Kami memahami bahwa hidup ini penuh dengan pasang surut, dan terkadang kami menghadapi kerugian dan kesulitan. Kitab Suci memperlihatkan kepada kita kisah Ayub, seorang yang jujur, jujur, dan takut akan Tuhan, yang mengalami naik turunnya kehidupan. Dia mengatasi kerugian dan menghadapi kepedihan karena duka, untuk menghidupi tujuan Tuhan.
Ayub, dalam perjalanannya, mengajari kita bahwa meski menghadapi kesulitan dan cobaan, iman dan harapan tetap bisa dipertahankan. Seperti dia, kita dapat menemukan kekuatan untuk maju, percaya bahwa ada tujuan yang lebih besar di balik setiap tantangan.
Tidak peduli seberapa hati-hatinya kita, kehilangan adalah bagian dari kehidupan dan penting bagi kita untuk belajar cara menghadapinya. Ketika kita menghadapi masa-masa sulit dan pengalaman negatif, kita mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan menjadi lebih kuat. Kuncinya adalah mencari pembelajaran dalam setiap situasi, mengubah rasa sakit menjadi kebijaksanaan. Daripada terus memikirkan penderitaan, kita bisa menatap ke depan dengan harapan dan tekad, siap menghadapi tantangan baru dengan keberanian dan ketangguhan. Ingat, kesulitan dapat diubah menjadi peluang untuk berkembang dan mengatasinya.
Kisah Ayub mengingatkan kita bahwa, bahkan di saat-saat tergelap sekalipun, terang kemenangan dan pembaruan bisa bersinar. Kita hidup di dunia ini hanya dengan satu tujuan: kita ingin mencapai sesuatu setiap hari. Kita hidup untuk banyak hal, seperti kesejahteraan, kesuksesan, kesehatan, tujuan. Dan pada saat yang sama ketika kita ingin mencapai sesuatu, dalam perjalanannya, kita juga mengalami kerugian setiap hari. Kami menang dan kalah. Dan di sinilah tepatnya kita harus merenungkan apa yang telah hilang dari kita.
Alkitab menceritakan kisah seorang bernama Ayub yang mempunyai banyak harta, keluarga yang diberkati dan setiap hari ia berkorban kepada Tuhan. Namun, pada suatu saat dalam hidupnya, Ayub mulai kehilangan semua yang telah dicapainya, bahkan hingga kehilangan anak dan kesehatannya.
Meskipun Ayub menghadapi segala kesulitan, ia tetap mempertahankan imannya yang tak tergoyahkan kepada Allah. Bahkan di saat-saat tergelapnya, Ayub tetap teguh pada keyakinannya bahwa segala sesuatu terjadi karena alasan yang lebih besar dan bahwa Tuhan akan membimbingnya melewati cobaan yang dialaminya. Kisahnya mengajarkan kita tentang ketahanan, iman dan ketekunan, menunjukkan bahwa, bahkan dalam menghadapi kesulitan terbesar, adalah mungkin untuk menemukan kekuatan dan harapan pada Tuhan.
Bagaimana memahami bahwa mengatasi itu perlu?
Mengatasi adalah proses yang menjadi bagian dari perjalanan hidup kita masing-masing. Untuk memahami bahwa mengatasi masalah itu perlu, penting untuk menerima bahwa kita akan menghadapi tantangan dan kesulitan di sepanjang jalan. Menghadapi situasi sulit yang menguji kita adalah hal yang wajar, namun penting untuk diingat bahwa kita mampu mengatasinya.
Untuk mencapai hal ini, penting untuk memupuk ketahanan, kesabaran, dan kepercayaan diri. Belajar dari rintangan, mencari dukungan emosional, dan mempertahankan pola pikir positif juga merupakan aspek penting dalam mengatasi kesulitan. Dengan setiap tantangan yang kita atasi, kita tumbuh dan menjadi lebih kuat, siap menghadapi tantangan baru yang menghadang.
Oleh karena itu, memahami bahwa mengatasi itu perlu melibatkan penerimaan kesulitan sebagai peluang untuk berkembang, percaya pada potensi kita dan mempertahankan harapan untuk hari-hari yang lebih baik. Ingatlah selalu bahwa Anda mampu mengatasi segala rintangan yang menghadang Anda.
Kerugian Ayub dan apa yang Ayub ajarkan kepada kita?
Kitab Ayub diawali dengan menampilkan kita sebagai orang yang saleh, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ayub sangat kaya akan ternak, mempunyai 7.000 ekor domba, 3.000 ekor unta, 500 ekor lembu, dan 500 keledai betina (Ayub 1:3).
- Musibah pertama yang menimpa Ayub adalah hilangnya lembu dan keledainya yang sedang membajak dan merumput. Kaum Sabean menyerang dan mencuri semua hewan, meninggalkan Ayub tanpa sumber makanan dan pengorbanan utama kepada Tuhan.
