Studi tentang misi adalah pendalaman mendalam terhadap hakikat tujuan Kristiani dan panggilan yang ditinggalkan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya. Misi bukan sekedar kegiatan gereja, namun merupakan bagian integral dari iman Kristen, yang membentuk pemahaman kita tentang siapa kita sebagai pengikut Kristus dan peran kita di dunia.
Dalam pembelajaran Alkitab yang lengkap dan mendalam tentang misi ini, kita akan mengeksplorasi setiap aspek dari panggilan ini. Dari amanat misioner Yesus hingga pemberdayaan oleh Roh Kudus, dari pentingnya doa hingga tanggung jawab individu setiap orang percaya. Kita akan mengkaji bagaimana mengatasi tantangan dalam misi dan dampak transformatif dari pekerjaan ini terhadap kehidupan dan bangsa.
Melalui ayat-ayat, contoh-contoh alkitabiah, dan wawasan teologis, kita akan dituntun untuk memahami panggilan yang Tuhan berikan kepada kita dan bagaimana kita dapat menanggapinya dengan rasa syukur, iman, dan komitmen. Saat kami menjelajahi setiap topik, harapan kami adalah Anda akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang peran misi dalam kehidupan Kristiani dan terinspirasi untuk secara aktif terlibat dalam karya kasih dan penebusan ini. Semoga pembelajaran ini menjadi perjalanan spiritual yang memperkaya yang membawa Anda pada hubungan yang lebih dalam dengan hati Tuhan dan misi-Nya bagi dunia.
Mandat Misionaris Yesus – Misi Tertinggi
Mandat misioner Yesus adalah dasar dari seluruh aktivitas misioner gereja. Ini adalah ekspresi tertinggi dari kasih dan belas kasihan Tuhan bagi semua bangsa dan masyarakat di bumi. Ayat kunci dari topik ini, yang ditemukan dalam kitab Matius 28:19, memperjelas misi tertinggi yang dipercayakan Kristus kepada murid-murid-Nya: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Nama Tuhan. Putra, dan Roh Kudus. ”
Ayat ini melampaui hambatan budaya, bahasa dan geografis, mengungkapkan universalitas pesan Injil. Yesus tidak membatasi amanat-Nya pada suatu wilayah tertentu; sebaliknya, Dia memerintahkan para pengikut-Nya untuk pergi ke segala bangsa.
Kata “pergi” dalam ayat ini tidak berarti suatu anjuran, melainkan perintah ilahi. Itu adalah perintah yang diberikan oleh Penguasa gereja sendiri. “Jadikanlah murid” berarti mengajar dan menjadikan orang lain menjadi pengikut Yesus. Ini adalah tugas yang mencakup membagikan Injil, mengajarkan kebenaran ilahi, dan bersaksi tentang Kristus melalui kehidupan kita.
Baptisan dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus melambangkan identifikasi dengan trinitas ilahi. Ini adalah tindakan simbolis yang menandai masuknya ke dalam komunitas orang beriman. Melalui baptisan, murid-murid baru secara terbuka menyatakan iman mereka kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan.
Amanat misioner ini bukan sekedar strategi manusia, namun pemenuhan kedaulatan kehendak Tuhan. Dia ingin semua orang mengetahui pengampunan, anugerah, dan keselamatan yang tersedia melalui Kristus. Oleh karena itu, misi bukanlah kegiatan sekunder gereja, melainkan alasan keberadaannya.
Selain Matius 28:19, ayat-ayat Alkitab lainnya juga menegaskan pentingnya dan pentingnya misi. Dalam Markus 16:15 , Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakan Injil kepada segala makhluk.” Di sini, Dia menekankan bahwa Injil harus diberitakan kepada seluruh ciptaan, mencakup seluruh lapisan masyarakat dan menjangkau semua orang, tanpa memandang asal usul atau kondisi sosial mereka.
Dalam kitab Kisah Para Rasul, kita melihat gereja mula-mula memenuhi mandat ini dengan semangat dan semangat. Petrus, pada hari Pentakosta, memberitakan Injil agar mereka yang bersedia menerima firman-Nya dibaptis; dan pada hari itu berkumpul hampir tiga ribu jiwa, dan mereka bertekun dalam ajaran para rasul, dan dalam persekutuan, dan dalam memecahkan roti, dan dalam doa. (Kisah Para Rasul 2:41). Peristiwa ini menandai dimulainya perluasan Injil sehingga setiap hari Tuhan menambah jumlah orang yang akan diselamatkan ke dalam gereja.
