Kisah Yusuf di Mesir adalah salah satu narasi yang paling terkenal dan dicintai dalam Alkitab. Di antara tokoh-tokoh yang menonjol dalam cerita ini, salah satunya adalah Potifar, seorang pejabat tinggi Mesir yang membeli Yusuf sebagai budak dan menugaskannya untuk mengurus rumahnya.
Tapi siapakah Potifar? Apakah Potifar seorang sida-sida? Apa peran Anda dalam kehidupan José? Dan apa yang dapat kita pelajari dari kisah Potifar? Dalam artikel ini, kita akan menelusuri pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan lainnya, untuk lebih memahami siapa Potifar dalam Alkitab dan pentingnya dia dalam narasi Alkitab.
Siapakah Potifar dalam Alkitab?
Potifar adalah tokoh penting dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Kejadian 39. Ia adalah seorang pejabat Mesir, kapten pengawal Firaun, dan orang yang memiliki otoritas dan rasa hormat yang besar di kerajaan. Potifar terkenal sebagai pemilik rumah tempat Yusuf putra Yakub dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya yang cemburu.
Apakah Potifar seorang sida-sida ?
Sebelum kita memahami apakah Potifar sebenarnya adalah seorang sida-sida, kita harus terlebih dahulu memahami pengertian sida-sida : sida-sida adalah laki-laki yang dikebiri sehingga buah zakar dan/atau penisnya dicabut. Secara kiasan, istilah ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu sebagai “steril”, “impoten”. Di Timur Tengah dan Tiongkok, para kasim bertanggung jawab menjaga harem, yaitu area kediaman yang diperuntukkan bagi istri dan selir.
Dalam kasus Potifar, kita tahu bahwa ada banyak pertanyaan mengenai apakah Potifar adalah seorang sida-sida atau pejabat firaun, hal ini tergantung pada penafsiran dan terjemahan Alkitab. Dalam beberapa versi Alkitab, Potifar digambarkan sebagai “sida-sida” dalam Kejadian 37:36 dan 39:1, sedangkan versi lain menggambarkan dia sebagai “petugas” atau “kapten pengawal” firaun.
Beberapa terjemahan menuntun kita untuk memahami ayat Potifar bahwa “sida-sida” atau “pejabat” memiliki arti yang sama. Dalam konteks zaman dan budaya Mesir, pejabat tinggi biasa menjadi kasim, karena mereka dianggap lebih dapat dipercaya dan setia kepada firaun.
Fakta bahwa Alkitab menyebutkan bahwa Potifar menikah menimbulkan pertanyaan berikut: jika Potifar adalah seorang sida-sida, bagaimana dia bisa menikah? Di antara berbagai penafsiran, ada kemungkinan bahwa dengan menggambarkan Potifar sebagai seorang sida-sida, Alkitab menunjukkan bahwa terjemahan ini merujuk pada Potifar sebagai pejabat tinggi yang dapat dipercaya, yang berdedikasi secara eksklusif untuk melayani firaun.
Yusuf di rumah Potifar
Yusuf dibawa ke Mesir sekitar tahun 1900 SM, sekitar 200 tahun setelah pemanggilan Abraham, seperti dijelaskan dalam Kejadian 12:1-7. Kita dapat memahami bahwa Yusuf menghadapi tiga ujian besar selama berada di rumah Potifar di Mesir, yang masing-masing memerlukan keberanian, integritas, dan iman. Dan bukti-bukti yang sama masih ada saat ini:
Ujian pertama adalah kemurnian pribadi : Yusuf, sebagai seorang pemuda yang menarik, menarik perhatian istri Potifar, yang mencoba merayunya seperti dijelaskan dalam Kejadian 39:7. Yusuf menolak godaan tersebut, tetap setia kepada Tuhan, prinsip-prinsipnya, dan kepercayaan yang diberikan Potifar kepadanya. Ujian ini biasa terjadi pada banyak anak muda yang jauh dari rumah dan menghadapi godaan untuk terlibat dalam hubungan yang tidak pantas atau perilaku yang tidak bermoral. Yusuf menang dalam ujian ini melalui imannya kepada Tuhan dan tekadnya untuk mempertahankan integritasnya.
Ujian kedua adalah kesempatan untuk membalas dendam: setelah dijual oleh saudara-saudaranya sendiri dan dituduh secara tidak benar oleh istri Potifar, Yusuf akhirnya ditangkap secara tidak adil. Ia mungkin memendam perasaan marah dan benci terhadap Potifar dan istrinya, namun ia memilih untuk mengampuni dan tidak membalas dendam. Ujian ini biasa terjadi pada banyak orang yang mengalami ketidakadilan dan perlu memutuskan apakah akan memendam perasaan benci atau memaafkan dan melanjutkan hidup. Joseph sekali lagi menang dalam ujian ini melalui imannya kepada Tuhan dan kemampuannya untuk mengampuni.
Ujian ketiga adalah menghadapi kematian. Joseph dijatuhi hukuman penjara secara tidak adil dan bisa saja putus asa dan kehilangan harapan. Namun, ia tetap beriman kepada Tuhan dan percaya bahwa segala sesuatu akan terjadi sesuai rencana Tuhan. Ujian ini umum dialami banyak orang yang menghadapi situasi sulit dan perlu memutuskan apakah akan menyerah atau terus berjuang. Joseph sekali lagi menang dalam ujian ini melalui imannya kepada Tuhan dan keyakinannya bahwa segala sesuatu akan terjadi demi kebaikan.
Mari kita perhatikan bahwa dalam setiap kasus, Yusuf menang dalam pencobaan melalui imannya kepada Tuhan, integritas pribadinya, dan tekadnya untuk menepati janjinya.
Kesimpulan
Potifar adalah seorang pejabat tinggi Mesir, mungkin seorang sida-sida, yang melayani firaun sebagai kapten pengawal. Dia membeli Yusuf sebagai budak dan memberinya tanggung jawab atas rumah tangganya, dan mempercayakan semua harta miliknya kepadanya. Potifar adalah seorang pria yang sukses dan dihormati, namun ia juga menjadi korban intrik istrinya, yang mencoba merayu Yusuf dan, ketika ditolak, menuduhnya melakukan percobaan pemerkosaan.
Kisah Potifar dalam Alkitab penting karena ia adalah salah satu instrumen yang digunakan Tuhan untuk membawa Yusuf ke posisi kepemimpinannya di Mesir. Terlepas dari kesulitan dan ketidakadilan yang dihadapi Yusuf di rumah Potifar, dia tetap mempertahankan integritas dan imannya kepada Tuhan, dan diganjar dengan kasih karunia dan kemurahan Tuhan.
Kehidupan Potifar juga mengajarkan kita tentang konsekuensi dari pilihan dan tindakan kita. Istrinya, yang didorong oleh nafsu dan kecemburuan, menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap reputasi Yusuf dan keluarganya sendiri. Di sisi lain, Potifar, meski telah ditipu oleh istrinya, tidak membiarkan hal ini memengaruhi hubungannya dengan Yusuf, dan terus memercayainya serta memperlakukannya dengan hormat.
Pada akhirnya, kisah Potifar dalam Alkitab adalah pengingat bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup kita, bahkan di saat-saat tersulit sekalipun, dan bahwa integritas serta iman dapat membawa kita melewati pencobaan terbesar. Sebagai orang Kristen, kita dapat belajar dari kisah Potifar dan berusaha menjalani hidup kita dengan kebijaksanaan, ketajaman, dan komitmen kepada Tuhan dan sesama manusia.