- Bencana kedua yang menimpa Ayub adalah hilangnya 7.000 ekor dombanya. Petir jatuh dari langit dan membakar domba-domba serta para gembala, menghanguskan mereka sepenuhnya. Sekali lagi, Ayub tidak menyalahkan Tuhan, namun mengakui kedaulatan-Nya dan tetap teguh dalam imannya.
- Bencana ketiga adalah hilangnya 3.000 ekor unta milik Ayub.Orang Kasdim menyerang dan mencuri semua hewan, sehingga membuat Ayub semakin miskin. Sekali lagi, Ayub tidak memberontak terhadap Tuhan, namun tetap teguh pada imannya.
- Bencana keempat dan terakhir adalah bencana yang paling dahsyat bagi Ayub: hilangnya kesepuluh anaknya. Ketika mereka sedang makan dan minum di rumah kakak laki-laki mereka, datanglah angin kencang dari padang gurun dan merobohkan rumah itu sehingga menewaskan semua anak Ayub.
Di sini kita dapat memahami bahwa, di tengah semua cobaan yang dijelaskan di sini, Ayub kehilangan segalanya, dia tidak menyalahkan Tuhan atau memberontak terhadap-Nya. Sebaliknya, Ayub menjatuhkan dirinya ke tanah, dan menyembah sambil berkata: “ Dengan telanjang aku keluar dari rahim.” dari ibuku dan dengan telanjang aku akan kembali ke sana; Tuhan yang memberi, dan Tuhan yang mengambil: terpujilah nama Tuhan.” Dalam ayat ini, Ayub menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya berasal dari Tuhan dan bahwa Dia berhak memberi dan menerima sesuai dengan kehendak-Nya (Ayub 1:21).
Peristiwa-peristiwa ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita mungkin mengalami kesulitan dan kehilangan hal-hal berharga, keamanan dan rezeki kita yang sebenarnya berasal dari Tuhan, bukan harta benda kita.
Menghadapi masa-masa sulit merupakan bagian yang tak terelakkan dalam perjalanan manusia. Daripada menyerah pada pemberontakan dan pertanyaan, penting untuk mengingat bahwa kesulitan adalah bagian dari rencana Tuhan. Perikop dalam Roma 8:28 mengingatkan kita bahwa segala sesuatu, baik atau buruk, terjadi dengan izin ilahi dan dirancang untuk kebaikan kita, terutama bagi mereka yang mengasihi Tuhan. Dengan mempertahankan perspektif ini, kita dapat menemukan kekuatan dan kebijaksanaan untuk menghadapi tantangan hidup dengan iman dan harapan. Semoga kita selalu berusaha memahami tujuan ilahi di tengah kesengsaraan, percaya bahwa segala sesuatu berkontribusi terhadap pertumbuhan dan penguatan rohani kita.
Ayub, tokoh kita yang termasyhur, bahkan setelah tetap teguh dan setia kepada Tuhan, baru mengalami cobaan bagian pertama, seperti dalam Ayub pasal 2 kita menemukan narasi cobaan Ayub tahap kedua.
Dan tibalah suatu hari lagi, ketika anak-anak Allah datang menghadap TUHAN, dan Setan juga datang di tengah-tengah mereka, menghadap TUHAN . Perhatikan bahwa Allah memberikan kesaksian tentang kesetiaan Ayub: Kemudian Tuhan bertanya, “Dan Tuhan berfirman kepada Setan, Apakah kamu memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang seperti dia, orang yang bertakwa dan jujur, yang bertakwa kepada Allah dan menjauhi kejahatan, serta tetap menjaga keikhlasannya, meskipun kamu telah menghasutku agar aku membinasakan dia tanpa sebab. (Ayub 2:3) “ . Musuh melihat di tengah kerugian materi, emosi dan anak-anak, Ayub tetap teguh. Jadi sekarang musuh meminta izin Tuhan untuk menyentuh kesehatan Ayub, karena musuh percaya bahwa Ayub akan menghujat Tuhan.
Kemudian Setan menjawab Tuhan, dan berkata, Kulit ganti kulit, dan semua yang dimiliki seseorang akan dia berikan untuk hidupnya. Tetapi ulurkan tanganmu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, dan kamu akan melihat apakah dia tidak menghujatmu di depan wajahmu! Dan Tuhan berkata kepada Setan, Lihatlah, dia ada di tanganmu; tapi jagalah hidupmu. Kemudian Setan keluar dari hadirat Tuhan, dan memukul Ayub dengan bisul yang parah, dari telapak kakinya sampai ke atas kepalanya.Ayub 2:4-7
Kita dapat merenungkan bahwa ada saat-saat dalam hidup ketika segala sesuatunya tampak tidak berjalan baik dan malah menjadi semakin buruk, namun kita harus menjaga iman kita kepada Tuhan dan percaya bahwa ini adalah waktu-Nya dan tujuan-Nya akan terpenuhi. Pahami bahwa iman yang dimiliki Ayub sebelum peristiwa bencana tersebut akan tetap setia di tengah dan setelah peristiwa bencana tersebut. Kita belajar di sini bahwa bahkan di tengah kesulitan kita bisa kehilangan segalanya, namun iman kita harus teguh kepada Tuhan.