Mandat misionaris Yesus adalah landasan misi Kristen. Ini merupakan seruan universal bagi semua orang yang beriman, bukan hanya segelintir orang. Ini adalah ekspresi kasih Allah bagi semua bangsa dan kesempatan untuk membagikan harapan yang kita temukan dalam Kristus kepada dunia. Ini adalah tugas yang melampaui ruang dan waktu, dipenuhi setiap hari seiring dengan terus menyebarnya pesan Injil untuk menjangkau mereka yang terhilang dan mengubah kehidupan. Oleh karena itu, semoga setiap umat beriman merasa terdorong oleh amanat tertinggi ini dan secara aktif terlibat dalam misi pemuridan segala bangsa, percaya pada janji Yesus bahwa Dia akan menyertai kita setiap hari, sampai akhir zaman (Matius 28:20) .
Misi dalam Perjanjian Lama – Preseden dan Prinsip
Meskipun kita sering mengasosiasikan misi terutama dengan Perjanjian Baru, prinsip-prinsip misionaris dapat ditelusuri kembali ke halaman-halaman Perjanjian Lama. Meskipun konsep misi dalam Perjanjian Lama mungkin tidak sejelas dalam Perjanjian Baru, konsep misi masih berakar kuat pada kehendak Allah untuk menjangkau semua bangsa. Dalam topik ini, kita akan menelusuri preseden dan prinsip misionaris yang terdapat dalam Perjanjian Lama.
Contoh penting adalah kisah nabi Yunus. Kita menemukan dalam diri Yunus gambaran yang jelas tentang keengganan awal untuk memenuhi misi ilahi. Tuhan memerintahkan Yunus untuk berkhotbah kepada penduduk Niniwe, sebuah kota kafir yang terkenal dengan kejahatannya. Reaksi awal Yunus adalah melarikan diri dari hadirat Tuhan, berusaha melarikan diri dari tugasnya (Yunus 1:3) “ Tetapi Yunus melarikan diri dari hadirat Tuhan ke Tarsis.”. Namun, Tuhan menangkapnya di dalam perut ikan besar dan mengingatkannya akan misinya.
Yunus kemudian taat dan memberitakan pesan pertobatan kepada Niniwe. Yang mengejutkan, seluruh kota, termasuk raja, bertobat dan memohon pengampunan Tuhan. Hal ini mengajarkan kita bahwa Allah peduli terhadap semua bangsa, bahkan bangsa-bangsa yang kelihatannya jauh atau sulit dijangkau. Pesan kasih karunia dan keselamatan yang disampaikannya tidak dibatasi oleh batasan geografis atau budaya.
Contoh lainnya adalah kisah Abraham yang dikenal sebagai bapak orang beriman. Allah memanggil Abraham dari kampung halamannya dan memberkati dia, berjanji untuk menjadikannya bangsa yang besar dan menjadi berkat bagi seluruh kaum di bumi (Kejadian 12:1-3) “Sekarang berfirmanlah TUHAN kepada Abram, Keluarlah dari negerimu, dari sanak saudaramu dan dari rumah ayahmu ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Dan Aku akan menjadikan kamu bangsa yang besar, dan Aku akan memberkati kamu dan membuat nama kamu besar; dan kamu akan menjadi berkat. dan Aku akan memberkati mereka yang memberkati kamu, dan Aku akan mengutuk mereka yang mengutuk kamu; dan melaluimu semua keluarga di bumi akan diberkati.” Melalui Abraham dan keturunannya, Tuhan bermaksud memberkati semua bangsa, sehingga memenuhi misi penebusan universal-Nya.
Kitab Yesaya juga memuat nubuatan tentang jangkauan Injil secara global. Dalam Yesaya 49:6 , kita membaca: “Engkau akan melakukan lebih dari sekedar mengembalikan umat Israel kepadaku; Aku akan menjadikan kamu terang bagi bangsa-bangsa lain, dan kamu akan membawa keselamatanku sampai ke ujung bumi . Kata-kata nubuatan ini menunjukkan peran Israel sebagai terang bagi bangsa-bangsa, yang memberitakan keselamatan yang akan datang melalui Mesias .
