Yohanes 8:18; 1 Yohanes 5:9; Matius 3:17).
Yohanes 5:33 “Engkau mengirim utusan kepada Yohanes, dan dia memberi kesaksian tentang kebenaran.”
Yesus mengingatkan orang-orang Yahudi akan kesaksian Yohanes Pembaptis, yang menyebut Dia sebagai Anak Domba Allah (Yohanes 1:29). Yohanes Pembaptis adalah sosok yang diakui dan dihormati, dan kesaksiannya memperkuat identitas mesianis Yesus.
Yohanes 5:34 “Tetapi aku tidak menerima kesaksian dari manusia; tetapi inilah yang Kukatakan, supaya kamu diselamatkan.”
Meskipun kesaksian Yohanes sebagai manusia penting, Yesus menekankan bahwa otoritas-Nya tidak bergantung padanya. Dia mencari keselamatan para pendengarnya, dengan menunjukkan bahwa validasi tertinggi datang dari Bapa dan cukup untuk keselamatan (Yohanes 5:36-37).
Yohanes 5:35 “Dialah pelita yang menyala dan memberi terang; dan kamu bersedia untuk bersukacita sebentar dalam terangnya.”
Yohanes Pembaptis diumpamakan dengan pelita, penerang sementara yang mempersiapkan jalan bagi Yesus, Terang dunia (Yohanes 1:8; Yohanes 8:12). Kegembiraan sesaat orang-orang Yahudi atas pesan Yohanes kini harus berubah menjadi iman yang langgeng kepada Yesus.
Yohanes 5:36 “Tetapi aku mempunyai kesaksian yang lebih besar dari pada kesaksian Yohanes; karena pekerjaan-pekerjaan yang telah diberikan Bapa kepadaku untuk dilakukan, pekerjaan-pekerjaan yang sama yang telah aku saksikan tentang diriku, yang telah diutus oleh Bapa kepadaku.”
Karya Yesus, termasuk mukjizat dan pengajarannya, merupakan kesaksian terbesar yang mengotentikasi misi ilahi-Nya. Karya-karya ini merupakan manifestasi nyata dari kuasa dan kehadiran Allah dalam kehidupan Yesus, yang membenarkan pernyataan-pernyataan-Nya (Yohanes 10:25, 38).
Yohanes 5:37 “Dan Bapa yang mengutus Aku sendirilah yang memberi kesaksian tentang Aku. Anda belum pernah mendengar suaranya atau melihat penampilannya.”
Yesus menekankan bahwa kesaksian Bapa bersifat langsung dan tidak perlu dipertanyakan lagi, namun menyesalkan bahwa orang-orang Yahudi tidak mengakuinya. Kurangnya wawasan rohani dan penolakan untuk mendengarkan suara Tuhan merupakan penghalang bagi iman yang sejati (Yohanes 1:18; Yohanes 14:9).
Yohanes 5:38 “Dan perkataannya tidak tinggal di dalam kamu, karena kamu tidak percaya kepada dia yang diutusnya.”
Ketidakpercayaan orang Yahudi dibuktikan dengan tidak adanya firman Tuhan dalam kehidupan mereka. Iman sejati kepada Yesus disertai dengan internalisasi firman Allah, yang mengubah dan membimbing (Yohanes 8:47; Kolose 3:16).
Yohanes 5:39 “Kamu menyelidiki Kitab Suci, sebab di dalamnya kamu menyangka bahwa kamu mempunyai hidup yang kekal, dan di dalamnya tertulis kesaksian tentang Aku;”
Kitab Suci adalah sumber kesaksian tentang Yesus, namun orang-orang Yahudi tidak menyadari hal ini. Yesus hadir di seluruh Alkitab, dan pembelajaran Kitab Suci harus mengarah pada pengenalan akan Dia sebagai Mesias dan sumber kehidupan kekal (Lukas 24:27, 44-45).
Yohanes 5:40 “Dan kamu tidak mau datang kepadaku untuk memperoleh hidup.”
Keengganan orang-orang Yahudi untuk menerima Yesus adalah penghalang nyata menuju kehidupan kekal. Kehendak Allah adalah agar setiap orang datang kepada Yesus untuk menerima kehidupan, namun penolakan manusia menghalangi pencapaian ini (Matius 23:37; Yohanes 3:19-20).
Yohanes 5:41 “Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia;”
Yesus tidak mencari persetujuan atau kemuliaan manusia. Misinya adalah untuk memenuhi kehendak Bapa dan membawa keselamatan. Kemuliaan yang dicari-Nya adalah kemuliaan yang berasal dari Allah, bukan persetujuan sesaat dari manusia (Yohanes 12:43; Yohanes 17:4-5).