Musuh tidak memahami bahwa Ayub, meski tanpa mengenal Tuhan melalui pengalaman pribadinya, melainkan hanya melalui apa yang didengarnya tentang Tuhan, Ayub percaya dan mendasarkan imannya pada tujuan Tuhan dalam hidupnya. Entah bagaimana, Ayub memahami bahwa tujuan Allah berada di atas situasi buruk apa pun. “Sebelumnya, aku hanya mengenalmu dari mendengar tentangmu, tapi sekarang aku melihatmu dengan mataku sendiri.” Ayub 42:5.
Ayub yang hidup sejahtera dan penuh berkah, kini duduk di tengah abu sambil menggores kulitnya dengan pecahan tembikar. Istrinya melihat penderitaan dan kesedihan yang begitu besar sehingga dia berkata kepadanya: “Apakah kamu masih berusaha menjaga integritasmu? Terkutuklah Tuhan dan mati!” Ayub 2:8-9 . Ayat ini menunjukkan bahwa kebahagiaan Ayub bukan terletak pada harta bendanya, tidak pada ternaknya, tidak pada makanannya yang enak, tidak pada rumahnya yang nyaman, tidak pada hamba-hamba yang ada ditangannya, dan tidak pada kenyataan bahwa ia mempunyai keluarga, berlandaskan, namun kebahagiaan Ayub justru ada pada Tuhan yang menyediakan segala yang dialaminya.
Ayub bersyukur atas segala yang dimilikinya, karena ia tahu bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan. Kita mempunyai bukti dalam tanggapan Ayub: “Kamu berbicara seperti wanita bodoh. Akankah kita hanya menerima hal-hal baik dari tangan Tuhan dan tidak menerima kejahatan?” . Dalam semua itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Ayub 2:1-10
Kita harus memahami bahwa mengabdi kepada Tuhan bukan sekedar di saat senang saja, mengabdi kepada Tuhan berarti menghadapi gejolak kehidupan, mengabdi kepada Tuhan berarti mempunyai iman yang tak tergoyahkan akan hari sejahtera dan hari kelangkaan.
Pahamilah bahwa seluruh proses yang Ayub hadapi adalah dalam kehendak Tuhan yang permisif dan izinNya hanya membiarkan musuh menjamah apa yang dimiliki Ayub bahkan kesehatannya, namun nyawa Ayub tidak dapat dijamah musuh.
Begitu pula dalam hidup kita, seringkali musuh menyentuh beberapa hal yang hadir dalam hidup kita, melalui kehendak Tuhan yang permisif agar tujuannya tercapai. Namun, hidup kita dan orang-orang yang kita kasihi tetap berada di tangan Tuhan.
Pahami bahwa semua penderitaan yang hadir dalam kehidupan Ayub bukan hanya untuk membuktikan kesetiaan Ayub kepada musuhnya, namun cobaan tersebut juga menghasilkan keintiman dan pertumbuhan dalam diri Ayub. Ayub hidup dengan mendengar apa yang mereka katakan kepadanya tentang Tuhan, namun, setelah seluruh proses tersebut, Ayub kini memiliki pengalaman dengan Tuhan yang dijalaninya sendiri, “Aku mengenalmu dari pendengaranku, tetapi sekarang mataku melihatmu.” Ayub 42:5 . Pengalaman membawa kita pada proses dan proses membawa kita lebih dalam bersama Tuhan. Proses kehidupan memang menyakitkan, menghasilkan kesakitan, namun pada akhirnya kita akan lebih diberkati dari sebelumnya.
Ingat Ayub kehilangan segalanya? Dengan cara yang sama, Tuhan memberkati Ayub di bagian kedua hidupnya bahkan lebih dari yang pertama, memiliki 14.000 ekor domba, 6.000 ekor unta, 1000 pasang lembu dan 1000 keledai. Anak-anak Ayub yang telah hilang dari Tuhan juga memberi Ayub tujuh putra dan tiga putri. Pahami bahwa di seluruh negeri, tidak ada wanita secantik putri Ayub.
Ayub menjalani prosesnya, mengatasi kerugian untuk menjalani tujuan dan setelah itu, Ayub hidup 140 tahun dan melihat empat generasi anak dan cucu. Kemudian dia meninggal, setelah menjalani hidup yang panjang dan penuh.
Apa yang Tuhan ajarkan kepada kita adalah kita harus memahami bahwa proses adalah bagian dari proses, bahwa proses membawa serta kerugian, sering kali menyakitkan, namun perlu dihadapi, agar kita dapat menjalani tujuan Tuhan dalam hidup kita. Segala sesuatu yang hilang dari Ayub, Ayub terima kembali berlipat ganda, kita tidak akan pernah mengerti maksud dan proses yang ingin Tuhan sampaikan kepada kita, namun kita harus bersaudara, menghadapinya seperti Ayub, percaya bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan segala sesuatu adalah miliknya. , percaya bahwa Tuhan akan campur tangan demi kebaikan kita.