Lebih jauh lagi, Mazmur sering merayakan kebesaran Tuhan dan menyerukan semua bangsa untuk memuji dan menyembah Tuhan. Mazmur 96:3 menyatakan: “Nyatakan kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa, keajaiban-keajaiban yang dilakukan-Nya di antara segala bangsa.” Hal ini mencerminkan kerinduan Allah agar kemuliaan-Nya diketahui oleh semua bangsa melalui kesaksian umat-Nya.
Perjanjian Lama menetapkan preseden dan prinsip misionaris yang selaras dengan misi universal Allah. Meskipun keadaan dan metodenya mungkin berbeda dibandingkan dengan Perjanjian Baru, pesan mendasarnya tetap sama: Tuhan berupaya menjangkau semua bangsa dengan kasih, rahmat, dan keselamatan-Nya. Contoh Yunus, Abraham, nubuatan Yesaya dan Mazmur mengingatkan kita bahwa misi Tuhan melampaui batas dan penebusan ditawarkan kepada semua orang. Oleh karena itu, ketika kita membahas misi dalam Perjanjian Lama, kita menemukan dasar yang kuat untuk memahami misi global Allah dan peran kita dalam rencana ilahi ini.
Pelatihan Misi – Peran Roh Kudus
Pelatihan misi adalah elemen penting dalam memenuhi mandat misionaris Yesus. Tanpa pemberdayaan ilahi, upaya manusia akan sia-sia. Dalam topik ini, kita akan mengeksplorasi peran mendasar Roh Kudus dalam memberdayakan misi, berdasarkan Kitab Suci.
Yesus menegaskan bahwa misi mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa tidak dapat dicapai hanya dengan sumber daya manusia saja. Dia memerintahkan murid-muridnya untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka mendapat kuasa dari tempat tinggi (Lukas 24:49). Janji akan kuasa Roh Kudus ini digenapi pada hari Pentakosta, ketika Roh turun ke atas murid-murid dalam lidah api (Kisah Para Rasul 2:1-4).
Ayat yang menekankan pemberdayaan ilahi ini: “ Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8)
Ayat ini adalah janji dan amanat. Kuasa Roh Kudus adalah kekuatan supernatural yang memampukan orang percaya menjadi saksi Yesus yang efektif, tidak hanya di kampung halamannya, namun sampai ke ujung bumi. Ini adalah kekuatan yang melampaui keterbatasan manusia dan memungkinkan Injil diberitakan dengan berani dan berdampak.
Kitab Kisah Para Rasul merupakan kesaksian nyata akan kuasa Roh Kudus dalam misi. Kita melihat Petrus, yang tadinya merasa takut, dengan berani berkhotbah kepada orang banyak dan melihat banyak orang berpaling kepada Kristus (Kisah Para Rasul 2:41). Kita melihat Paulus, seorang penganiaya gereja, diubahkan dan diberi kuasa oleh Roh untuk menjadi salah satu misionaris terhebat dalam sejarah.
Lebih jauh lagi, Roh Kudus memberikan karunia rohani yang penting untuk memenuhi misi. Paulus menulis tentang karunia-karunia ini dalam 1 Korintus 12-14, menekankan bahwa karunia-karunia itu diberikan untuk membangun gereja dan menjangkau orang-orang yang tidak percaya. Karunia-karunia seperti karunia bahasa roh, karunia bernubuat, dan penyembuhan dapat digunakan secara kuat dalam penginjilan dan mendirikan gereja-gereja di daerah-daerah yang belum terjangkau.