Yohanes 5:42 “Tetapi Aku tahu kamu, bahwa kamu tidak mempunyai kasih Allah di dalam kamu.”
Kurangnya kasih kepada Tuhan di kalangan orang Yahudi merupakan penghalang untuk menerima Yesus. Kasih sejati kepada Allah diwujudkan dalam penerimaan Anak-Nya (1 Yohanes 5:1-2). Tanpa kasih ini, iman kepada Yesus tidak dapat berkembang.
Yohanes 5:43 “Aku datang dalam nama Bapa-Ku, dan kamu tidak menerima Aku; jika orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerimanya.”
Yesus menubuatkan penerimaan mesias palsu, yang akan datang dalam nama-Nya sendiri, sedangkan Dia, yang datang dalam nama Bapa, ditolak. Penolakan ini merupakan tanda kebutaan rohani dan kurangnya pemahaman yang sejati (Matius 24:24; 2 Tesalonika 2:9-10).
Yohanes 5:44 “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat satu sama lain, dan tidak mencari hormat yang hanya datang dari Allah?”
Mengejar kehormatan manusia merupakan hambatan bagi iman yang sejati. Iman yang sejati memerlukan kerendahan hati dan upaya tulus untuk mendapatkan perkenanan ilahi, bukan kemuliaan manusia yang hanya sesaat (Galatia 1:10; Yakobus 4:6).
Yohanes 5:45 “Jangan mengira bahwa Aku akan menuduh kamu di hadapan Bapa; Ada yang menuduhmu, yaitu Musa, yang kamu harapkan.”
Musa, yang hukumnya dihormati oleh orang-orang Yahudi, adalah orang yang menuduh mereka, karena dia menulis tentang Yesus dan kedatangan Mesias. Oleh karena itu, penolakan terhadap Yesus adalah penolakan terhadap kesaksian Musa (Ulangan 18:15; Lukas 16:29-31).
Yohanes 5:46 “Sebab jika kamu percaya Musa, kamu akan percaya padaku; karena dia menulis tentang aku.”
Kepercayaan yang sejati kepada Musa akan menuntun pada iman kepada Yesus, karena Musa menulis tentang Dia. Ayat ini menggarisbawahi kesinambungan dan kesatuan wahyu alkitabiah, dengan Yesus sebagai penggenapan janji-janji Musa (Yohanes 1:45; Ibrani 3:5-6) .
Yohanes 5:47 “Tetapi jika kamu tidak percaya pada tulisannya, bagaimana kamu bisa percaya pada perkataanku?”
Ketidakpercayaan terhadap tulisan Musa menghalangi penerimaan kata-kata Yesus. Iman kepada Yesus merupakan perluasan iman yang logis dan perlu terhadap wahyu Allah melalui Musa (Lukas 24:25-27). Penolakan terhadap tulisan Musa menunjukkan kurangnya pemahaman dan iman yang sejati terhadap firman Tuhan.
Kesimpulan
Perikop dari Yohanes 5:16-47 merupakan sebuah tonggak penting dalam memahami identitas dan misi Yesus Kristus. Dengan menegaskan kesetaraan-Nya dengan Bapa, Yesus mengajak kita kepada iman yang mengakui keilahian dan kedaulatan-Nya. Dia memanggil kita untuk memercayai firman-Nya dan menerima kesaksian Bapa, yang mengesahkan setiap tindakan dan ajaran Yesus.
Merenungkan bagian ini menantang kita untuk meninjau kembali iman dan pemahaman kita sendiri. Kita diajak untuk memeriksa apakah kita benar-benar menghormati Putra sebagaimana kita menghormati Bapa, dan apakah iman kita berakar pada kesaksian Kitab Suci. Keaslian iman kita diwujudkan dalam kesediaan kita untuk menerima kehidupan kekal yang Yesus tawarkan dan hidup dalam ketaatan pada ajaran-ajaran-Nya.
Penolakan terhadap Yesus oleh para pemimpin agama pada masa itu merupakan peringatan bagi kita tentang bahayanya tradisi keagamaan tanpa transformasi spiritual. Kita perlu terus-menerus mencari kebenaran Tuhan yang dinyatakan dalam Kristus dan membiarkan firman-Nya tetap ada di dalam diri kita, membentuk karakter dan tindakan kita.
Yang terakhir, mengakui Yesus sebagai Anak Allah dan setara dengan Bapa merupakan hal mendasar dalam pemahaman kita tentang Kekristenan. Ayat ini menguatkan kita dalam iman, mendorong kita untuk bersaksi dengan penuh keyakinan, dan memanggil kita untuk menjalani kehidupan yang memuliakan Tuhan, mengikuti teladan Yesus dalam segala hal.