Pemberdayaan Roh Kudus tidak terbatas pada kemampuan supernatural saja, tetapi juga mencakup hikmat, kearifan, dan bimbingan ilahi. Dalam Kisah Para Rasul 13:2-4, kita melihat bagaimana Roh Kudus memisahkan Paulus dan Barnabas untuk pekerjaan misionaris, dengan jelas menunjukkan panggilan dan arahan khusus mereka untuk menjangkau bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Lebih jauh lagi, Roh Kuduslah yang menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8). Itu mempersiapkan hati orang-orang untuk menerima pesan Injil dan mencerahkan pikiran mereka untuk memahami kebenaran rohani. Pelatihan untuk misi adalah pekerjaan ilahi yang dilaksanakan oleh Roh Kudus. Dia memberi kita kekuatan, menganugerahkan karunia rohani, membimbing langkah kita dan mempersiapkan hati mereka yang ingin kita jangkau. Sebagai misionaris, kita harus bergantung sepenuhnya pada pemberdayaan Roh Kudus, menyadari bahwa Dialah yang membuat perbedaan dalam pekerjaan misionaris. Tanggung jawab kita adalah untuk patuh pada kepemimpinan-Nya, mencari kehadiran-Nya dalam doa, dan percaya pada kuasa-Nya untuk mengubah kehidupan dan komunitas melalui Injil.
Perlunya Doa dalam Misi – Landasan Misi
Doa memainkan peran sentral dan sangat diperlukan dalam misi Kristiani. Ini adalah landasan di mana semua aktivitas misionaris harus dibangun. Dalam topik ini, kita akan mengeksplorasi pentingnya doa dalam misi, berdasarkan Kitab Suci.
Yesus, Guru misionaris yang unggul, berulang kali menunjukkan pentingnya doa dalam pelayanan-Nya di dunia. Dia sering kali mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk berdoa (Lukas 5:16) dan menghabiskan sepanjang malam dalam doa sebelum memilih kedua belas rasul (Lukas 6:12-13). Bahkan jika Anak Allah menyadari perlunya berdoa, terlebih lagi kita, yang terbatas dan bergantung pada Allah dalam segala aspek.
“Oleh karena itu mohonlah kepada Tuhan pemilik panen agar mengirimkan pemanen ke dalam hasil panennya.” (Matius 9:38) . Dalam ayat ini, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk berdoa kepada Tuhan pemilik panen, meminta Dia mengirimkan pekerja ke dalam panen. Metafora panen ini mewakili pekerjaan menjangkau orang-orang untuk Kerajaan Allah. Bahkan sebelum kita mulai memanen, Yesus mengajarkan bahwa kita hendaknya berdoa untuk penyediaan para pemanen, yaitu para misionaris dan penginjil yang akan memberitakan Injil.
Doa dalam misi memainkan beberapa peran mendasar:
Arahan Ilahi: Doa mencari arahan Tuhan mengenai di mana dan bagaimana misi harus dicapai. Para misionaris sering kali menghadapi pilihan penting mengenai lokasi dan strategi, dan doa menghubungkan mereka dengan hikmat Tuhan.
Perlindungan dan Penyediaan: Pekerjaan misionaris dapat menjadi tantangan dan bahkan berbahaya dalam beberapa situasi. Doa adalah sarana untuk mencari perlindungan Tuhan atas para misionaris dan penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk misi tersebut.
Transformasi Hati: Doa adalah cara kita memohon kepada Tuhan untuk membuka hati manusia untuk menerima Injil. Hal ini mempersiapkan jalan secara rohani dan meruntuhkan benteng-benteng rohani yang dapat menolak pesan Injil.
Penguatan dan Dorongan: Pekerjaan misionaris dapat melelahkan secara fisik dan emosional. Doa memberikan kekuatan rohani dan dorongan semangat kepada para misionaris, mengingatkan mereka bahwa mereka tidak sendirian, namun didukung oleh kuasa Allah.
Panen Melimpah: Doa agar panen menjadi hal yang mendasar. Kami memohon agar Tuhan mengirimkan para pekerja untuk memanen dan agar banyak kehidupan dapat dijangkau dan diubah oleh Injil.
Teladan Paulus dan Silas di penjara Filipi menggambarkan kuasa doa dalam misi. Saat dipenjarakan, mereka berdoa dan memuji Tuhan, sehingga si penjaga penjara dan keluarganya dibebaskan secara ajaib dan bertobat (Kisah Para Rasul 16:25-34).
Lebih jauh lagi, rasul Paulus sering meminta doa dari orang-orang percaya demi dirinya dan atas nama pekerjaan misionaris (Efesus 6:18-20; 2 Tesalonika 3:1). Beliau memahami bahwa doa umat beriman secara intrinsik terkait dengan keberhasilan misi.
Doa bukan sekadar aktivitas sampingan dalam misi; Ini adalah fondasi di mana segala sesuatunya bertumpu. Misi dimulai dengan doa dan dilanjutkan dengan doa terus-menerus. Melalui doa kita mencari kehadiran dan arahan Tuhan, dengan percaya bahwa Dialah yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Sebagai orang percaya yang terlibat dalam misi, kita harus terus-menerus berdoa, memohon kepada Tuhan agar Kerajaan-Nya datang dan kehendak-Nya terjadi di bumi dan juga di surga (Matius 6:10). Melalui doa, kehidupan akan diubahkan, bangsa-bangsa akan dijangkau dan nama Yesus akan dimuliakan.
Tanggung Jawab Setiap Orang Percaya – Memenuhi Amanat Yesus
Tanggung jawab setiap orang percaya untuk memenuhi mandat misionaris Yesus adalah prinsip dasar iman Kristen. Ini bukan panggilan eksklusif untuk kelompok tertentu, namun panggilan universal untuk semua orang yang mengaku beriman kepada Yesus Kristus. Dalam topik ini, kita akan mengeksplorasi tanggung jawab individu setiap orang percaya dalam konteks misi, berdasarkan Kitab Suci.
Ayat dalam topik ini menyoroti universalitas panggilan Yesus: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada segala makhluk.” (Markus 16:15)
Dalam ayat ini, Yesus tidak menyampaikan amanat-Nya hanya kepada sekelompok murid tertentu saja, namun kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Dinyatakan dengan jelas bahwa pemberitaan Injil bukanlah tugas yang hanya diperuntukkan bagi para pemimpin gereja, misionaris penuh waktu, atau teolog terpelajar, namun merupakan panggilan yang menjangkau setiap orang percaya.
Tanggung jawab setiap umat beriman dalam misi dapat dilihat dalam beberapa cara:
Kesaksian Pribadi: Setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi kesaksian hidup akan Kristus dalam lingkungannya sehari-hari. Cara kita hidup, mengasihi, dan melayani mencerminkan realitas Injil bagi orang-orang di sekitar kita.
Membagikan Injil: Semua orang percaya mempunyai hak istimewa untuk membagikan pesan Injil kepada teman, keluarga, rekan kerja, dan kenalan. Kesaksian pribadi dan berbagi secara lisan adalah kesempatan untuk menghadirkan keselamatan di dalam Yesus.
Doa untuk Misi: Doa untuk misi tidak eksklusif bagi para misionaris, namun merupakan tanggung jawab semua orang percaya. Berdoa untuk misi, misionaris, dan mereka yang belum terjangkau adalah cara yang berarti untuk berpartisipasi dalam pekerjaan misionaris.
Dukungan Finansial dan Praktis: Banyak orang percaya memiliki kemampuan untuk mendukung pekerjaan misionaris secara finansial dan mengirimkan sumber daya kepada misionaris di lapangan. Selain itu, menawarkan dukungan praktis, seperti memenuhi kebutuhan mereka yang terlibat dalam misi, merupakan kontribusi yang berharga.
Partisipasi dalam Kegiatan Misionaris Lokal dan Global: Gereja-gereja lokal sering melakukan kegiatan misionaris, seperti kampanye penginjilan, perjalanan misi, dan proyek bantuan sosial. Berpartisipasi aktif dalam inisiatif ini merupakan cara praktis untuk memenuhi tanggung jawab misi.
Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, menekankan pentingnya mengirimkan utusan untuk memberitakan Injil: “Betapa indahnya kaki mereka yang memberitakan perdamaian, mereka yang memberitakan hal-hal yang baik!” (Roma 10:15)
Ia menekankan bahwa pemberitaan Injil bergantung pada mereka yang diutus. Setiap orang percaya memainkan peran penting dalam mendukung, mendoakan, dan terlibat dalam misi mewartakan perdamaian melalui Yesus Kristus.
Tanggung jawab setiap umat beriman dalam misi merupakan bagian penting dalam memenuhi mandat Yesus. Amanat Agung bukan hanya diperuntukkan bagi sebagian orang, namun bagi seluruh pengikut Kristus. Sebagai orang beriman, kita dipanggil untuk merenungkan bagaimana kita memenuhi tanggung jawab ini dalam kehidupan kita sendiri dan mencari peluang untuk menjadi agen transformasi di dunia sekitar kita. Ketika setiap orang percaya mengambil tanggung jawabnya dalam misi, dampak Injil menyebar luas, mencapai ujung bumi, sesuai dengan tujuan Allah.
Mengatasi Tantangan dalam Misi – Iman di Tengah Kesulitan
Seperti yang kami katakan di atas, pekerjaan misionaris penuh dengan tantangan dan kesulitan. Mereka yang terlibat dalam misi sering kali menghadapi hambatan besar, mulai dari hambatan budaya dan bahasa hingga penganiayaan dan pertentangan. Dalam topik ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana para misionaris dapat mengatasi tantangan-tantangan ini berdasarkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan, berdasarkan Kitab Suci.
Alkitab mengakui bahwa misi ini bukannya tanpa kesulitan. Yesus memperingatkan murid-murid-Nya bahwa mereka akan menghadapi penganiayaan dan kesulitan demi Injil (Yohanes 16:33). Namun, Dia juga memberikan dorongan, dengan menyatakan bahwa Dia telah mengalahkan dunia dan bahwa orang-orang percaya memiliki kedamaian di dalam Dia.
Ayat dalam topik ini menyoroti perlunya ketekunan dalam misi: “Dan janganlah kita menjadi lelah dalam berbuat baik, karena pada waktunya kita akan menuai, jika kita tidak letih.” (Galatia 6:9)
Ayat ini menekankan pentingnya ketekunan dalam berbuat baik, meski menghadapi kesulitan. Panen akan tiba, namun dibutuhkan kesabaran dan keyakinan saat menabur dan bercocok tanam.
Paulus, rasul misi, mengalami banyak tantangan sepanjang pelayanannya. Ia dipukuli, ditangkap, dilempari batu, dan mengalami karam kapal (2 Korintus 11:23-28). Namun, dia menulis dalam Filipi 4:13 , “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadaku.” Paulus menemukan kekuatan dalam Kristus untuk menghadapi tantangan dan melanjutkan misinya.
Lebih lanjut, rasul Yakobus mengajarkan kita tentang pentingnya berdoa di tengah kesulitan: “Apakah ada di antara kamu yang sakit? Panggillah para penatua gereja, dan doakan dia, urapi dia dengan minyak dalam nama Tuhan; dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu, dan Tuhan akan membangunkan dia.” (Yakobus 5:14-15)
Meskipun ayat ini membahas doa untuk kesembuhan fisik, ayat ini juga menyoroti pentingnya doa dalam semua situasi sulit. Doa yang disertai iman memiliki kuasa untuk mendatangkan pertolongan, penghiburan, dan arahan ilahi ketika kita menghadapi tantangan dalam misi.
Mazmur juga memberikan penghiburan dan inspirasi bagi mereka yang menghadapi kesulitan. Mazmur 34:19 menyatakan: “Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya.” Hal ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita menghadapi penderitaan, Tuhan adalah tempat perlindungan dan pertolongan kita pada saat dibutuhkan.
Kunci untuk mengatasi tantangan dalam misi adalah dengan mempertahankan iman yang tak tergoyahkan kepada Tuhan dan kuasa-Nya. Kita harus percaya bahwa Dia menyertai kita dalam segala keadaan dan bahwa, melalui kasih karunia dan bimbingan-Nya, kita dapat bertahan dan memenuhi misi yang telah Dia berikan kepada kita. Doa yang terus-menerus dan pencarian akan kehadiran Tuhan merupakan sumber kekuatan dan penyemangat ketika kita menghadapi kesulitan. Ketika kita percaya pada pemeliharaan dan kemampuan-Nya, kita diberdayakan untuk mengatasi tantangan apa pun yang mungkin timbul dari pekerjaan misionaris, dengan mengetahui bahwa penuaian akan tiba pada waktu Tuhan.
Dampak Misi – Mengubah Kehidupan dan Bangsa
Misi memiliki dampak yang mendalam dan bertahan lama terhadap individu, komunitas, dan negara secara keseluruhan. Ketika Injil diberitakan dan dijalankan secara autentik, Injil membawa transformasi rohani, sosial dan budaya. Dalam topik ini, kita akan menelusuri dampak misi berdasarkan Alkitab dan contoh-contoh sejarah.
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya.” (Roma 1:16)
Ayat ini menyoroti bahwa Injil bukan sekedar pesan, namun kuasa Allah yang menyelamatkan. Dia mempunyai kuasa untuk mengubah hati, mengampuni dosa, dan memulihkan hubungan yang rusak dengan Tuhan.
Dampak dari misi ini dapat dilihat di beberapa bidang:
Transformasi Rohani: Injil membawa transformasi rohani dengan membawa orang ke dalam hubungan pribadi dengan Allah melalui Yesus Kristus. Dia menawarkan pengampunan, rekonsiliasi, dan kehidupan kekal.
Transformasi Sosial: Injil juga berdampak pada isu-isu sosial. Ini mempromosikan nilai-nilai seperti cinta, keadilan, kasih sayang dan kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan. Sejarah misionaris penuh dengan contoh misionaris yang mendirikan sekolah, rumah sakit, dan program bantuan sosial di daerah-daerah yang kurang terlayani.
Transformasi Budaya: Misi sering kali menantang dan mengubah praktik budaya yang berbahaya berdasarkan prinsip-prinsip alkitabiah. Hal ini dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam cara orang hidup, bekerja dan berhubungan satu sama lain.
Perluasan Gereja: Misi menghasilkan perluasan gereja global. Gereja-gereja lokal didirikan di komunitas-komunitas yang belum terjangkau, dan orang-orang yang baru percaya menjadi bagian dari tubuh Kristus.
Perdamaian dan Rekonsiliasi: Di wilayah konflik, Injil memajukan perdamaian dan rekonsiliasi. Hal ini mengajarkan pengampunan dan upaya mencapai perdamaian, yang dapat berdampak besar pada rekonsiliasi antar kelompok etnis atau agama yang berkonflik.
Oleh karena itu, dampak misi terlihat jelas dalam mengubah kehidupan, komunitas, dan bangsa. Ketika Injil diberitakan dan dijalankan dengan integritas, Injil mempunyai kekuatan untuk membawa penyembuhan rohani, keadilan sosial, rekonsiliasi budaya, dan harapan bagi mereka yang terhilang. Pekerjaan misionaris bukan sekedar kegiatan yang saleh, namun merupakan kekuatan transformatif yang mempunyai potensi untuk mengubah jalannya sejarah dan membawa terang Injil kepada bangsa-bangsa.
Rasa Syukur karena Berpartisipasi dalam Misi – Hak Istimewa dan Tanggung Jawab
Berpartisipasi dalam misi adalah sebuah hak istimewa dan tanggung jawab yang harus diterima dengan rasa syukur yang mendalam. Dalam topik terakhir ini, kita akan menelusuri rasa syukur yang seharusnya dimiliki orang-orang percaya karena menjadi bagian dari pekerjaan misionaris, berdasarkan Kitab Suci.
“Karena Tuhan itu baik. Kasih setia-Nya kekal, dan kesetiaan-Nya kekal selama-lamanya.” (Mazmur 136:26)
Ayat ini menekankan bahwa Tuhan itu baik dan kasih-Nya abadi. Kesetiaan-Nya tetap, dan Dia memberi kita kesempatan untuk menjadi partisipan dalam pekerjaan penebusan-Nya di dunia. Ini adalah alasan untuk bersyukur secara mendalam.
Rasa syukur atas partisipasi dalam misi dapat diungkapkan dalam beberapa cara:
Memuji Tuhan: Syukur dimulai dengan memuji dan menyembah Tuhan atas rahmat dan kasih-Nya. Kami menyadari bahwa Dia telah memanggil kami untuk berpartisipasi dalam misi global-Nya dan kami memuji Dia karenanya.
Doa Syukur: Doa syukur adalah cara yang ampuh untuk mengungkapkan rasa syukur kita kepada Tuhan. Kita harus berdoa dan mengucap syukur atas semua kesempatan dan sumber daya yang Dia berikan kepada kita untuk pekerjaan misionaris.
Kemurahan hati: Kemurahan hati finansial adalah ungkapan rasa syukur yang praktis. Ketika kita menyumbangkan sumber daya untuk misi, kita menunjukkan rasa terima kasih kita karena menjadi bagian dari pekerjaan ini.
Ketaatan yang Penuh Sukacita: Memenuhi mandat misionaris Yesus hendaknya tidak dilihat sebagai suatu beban, namun sebagai sebuah hak istimewa. Ketaatan yang penuh sukacita merupakan perwujudan rasa syukur atas apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
Kesaksian yang Hidup: Menjalani kehidupan yang mencerminkan Injil adalah cara lain untuk mengungkapkan rasa syukur. Ketika kita hidup dalam cinta, integritas, dan kasih sayang, kita menyaksikan kepada dunia transformasi yang kita alami melalui Kristus.
O apóstolo Paulo exemplifica a gratidão por participar das missões em suas palavras a Timóteo: “Dou graças a Cristo Jesus, nosso Senhor, que me deu forças e me considerou fiel, designando-me para o ministério.” (1 Timóteo 1:12 NVI)
Paulo reconheceu o privilégio de ser chamado para o ministério e expressou profunda gratidão a Cristo por isso. Ele não considerava o ministério como uma obrigação, mas como um dom e uma responsabilidade a serem vividos com gratidão.
Oleh karena itu, rasa syukur karena berpartisipasi dalam misi adalah suatu sikap yang harus ditumbuhkan oleh semua orang beriman. Kita harus menyadari bahwa pekerjaan misionaris adalah sebuah hak istimewa yang luar biasa, yang memungkinkan kita menjadi alat di tangan Tuhan untuk keselamatan dan transformasi kehidupan. Ketika kita hidup dengan rasa syukur atas kesempatan ini, motivasi dan komitmen kita terhadap misi diperkuat, dan kita diberdayakan untuk memenuhi amanat Yesus dengan sukacita dan tekad. Pekerjaan misionaris adalah perjalanan rasa syukur, pujian, dan pelayanan kepada Tuhan yang memberdayakan kita untuk membagikan kasih-Nya kepada dunia.
Kesimpulan
Melalui pembelajaran Alkitab yang komprehensif tentang misi ini, kita menyelami secara mendalam kekayaan Kitab Suci untuk memahami mandat misionaris Yesus dan relevansinya dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Kami mengeksplorasi panggilan, landasan alkitabiah, pemberdayaan, kebutuhan akan doa, tanggung jawab individu, mengatasi tantangan, dampak dan rasa syukur yang terkait dengan misi.
Kami menemukan bahwa misi adalah inti dari iman Kristen, dan memenuhi amanat Yesus adalah tanggung jawab yang dipikul bersama oleh semua pengikut Kristus. Kitab Suci menyingkapkan kepada kita bahwa kuasa Roh Kudus memberdayakan kita, doa adalah fondasinya, ketekunan adalah hal yang sangat penting, dan dampaknya bersifat transformatif.
Melalui contoh-contoh alkitabiah dan sejarah, kita belajar bahwa misi bukan sekedar tugas, namun sebuah hak istimewa yang harus dirangkul dengan rasa syukur. Para misionaris dan semua orang percaya yang terlibat dalam misi memiliki kesempatan untuk dipakai oleh Tuhan untuk mewartakan Injil, mengubah kehidupan dan bangsa, dan berpartisipasi aktif dalam memperluas Kerajaan Tuhan.
Oleh karena itu, saat kita mengakhiri pelajaran ini, semoga kita diingatkan akan pentingnya misi dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Semoga kita menerima hak istimewa dan tanggung jawab menjadi bagian dari pekerjaan misionaris, selalu dengan rasa syukur dan kerendahan hati. Semoga kita mencari pemberdayaan Roh Kudus, mengabdikan diri kita pada doa yang terus-menerus, bertahan melalui tantangan, dan menjadi saksi terhadap dampak transformatif Injil. Dan semoga kita, terutama, melakukan hal ini dengan menaati amanat Yesus, mewartakan pesan cinta, kasih karunia, dan penebusan-Nya kepada semua bangsa sampai Dia datang kembali. Amin.